Site icon SumutPos

Golkar Mau Demokrat

JAKARTA, SUMUTPOS.CO-Sikap tak pasti yang ditunjukan Partai Golkar ketika PDIP sowan ternyata memiliki arti yang lain. Partai Golkar ternyata mau menjadikan Partai Demokrat sebagai rekan koalisi. Bahkan, jalinan komunikasi kedua partai telah dijalin sebelum Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 9 April lalu.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Sharif Cicip Sutardjo menyebutkan, komunikasi dengan semua partai memang terus dibuka. Namun, menurut dia, salah satu partai yang paling serius didekati adalah Demokrat. Sebelum pelaksanaan pemilihan umum legislatif (pileg), jelas Cicip, Ical sudah kerap bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). “Namun, pascapileg saat ini belum bertemu,” ungkapnya, Sabtu (12/4) lalu.

Cicip menambahkan, Golkar tidak pernah mematok figur cawapres apakah berasal dari Jawa atau non-Jawa. Hal yang terpenting adalah cawapres pendamping Ical harus cocok dengan Ical selaku capres. “Kita akan pilih orang yang bisa membawa suara atau pengaruh. (Karena) di bawah 112 kursi, kita belum bisa mengajukan,” ujarnya.

Ya, kandidat cawapres Golkar pendamping Ketua Umum Aburizal Bakrie belum definitif. Sejumlah nama sempat digadang-gadang. Namun, keputusan akhir sosok cawapres pendamping Ical ‘sapaan akrab Aburizal’ akan ditetapkan dalam forum rapat pimpinan nasional (rapimnas).

Cicip menyatakan, forum rapimnas 2012 telah menetapkan Ical sebagai capres. Sebagai penentu sosok cawapres nanti, sudah sepatutnya Golkar menggelar forum yang sama. Sekaligus meminta pandangan dan kesepakatan dari DPD tingkat I partai beringin. “Cawapres tetap disahkan pada rapimnas Mei nanti,” ujar Cicip di kantor DPP Partai Golkar.

Cicip menerangkan, Golkar akan memastikan terlebih dahulu perolehan riil suara nasional berdasar keputusan KPU. Golkar ingin memastikan apakah mampu mencalonkan pasangan capres dan cawapres sendiri. Jika tidak, partai beringin perlu berkoalisi demi memenuhi persyaratan persentase kursi atau suara pengajuan pasangan capres dan cawapres. “Paling tidak satu partai untuk koalisi. Nanti kami koalisi sekaligus untuk parlemen,” katanya.

Namun, Ketua DPP Partai Golkar Yorrys Raweyai punya penilaian tersendiri terhadap Demokrat. Dia menilai, partai berlambang bintang mercy itu lebih cenderung merapat ke Gerindra. Hal itu, menurut dia, didasarkan pada perkembangan politik terkini beberapa hari terakhir.

“Sekarang, perkembangan koalisi sudah semakin mengerucut, Demokrat lebih cenderung ke Gerindra,” kata Yorrys yang juga menjadi salah pembicara di acara diskusi tersebut.

Hingga hari ini, poros koalisi yang mulai terang terbentuk adalah poros koalisi PDIP. Partai yang akan mengusung Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo itu telah resmi memastikan menggandeng Partai Nasdem. Partai lainnya yang juga diperkirakan segera merapat adalah PKB.

Lalu, kemana saja Golkar akan membangun porosnya? Yorrys belum mengungkapkannya secara gamblang. Dia hanya menyatakan kalau segala sesuatunya akan ditentukan di forum rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang diagendakan akan dilaksanakan Mei mendatang. Agenda utamanya adalah selain membahas cawapres, juga membahas evaluasi hasil pileg. “Kemungkinan di situ masih akan berkembang dan sangat dinamis,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Polcomm Institute Heri Budiarto menyatakan, dengan asumsi akan ada tiga klaster besar pencapresan, posisi Ical tidak menguntungkan dibanding capres PDIP Joko Widodo dan capres Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto. Dengan perolehan nasional di kisaran 14-15 persen, Golkar memerlukan usaha keras untuk berkoalisi dengan partai peserta pemilu lainnya. “Agak susah bagi Partai Golkar menggandeng koalisi,” ujarnya.

