Site icon SumutPos

DPR Takut Ahok Effect

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – DPR berencana menaikkan syarat suara untuk menjadi calon kepala daerah perseorangan sebesar 15-20 persen. Selama ini, calon perseorangan hanya sekitar 6,5-10 persen dukungan dari daftar pemilih tetap. Rencana ini diduga strategi partai politik untuk menggagalkan pencalonan kepala daerah melalui jalur independen.

 

“Karena ada tren, masyarakat tidak ingin calonnya dikuasai oleh oligarki. Karena itu masyarakat mendukung calon independen,” kata pengamat politik Ray Rangkuti, Selasa (15/3).

 

Menurut Ray, rencana ini muncul lantaran bakal calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang memilih maju melalui jalur independen.

 

“Apakah mereka akan benar-benar menaikkan syarat bagi parpol atau sekedar taktik untuk menyulitkan independen? Yang ditakutkan di menit terakhir kenaikan parpol ditiadakan, dan hanya ada kenaikan untuk jalur independen,” terang Ray.

 

Ray menilai ada ketakutan di tubuh parpol atas rencana Ahok maju melalui jalur independen dalam Pilgub DKI Jakarta.

 

“Tren seperti Ahok bisa terjadi di seluruh daerah, rakyat ramai-ramai mendukung jalur independen. Bisa-bisa enggak laku lagi parpol. Karena itu naikkan lah persyaratan untuk maju lewat jalur independen, karena ketakutan parpol,” imbuh Ray.

 

Ketua Komisi II DPR, Rambe Kamarulzaman mengatakan, kenaikan besaran syarat dukungan untuk calon perseorangan ini menjadi usulan beberapa fraksi untuk dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.

 

“Syarat 6,5-10 untuk calon perseorangan ada pikiran di DPR dari beberapa fraksi untuk dinaikkan dan bukan diturunkan. Alternatifnya 15-20 persen biar sama maksimalnya,” tutur Rambe di kompleks parlemen Senayan, Selasa (15/3).

 

Politikus Partai Golkar ini menambahkan, usulan untuk menaikan syarat pencalonan perseorangan ini untuk menyetarakan syarat calon yang diusung partai politik. Saat ini syarat dukungan bagi parpol untuk mengusung calon kepala daerah sebesar 20 persen dukungan kursi atau 25 persen dukungan dari DPT.

 

Rambe mengatakan, kenaikan ini murni untuk memberi kesetaraan terhadap calon perseorangan dan dari partai politik. Calon ingin maju melalui parpol atau perseorangan akan menjadi sama ketentuannya.

 

Rambe berharap usulan kenaikan syarat calon perseorangan ini disetujui oleh seluruh pihak. Namun, sampai saat ini rancangan revisi UU Pilkada dari pemerintah belum masuk ke DPR RI. Rambe optimistis usulan ini tidak banyak menuai pertentangan. Sebab, ini hanya untuk kesetaraan.

 

“Kecuali syarat parpol juga kita turunkan, parpol kita buat juga 6,5-10 persen, jadi untuk memperbanyak calon, turunkan syarat untuk parpol,” tegas Rambe.

 

Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edi menjelaskan, penaikan dilakukan untuk menyeimbangkan dengan syarat calon usungan parpol yang naik 5 persen menjadi 20 persen kursi DPRD.

 

“Timbul wacana di kita bahwa UU Pilkada ini harus pada asas keadilan. Karena syarat untuk calon independen jauh dari syarat untuk parpol, kita naikkan agar tetap berkeadilan,” kata Lukman, kemarin.

 

Lukman mengatakan, dukungan bagi pasangan calon independen idealnya sekitar 20 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Dengan begitu, ada keseimbangan dengan syarat dukungan parpol sebesar 20 persen kursi legislatif atau 25 persen suara sah pemilu 2014.

 

“Ada dua model. Naik 10-15 persen dari DPT atau 15-20 persen dari DPT. Agar imbang (independen) dengan syarat parpol,” katanya di gedung DPR Jakarta, Selasa (15/3).

