Site icon SumutPos

Pesimis Jalan Arteri Selesai, Andalkan KA Medan-Kualanamu

JAKARTA-Lambatnya penyelesaian pembangunan jalan arteri non tol Medan-Kualanamu sepanjang 14,5 kilometer, ternyata menjadi bahan pembahasan di Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Secara khusus, rapat kesiapan operasional Bandara Kualanamu dibahas di Kemenhub pada Rabu (12/9).

PEMBANGUNAN: Fly over menuju Bandara Kualanamu masih tahap pembangunan.//batara/sumut pos
PEMBANGUNAN: Fly over menuju Bandara Kualanamu masih tahap pembangunan.//batara/sumut pos
Kementerian yang dipimpin EE Mangindaan itu pun cemas bila jalan arteri non tol Medan-Kualanamu itu belum juga beres. Pasalnya, tahun depan bandara baru itu sudah siap dioperasionalkan.

Langkah antisipasi yang dilakukan, Kemenhub mendorong percepatan pembangunan jalur Kereta Api (KA) Medan-Kualanamu untuk mengangkut penumpang pesawat yang terbang dari Kualanamu. “Kita mendorong jalur KA untuk dipercepat pembangunannya. Karena yang menyiapkan stasiunnya adalah Angkasa Pura II,” ujar Juru Bicara Kemenhub, Bambang Irvan, saat dihubungi Sumut Pos dari Jakarta, Kamis (13/9).
Mengenai pembangunan jalur KA, Bambang menjelaskan, hingga saat ini pembangunan badan jalannya sudah kelar. “Tinggal penempatan rel-relnya saja,” imbuhnya.

Dengan progres yang seperti ini, jalur KA lebih bisa diandalkan kesiapannya dibanding jalur darat melalui jalan non tol Medan-Kualanamu. Kapan target jalur KA siap digunakan? Bambang menyebutkan, targetnya Maret 2013. “Kita targetkan Maret 2013 sudah operasi,” ucapnya.

Dia katakan, didorongnya percepatan jalur KA ini semacam langkah antisipasi terhadap terhambatnya pembangunan jalan non tol yang masih berkutat pada masalah pembebasan lahan. “Kita juga dorong Bina Marga untuk cepat menyelesaikannya,” ujar Bambang.

Dijelaskan, dalam setiap rapat koordinasi hambatan-hambatan target operasional Bandara Kualanamu selalu dibahas. Khusus soal jalan non tol, koordinasi Kemenhub langsung dilakukan dengan Dirjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum. “Kita dorong juga percepatan pembangunan tol Medan-Kualanamu. Rapat koordinasi terakhir digelar kemarin (Rabu, Red),” paparnya.

Sementara, terkait proses pengerjaan sisi udara bandara yang menjadi tanggung jawab Kemenhub, Bambang menyebutkan, hingga saat ini penyelesaian sudah mencapai 95 persen. “Hampir 100 persen. Kita targetkan akhir tahun sudah 100 persen. Ini sisi udara yang menjadi tanggung jawab kita,” ulasnya. Sisi udara yang hampir kelar 100 persen antara lain landasan, apron, navigasi dan peralatannya, tower, dan lainnya.

Sementara, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Wijaya Seta, yang berwenang mengurusi jalan arteri non tol Medan-Kualanamu, belum bisa dimintai keterangan. Saat dihubungi, dia tidak angkat telepon dan juga tak menjawab pertanyaan lewat layanan pesan singkat.

Namun, sebelumnya Wijaya Seta pernah mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya menyelesaikan masalah pembebasan lahan sepanjang 2 kilometer, bersama dengan Pemprov Sumut. Dia mengakui, jalan tersebut penting karena akan menjadi jalan utara menuju Bandara Kualanamu.

Wijaya mengatakan, target pembebasan lahan bisa rampung tahun ini. Rencananya, pada tahap awal, jalan arteri itu terdiri dari dua lajur dan dua arah. Selanjutnya, akses ke bandara ini akan diperluas menjadi empat lajur dan dua arah.

Tahun ini, Kementerian PU menganggarkan dana Rp90 miliar untuk pembebasan lahan dan konstruksi jalan arteri Medan-Kualanamu. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan anggaran Rp230 miliar bagi pengadaan lahan proyek jalan tol Medan-Kualanamu.

Untuk proyek jalan tol, pembebasan lahannya memang tergolong lambat. Akibatnya, pinjaman dari China belum bisa dicairkan meski sudah diteken. “Kalau pembebasan tanah sudah 50 persen, mereka (China) baru mau mencairkan,” katanya beberapa waktu lalu.

