Site icon SumutPos

Ring Satu SBY Disusupi Informan AS

JAKARTA- Pemberitaan surat kabar Australia The Age mengenai Presiden SBY yang mengutip bocoran kawat rahasia pemerintah AS menunjukkan adanya informan di lingkaran dekat SBY. Informan ini harus diamankan karena sangat berbahaya bagi negara.

“Pasti ada orang di lingkaran satu SBY menjadi informan Amerika Serikat. Orang itu membocorkan gerak-gerik Presiden, ini sangat berbahaya bagi negara,” kata Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani, pada acara pernikahan Din Syamsuddin di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Minggu (13/3).
Muzani menyatakan, SBY tidak perlu panik dan kebakaran jenggot mengenai berita tersebut. Namun SBY harus mencari siapa yang menjadi informan AS tersebut. “SBY tidak usah gugup dan kebakaran jenggotn
Yang penting dia harus cari siapa orang itu,” imbuhnya.

Muzani mengatakan, hingga kini Kedutaan AS tidak pernah menyangkal substansi kawat rahasia mereka yang dibocorkan Wikileaks dan dikutip oleh surat kabar The Age. Kedubes AS hanya menyayangkan pemberitaan itu. “Kedubes AS tidak membenarkan atau menyalahkan substansinya. Mereka hanya menyayangkan bisa bocor,” sambung dia.

Sebelumnya koran The Age memuat Headline berjudul ‘Yudhoyono Abused Power’. Di artikel tersebut, dibeberkan tentang penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh Presiden RI SBY. Tidak hanya itu, koran yang mengambil bahan berita dari kawat diplomatik Wikileaks itu, juga membeberkan korupsi penting SBY.

Pemberitaan Harian Australia The Age dan Sidney Morning Herald yang menyudutkan Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY) dan sejumlah tokoh lain dinilai sebagai upaya untuk menyulut konflik di Indonesia. Berita yang bersumber Wikileaks itu disinyalir ingin menjadikan Indonesia seperti negara-negara di Timur Tengah.

Salah satunya, berita yang menuding Presiden SBY menggunakan intelijen untuk memata-matai dan menekan rival politiknya. “Saya tahulah Amerika mau ngerjain SBY. Masak kita mau diobrak-abrik terus sama Amerika. Yang aneh, kenapa berita itu baru diungkap sekarang,” kata mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), As’ad Said Ali dalam keterangan persnya yang dilansir sebuah situs berita, kemarin.

Menurut As’ad, tidak mungkin Badan Intelijen Negara (BIN) melakukan hal seperti itu. Apalagi dirinya mengenal baik sosok mantan Kepala BIN Syamsir Siregar. Tidak mungkin Syamsir melakukan hal itu seandainya ada perintah melakukan itu. “Pak Syamsir orangnya lurus dan jujur. Beliau punya integritas. Tidak mungkin kalau beliau mau melakukan pekerjaan memata-matai seperti itu. Sebab, itu melanggar prinsip demokrasi,” ungkap As’ad yang Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.

Lebih lanjut As’ad mengungkapkan, Syamsir pernah meminta berhenti pada Desember 2007 dari jabatannya sebagai Kepala BIN tanpa alasan pasti. Namun, saat itu Presiden SBY menolak memberikan izin. “Asal tahu saja, Pak Syamsir justru mau mundur pada Desember 2007, tapi Pak SBY tidak mengizinkan. Saya juga pernah minta berhenti pada Desember 2008, tapi Pak Syamsir juga tidak mengizinkan,” tuturnya.

As’ad menambahkan, selama bertugas di BIN, dirinya tidak pernah merekrut orang untuk disusupkan di kementerian tertentu. Apalagi dimanfaatkan pihak penguasa untuk menekan orang lain. Menurutnya, tugas BIN memang untuk mencari informasi, tapi bukan menekan.

Dalam The Age edisi Jumat 11 Maret 2011 diberitakan, laporan lain Kedubes AS yang dibocorkan Wikileaks mengindikasikan SBY menggunakan BIN tidak hanya untuk memata-matai lawan politiknya namun juga untuk memata-matai sekutunya.

SBY dilaporkan menggunakan BIN untuk memata-matai kandidat presiden lain yang menjadi lawannya. Kegiatan ini tampaknya dimulai ketika SBY menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan di era pemerintahan Megawati. Di mengarahkan intelijen untuk melaporkan kegiatan kandidat presiden Jenderal Wiranto.