Heri menilai, di antara PDIP dan Gerindra, Golkar akan paling sulit mendapatkan mitra koalisi. Dari sebaran capres, elektabilitas paling rendah dimiliki Ical. Posisi Demokrat yang juga didekati Golkar pun sangat penting bagi partai lain. Namun, Golkar hanya membutuhkan setidaknya satu partai untuk bisa mengajukan pasangan calonnya dalam pilpres.

Andalkan Peserta Konvensi

Di sisi lain, Demokrat memastikan tidak akan menggantung pelaksanaan konvensi capres yang telah diikuti 11 peserta selama ini. Dalam sepekan ke depan, partai yang dikomandani SBY itu akan segera mengambil keputusan. Pemenang konvensi pun tetap dijadikan andalan partai berlambang mercy ini dalam berkoalisi.

“Kemungkinan besar dalam minggu depan, Pak SBY akan ambil keputusan, usung capres atau tidak, atau wakil saja,” ungkap Wasekjen DPP PD Andi Nurpati disela acara diskusi yang diadakan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) di Warung Daun, Jakarta, kemarin (13/4). Dia menyatakan, keputusan akhir tentang hal tersebut akan sangat ditentukan oleh perkembangan komunikasi-komunikasi politik yang kini sedang intens dilakukan dengan sejumlah pihak.

Berkaitan dengan pelaksanaan konvensi, dia kemudian mengatakan, kalau ajang penjaringan capres oleh partainya itu juga akan segera selesai. “Mereka (peserta konvensi) nggak digantung, nggak menutup kemungkinan dari mereka diambil jadi cawapres. Masih tergantung komunikasi politik,” tegas mantan anggota KPU tersebut.

Dia menambahkan, melihat hasil perolehan suara partainya di proses hitung cepat, kemungkinan besar Demokrat memang hanya akan mengusung pemenang konvensi menjadi cawapres. “Jadi, intinya peserta konvensi tetap dipakai. Komunikasi dengan parpol yang sudah punya capres terus dilakukan,” ungkap Andi.

Namun, Andi masih belum mau buka suara dengan partai mana Demokrat nanti akan menjatuhkan pilihan. “Prinsip, komunikasi jalan terus, termasuk dengan PDIP, Gerindra, dan Golkar yang memang berada di atas kami dan sudah punya calon,” jelasnya.

Sementara itu, isu poros tengah memiliki potensi menjadi kekuatan keempat dalam pemilu presiden. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai isu koalisi poros tengah menarik untuk diikuti, namun harus diinisiasi oleh parpol Islam yang saat ini memiliki suara terbanyak.

Ketua Fraksi yang juga Capres PKS Hidayat Nur Wahid menilai, poros tengah yang dalam istilahnya sebagai poros partai islam memiliki potensi kekuatan yang besar. Jika merujuk pada hasil hitung cepat, meski bukan hasil resmi, poros partai Islam bisa menyentuh kekuatan hingga 30 persen. “Itu satu alternatif yang sangat baik,” ujar Hidayat saat dihubungi, kemarin (13/4).

Menurut Hidayat, jika poros partai Islam bisa terealisasi, harus ada parpol yang mau untuk menggalang suara. Dalam hal ini, parpol Islam yang memiliki suara terbesar paling ideal untuk menjadi inisiator. “Lebih baik yang menggalang adalah PKB sebagai pemilik suara terbesar berdasar hitung cepat,” ujarnya.

Namun wacana poros tengah itu tak terlalu mendapat sambutan positif. Sebelumnya, Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan, pembentukan koalisi dengan basis kesamaan ideologi sudah tidak lagi releven. Apalagi saat ini, kata dia, secara platform dan program, partai-partai tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Saat ini, PAN terus melakukan komunikasi intensif dengan parpol lain. Wasekjen PAN Teguh Juwarno menambahkan, PAN akan turut serta dalam koalisi kebangsaan atau kerakyatan yang mengedepankan kepentingan bangsa. Perolehan suara berdasarkan proses hitung cepat menjadi modal PAN dalam melakukan penjajakan.

“PAN percaya diri untuk membangun koalisi dengan partai lain,” katanya. Namun belum diputuskan ke mana arah koalisi PAN. Hanya saja, dua hari sebelum pileg, Ketua Umum PAN Hatta Rajasa mengundang elite PDIP yang diwakili Ketua BP Pemilu PDIP Puan Maharani dan Sekjen Tjahjo Kumolo dalam pertemuan di kediamannya. (dyn/bay/fal/c-9/fat/jpnn/rbb)

Exit mobile version