Pemprovsu Janjikan Penyelesaian Ganti Rugi Lahan Jalan Arteri

Sementara itu, Pemprovsu berjanji pada November 2012 mendatang tidak akan ada lagi persoalan pembebasan lahan di area jalan arteri atau non tol Medan-Kualanamu.  Setidaknya itu diungkapkan Assisten Hukum dan Pemerintahan Pemprovsu, Mahmud Sagala yang ditemui Sumut Pos, di ruang kerjanya, di Kantor Gubsu, Jalan Diponegoro, Medan, Rabu (12/9) lalu.

Jawaban Mahmud tersebut juga, setidaknya menjadi janji kedua Pemprovsu setelah janji pertamanya tidak terselesaikan. Hal itu adalah persoalan ganti rugi tersebut bisa terselesaikan pada Mei 2012 lalu, namun nyatanya sampai September 2012 ini masalah itu tidak terselesaikan. “Kita usahakan November ini bisa selesai. Itukan yang diganti rugi adalah tanah HGU dan Eks HGU PTPN II, berikut tanaman dan bangunan. Persoalannya, PTPN II tidak mau membayar ganti rugi bangunan,karena menurut mereka itu bukan bangunan PTPN II. Itulah masyarakat meminta. Tapi itulah tadi ada uang kerohiman. Sebenarnya, yang 13 KK itu tidak masalah. Yang karyawan dan eks karyawan PTPN II. Yang masalah sekarang yang 94 KK, yang di eks HGU di Desa Telaga Sari dan Buntu Dalu X,” ungkap Mahmud.

Apakah selesai secara keseluruhan? Artinya, tidak hanya ganti rugi lahan tapi juga kedua ruas jalan sudah selesai pembangunannya? Terkait hal itu, Mahmud hanya menjawab intinya ruas jalan tersebut sudah bisa dilalui dan tidak lagi ada masalah pembebasan lahan. “Ya sudah bisa dilaluilah,” katanya sembari tertawa.

Bagaimana pula dengan adanya pernyataan pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga Pusat, yang melarang ganti rugi atas persoalan sengketa lahan tersebut?

Menyangkut hal itu, Mahmud Sagala menjawab tidak secara eksplisit. “Itu yang di HGU memang tidak dibayar. Mungkin itu yang di lahan Eks HGU,” jawabnya.

Dijelaskannya, yang saat ini masih terkendala ganti rugi lahan dan masih adanya pengakuan masyarakat, tentang kepemilikan sertifikat lahan adalah terletak pada lebih kurang seluas 2.021 meter. “Itu terjadi sengketa antara masyarakat dengan pengurus tanah wakaf. Itukan ada di atas tanah wakaf. Itu tidak ada sertifikat. Itu daerah Araskabu, sekitar satu kilometer dari fly over yang ke Kualanamu. Iya, yang tembus ke jalan yang menuju simpang kayu besar Tanjungmorawa,” rincinya.

Mahmud membantah, jika jumlah Kepala Keluarga (KK) tidak sebanyak 170 KK, melainkan hanya 103 KK. “Masih ada persoalan terkait ganti rugi sebanyak 107 Kepala Keluarga (KK). 13 KK di antaranya adalah karyawan dan eks karyawan PTPN II selebihnya masyarakat.  Rencananya, itukan lahan HGU dan eks-HGU PTPN II. Ya itu dibayarkan oleh PTPN II. Ya itu makanya, katanya ada sertifikat, tapi buktinya mana?” paparnya.

Apakah jumlah KK tersebut adalah masyarakat yang minta ganti rugi tanah Rp1 juta per meter? Dan apakah itu akan direalisasikan serta berapa Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang sebenarnya? Mahmud mengakui, jika 107 KK tersebutlah yang mendesak agar ganti rugi lahan sebesar Rp1 juta per meter.
“Ya, termasuk itulah. Dan tidak mungkin itu dibayar yang minta Rp1 juta, sesuai NJOP yang ada. Besaran NJOP saya kurang tahu,” cetusnya.

Terkait masalah ini, Anggota Komisi A DPRD Sumut, Syamsul Hilal mengatakan, dalam hal ini pemerintah provinsi sumatera utara (Pemprovsu) wajib ganti rugi kepada 107 KK yang tergusur akibat pembangunan kualanamu.  “Negara wajib berikan ganti rugi. Karena masyarakat di sana sudah menggarap lahan yang selama ini tidak dipakai pemerintah,” katanya.

Ditanya mengenai, masyarakat setuju dengan ganti rugi, namun harga ganti rugi tidak sesuai dengan keinginan masyarakat, Syamsul menyatakan dalam hal ini pemprovsu harus mencocokkan ganti rugi sesuai keinginan masyarakat.  “Kalau tidak ada dana, silahkan masukkan anggaran ganti rugi ke APBD. Kenapa pemerintah harus kikir kepada rakyatnya sendiri,” ujar Syamsul. (sam/ari)

Exit mobile version