 

Sebelumnya, MK memutuskan lewat judicial review Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bahwa syarat calon perseorangan hanya membutuhkan dukungan 6,5-10 persen jumlah DPT. Keputusan ini menurut politikus PKB itu tanpa meminta pertimbangan DPR.

 

“MK tidak meminta pertimbangan kami sebagai pembuat UU. Jadi MK memutuskan 6-5-10 persen dikalikan DPT. Ya tidak apa-apa itu final and binding,” jelas Lukman.

 

Tapi, ia menegaskan perubahan ini tak ada kaitan dengan Pilkada DKI Jakarta. Sebagaimana diketahui, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memang sudah memutuskan maju lewat jalur independen.

 

“Ini tidak spesifik DKI. Kami kan melihat seluruh Indonesia. Jangan UU dikorbankan untuk satu provinsi,” tegas Lukman.

 

Sebaliknya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai tidak perlu ada perubahan untuk syarat calon Independen dalam Pilkada 2016 mendatang. Menurutnya, syarat dukungan yang ada saat ini yakni 6,5-10 persen dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sudah sesuai.

 

“Saya kira, syarat calon independen tidak ada masalah. Walaupun jumlah calon independen sedikit. Tapi jangan diukur sedikitnya tapi kesempatan yang diberikan pemerintah itu ada,” kata Tjahjo di Jakarta, Selasa (15/3).

 

Ia pun mengatakan jangan ada aturan yang membatasi hak politik warga negara untuk maju dalam Pilkada, termasuk dengan menaikkan syarat dukungan calon independen maupun partai politik.

 

“Jangan ada kesan membatasi. Ini kan hak politik warga negara, hak politik warga masyarakat yang ingin mencalonkan diri, mencalonkan seseorang dan dicalonkan seseorang,” ujar Tjahjo.

 

Menurutnya, setiap warga negara berhak maju sebagai calon baik diusung partai politik atau lewat jalur Independen.

 

 

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mempertanyakan rencana revisi UU Pilkada. Terutama soal meningkatkan syarat bagi calon independen hingga 20 persen dalam revisi tersebut.

 

“Menurut saya usulan meningkatkan syarat untuk calon independen itu sangat tidak masuk akal dan tidak fair,” kata Refly di Jakarta, Selasa (15/3)

 

Harusnya, kata Refly, pintu untuk calon independen dibuka selebar-lebarnya. Termasuk untuk, calon dari partai politik (parpol). Ia menegaskan, kesempatan setiap calon harus sama besar sehingga tak perlu berpaku pada banyaknya perolehan jumlah kursi.

 

“Jadi mau itu calon independen atau dari parpol jangan dihalangi. Semua parpol atau dari nonparpol bebas berkompetisi. Kan nanti ujungnya rakyat yang pilih,” kata Refly.

 

Refly pun menegaskan Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menerbitkan putusan untuk meringankan syarat bagi calon independen tahun lalu. Aturan mainnya calon independen atau perseorang mengumpulkan 6,5 hingga 10 persen jumlah pemilih tetap. Karena itu, ia menduga revisi UU tersebut sebenarnya  bentuk ketakutan dari partai politik terhadap calon independen, termasuk calon gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok).

 

“Usul memperberat syarat calon independen kemungkinan bisa terjadi salah satunya karena Ahok, mungkin ya. Tapi saya juga takut kalau syarat dipersulit ada upaya untuk mengekslusifkan kursi atau calon dari parpol,” tegas Refly.

 

Refly berharap kompetisi politik melalui pilkada bisa dijalankan secara adil tanpa dihalang-halangi melalui revisi UU yang memberatkan para bakal calon pilkada.

Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menilai usulan kenaikan syarat dukungan calon dari jalur independen oleh DPR ini sangat bermuatan politik. Ada semangat berbeda ketika DPR mengusulkan revisi syarat dukungan calon independen.

 

“Ini politis sekali tujuannya, jelas isu utamanya deparpolisasi, parpol cemas karena tidak lagi diminati rakyat dan seterusnya,” kata Ismail.  (jpnn/bbs/val)

 

 

Exit mobile version