SBY juga pernah meminta Kepala BIN, Syamsir Siregar untuk memata-matai Yusril yang saat itu menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg). Tugas spionase itu diberikan SBY kepada Syamsir saat Yusril melakukan kunjungan rahasia ke Singapura. Saat itu, Yusril disebut-sebut bertemu dengan sejumlah pengusaha asal Cina.
Istana sudah membantah semua tudingan itu. Mulai dari Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Luar Negeri, Teuku Faizasyah, Staf Khusus Bidang Dalam Negeri Julian Aldrin Pasha, serta para menteri, termasuk putra bungsu SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) juga membantah.

Selain tudingan penyalahgunaan kekuasaan, The Age dalam informasi kawat diplomatik yang dibocorkan WikiLeaks mengatakan Presiden SBY melalui Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengintervensi hakim yang menyidangkan kasus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Hal ini ditampik Ketua DPP PKB Helmy Faizal Zaini.

“Terkait tuduhan itu, sama sekali tidak mendasar. Seharusnya dibuktikan di pengadilan. Tidak bisa sembarangan menuduh,” kata Helmy di Kantor PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta, Minggu (13/3).

Apalagi, sumber itu, keluar dari orang asing. Sebab bagi dia, tidak seharusnya orang asing ikut campur dalam urusan dalam negeri negara lain. “Berita tersebut dikeluarkan tanpa sumber yang jelas, berita yang tidak mendasar. Kalau mau Wikileaks datang tabayyun,” sambung Helmy.

Dia lantas menuturkan tentang sengketa parpol. Di dalam UU Parpol, sengketa parpol bisa ditempuh melalui 3 jalur yakni musyawarah mufakat, menunjuk pihak ketiga, dan jika belum juga menemukan penyelesaian maka beru ditempuh tahap akhir melalui jalur pengadilan. “Kita sudah melalui proses yang begitu panjang. Tidak ada abuse of power atau intervensi dari pemerintah,” sambung pria yang menjadi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal ini.
Dia menambahkan, keikutsertaan PKB dalam koalisi karena ingin bersama-sama mendorong kebijakan yang pro kepada rakyat.

Dituliskan dalam The Age, Jumat (11/3) bahwa kawat Kedutaan AS juga menyatakan bahwa SBY melalui Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi untuk ‘mengintimidasi’ setidaknya satu hakim pengadilan dari kasus sengketa kepengurusan PKB 2006. Sudi meminta pada hakim untuk tidak memenangkan PKB Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
“Menurut kontak kedutaan, Sudi mengatakan kepada hakim ‘jika pengadilan membantu (Wahid) itu akan seperti membantu untuk menggulingkan pemerintah’,” tulis The Age.

Namun intervensi dari ‘tangan kanan SBY’ itu tidak berhasil dalam arti langsung karena, menurut sumber-sumber di Kedubes AS yang berhubungan dekat dengan PKB dan pengacara yang terlibat dalam kasus ini, pendukung Gus Dur menyuap hakim. “Pendukung Wahid membayar hakim dengan uang suap Rp3 miliar untuk putusan yang memberikan kontrol pada PKB Wahid bukannya faksi pembangkang,” tulis The Age.

Namun, tujuan strategis SBY dicapai melalui tekanan eksternal saat Gus Dur pada ‘posisi genting’ yang akhirnya membuat PKB Gus Dur mendukung pemerintah.

Seperti diketahui, PKB mengalami konflik internal yang akhirnya memecah PKB jadi 2. DPP PKB Kubu Gus Dur yang juga didukung Muhaimin Iskandar hasil Muktamar Semarang menggugat keabsahan Muktamar PKB di Surabaya serta menggugat Alwi Sihab dan kawan-kawan telah secara tidak sah menggunakan logo dan atribut PKB.
Namun akhirnya PKB Gus Dur mendukung pemerintahan Presiden SBY, apalagi masih memiliki 3 perwakilan di kabinet SBY yaitu Menteri Tenaga Kerja Erman Suparno, Menteri Percepatan Pembangunan Kawasan Tertinggal Saifullah Yusuf, dan Zanuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid yang menjadi staf ahli presiden.(net/bbs/jpnn)

Exit mobile version