Site icon SumutPos

DPR Fokus Besaran Proporsi Subsidi, Dorong Pemanfaatan Dana Haji 45 Persen

Marwan Dasopang Wakil Ketua Komisi VIII DPR

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pembahasan biaya haji 2024 resmi dimulai. Dalam beberapa waktu ke depan, pemerintah bersama Komisi VIII DPR bakal rapat marathon untuk menetapkan besaran ongkos haji. Parlemen berupaya meningkatkan proporsi subsidi atau penggunaan nilai manfaat pengelolaan dana haji.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang memahami usulan yang sudah disampaikan Menag Yaqut Cholil Qoumas. Pada usulan itu, proporsi subsidi biaya haji sebesar 30 persen. Sedangkan biaya yang ditanggung jamaah adalah 70 persen. “Jadi dalam usulan Kemenag, jamaah membayar Rp73 juta,” katanya, kemarin (14/11).

Diketahui, Kemenag mengusulkan biaya haji sekitar Rp105 juta per jamaah. Perinciannya adalah Rp73 juta ditanggung jamaah dan Rp32 juta diambil dari nilai manfaat pengelolaan dana haji di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Menurut Marwan, usulan Kemenag tersebut didasari pada kemampuan keuangan di BPKH. Dikhawatirkan jika terlalu tinggi, uang hasil pengelolaan dana haji di BPKH tersedot cukup besar.

Meskipun begitu Marwan mengatakan, mereka akan menyoroti penentuan proporsi biaya langsung dan subsidi tersebut. “Mungkin nanti bisa digeser menjadi 60:40 persen,” katanya.

Maksudnya jamaah menanggung 60 persen biaya haji. Sisanya 40 persen dari nilai manfaat dana haji.

Namun Marwan mengatakan, nanti bisa juga tetap menggunakan skema proporsi biaya haji 2023. Yaitu jamaah menanggung 55 persen biaya haji. Sisanya sebanyak 45 persen biaya haji ditanggung oleh nilai manfaat dana haji di BPKH. “Nanti kami bahas dengan BPKH, uangnya cukup atau tidak,” tuturnya.

Secara khusus dia mengkritisi kinerja BPKH dalam mengelola dana haji. Pasalnya hasil pengelolaannya belum maksimal. Sehingga tidak bisa memberikan subsidi yang lebih besar kepada jamaah.

Persoalan lain yang bakal disoroti dalam pembahasan biaya haji adalah perincian komponen biaya haji. Marwan mengatakan pos penganggaran yang tidak terkait langsung dengan jamaah apakah masih bisa dihapus. Dia mencontohkan adanya pos anggaran pengelolaan BPIH sebesar Rp 319 ribu per jamaah.

Marwan mengatakan, biaya pengelolaan BPIH, selama itu dilakukan oleh ASN Kemenag, sudah ada pos anggarannya. Apalagi ASN juga sudah mendapatkan gaji dari negara. Kecuali jika nanti membutuhkan tenaga musiman atau sejenisnya yang tidak ada alokasi gajinya di APBN Kemenag.

Dia menargetkan pembahasan biaya haji selesai akhir November ini. Pasalnya Desember nanti DPR sudah masuk masa reses. Setelah itu DPR banyak yang berfokus pada pelaksanaan Pemilu atau Pileg 2024. Dia berharap pembahasan BPIH berjalan dengan lancar.

Di bagian lain Menag Yaqut menegaskan, nominal biaya haji yang muncul saat ini adalah usulan. Dia menuturkan selama ini sudah berlaku siklus pembahasan biaya haji. Diantaranya adalah penyampaian usulan biaya haji dari Kemenag. Usulan ini kemudian dibahas bersama antara Panja BPIH DPR dengan Panja BPIH pemerintah. “Kita usulkan BPIH sebesar Rp 105 juta per jamaah. Usulan ini yang akan dijadikan bahan pembahasan oleh Panja, untuk nantinya disepakati,” paparnya.

Dia mengatakan, nanti juga dilakukan telaah terhadap harga-harga pelayanan haji secara riil di Saudi. Dia menegakan untuk biaya haji 2024, pemerintah hanya menyampaikan usulan BPIH saja. Pemerintah tidak menghitung komposisi besaran biaya haji yang dibayar jamaah (Bipih) dan subsidi atau nilai manfaat.

Sebagai perbandingan pada musim haji 2023, pemerintah mengusulkan biaya haji Rp 98,89 juta. Kemudian biaya haji yang disepakati adalah Rp 90 jutaan, atau turun hampir 10 persen dari usulan. Selanjutnya disepakati biaya yang ditanggung jamaah sekitar RP 49,8 juta. Kemudian nilai manfaat atau subsidi dari BPKH Rp 40,2 jutaan. (wan/jpg/man/adz)

Exit mobile version