Site icon SumutPos

Pilkada Serentak Bisa Berserak

KOTAK SUARA: Sejumlah kotak suara didistribusikan untuk digunakan dalam pemungutan suara, beberapa waktu lalu.  di Sumutngan, jika wilayah tersebut berpenduduk diatas 500.000 jiwa, maka calon harus dapat dukungan sebanyak empat persen dari jumlah tersebut. “Kita berharap dapat data yang palit, sehingga akan ada jumlah berapa sebenarnya du
KOTAK SUARA

SUMUTPOS.CO- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum bersedia mengomentari wacana dari sejumlah pemerhati pemilukada mengenai perlunya jadwal pilkada ditunda hingga Juni 2016.

Usulan ini muncul jika hingga 19 April mendatang masih ada daerah yang belum menyiapkan anggaran pilkada. Tanpa dana memadai dan cenderung dipaksakan, pelaksanaan pilkada serentak akhir tahun ini bisa berujung berantakan.

“Saya belum mau menanggapi. Kita masih akan terus berusaha. Itu kan baru asumsin
Intinya Mendagri Pak Tjahjo Kumolo ingin pilkada dilaksanakan secara sukses. Terlaksana 100 persen, kita tetap upayakan,” ujar Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Keuda Kemendagri) Reydonnyzar Moenek, Rabu (15/4).

Menurut mantan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri ini, pihaknya belum bersedia menanggapi, paling tidak hingga pertemuan dengan seluruh daerah selesai digelar Jumat (17/4) mendatang. Karena dari pertemuan akan diketahui secara persis, solusi yang akan dicapai mengatasi permasalahan-permasalahan yang mungkin masih terjadi di sejumlah daerah.

“Makanya kita terbitkan radiogram ini ke daerah. Kita ingin 100 persen. Kecuali ada situasi tertentu. Kita lihat hasil pertemuan Jumat lain,” ujarnya.

Menurut birokrat yang akrab disapa Donny ini, Kemendagri saat ini juga tengah menyiapkan revisi Peraturan Mendagri Nomor 44 Tahun 2007 yang sebelumnya telah diubah dengan Permendagri Nomor 57 tahun 2009, tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Pilkada.

Revisi menurutnya, akan disesuaikan setelah sebelumnya sebagian kalangan menilai Permendagri tak lagi bisa menampung aturan baru sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2015, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Misalnya terkait biaya kampanye, kini dibebankan pada pemerintah. Sementara dalam aturan sebelumnya, pembiayaan kampanye tidak termasuk dalam anggaran KPUD.

“Jadi akan kita sesuaikan dengan UU Nomor 8 Tahun 2015. Intinya, guna membantu dan memudahkan KPU. Sekalipun itu berupa hibah, tetap dilaporkan dengan mekanisme APBN. Mengingat pilkada di depan mata dapat langsung digunakan. Jadi tidak ada silang pendapat terkait masalah-masalah register itu. Jadi langsung dapat digunakan yang nanti pertanggungjawabannya tetap tidak terpisahkan dari laporan keuangan KPUD,” katanya.

Di Sumut, sedikitnya tujuh kabupaten/kota yang ikut ditetapkan menggelar pilkada serentak, hingga kini belum memiliki anggaran pilkada.

Ketujuh daerah itu adalah bagian dari sembilan daerah di Sumut yang ditetapkan belakangan untuk ikut menggelar pilkada serentak karena masa akhir jabatan kepala daerah yang berakhir pada semester pertama 2016. Masing-masing yakni Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Karo, Nias, Nias Selatan, Nias Utara, Nias Barat dan Kota Gunung Sitoli.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumut, Benget Silitonga, kemarin, mengatakan, pihaknya berharap agar pemerintah daerah (pemda) di tujuh kabupaten kota tersebut segera mungkin menyelesaikan persoalan anggaran pilkada sehingga tidak mengganggu tahapan pilkada yang sebentar lagi dimulai.

“Harus segera mungkin diselesaikan. Masih ada waktu sekitar seminggu lagi,” ujar Benget.

Namun jika belum juga diselesaikan, dikatakan, maka pelaksanaan pilkada di tujuh kabupaten kota itu disarankan sebaiknya untuk diundurkan 2017 mendatang. “Kita tidak ingin terlibat masalah hukum, kalau tidak ada anggarannya, jadi dari mana dananya? Kalau tidak ada dana, sebaiknya ditunda saja jadi di tahun 2017,” ujar Benget.

Pilkada serentak di Sumut telah ditetapkan dilaksanakan di 23 dari total 33 kabupaten/kota di Sumut. Sebanyak 14 kabupaten/kota merupakan daerah yang masa jabatan bupati/walikota nya akan berakhir tahun 2015, sedangkan sembilan lainnya merupakan daerah yang masa jabatan bupati/walikotanya berakhir pada semester I tahun 2016.

KPU tidak akan memaksakan untuk melaksanakan tahap pilkada di daerah yang belum menyiapkan anggaran. Beberapa daerah mungkin menunda pelaksanaan pilkada sampai anggaran siap.

Hingga saat ini, sebagian besar daerah memang sudah berkomitmen untuk menyediakan anggaran. Namun, sebagian lagi hingga saat ini belum menyatakan sanggup mendanai hajatan publik itu.

’’Kalau memang tidak cukup tersedia (dana) dan kami sulit menata pemungutan suara 2015, bisa jadi ikut gelombang berikutnya,’’ ujar Komisioner KPU Ida Budhiati setelah diskusi di Jakarta, kemarin.

Penundaan hingga gelombang berikutnya itu merupakan opsi terburuk. Opsi lainnya, penundaan tahap beberapa hari dengan catatan ada komitmen pemerintah daerah untuk menyediakan anggaran, meski terlambat. Bagaimanapun, tahap pilkada membawa konsekuensi anggaran.

Ida menjelaskan, pihaknya masih menunggu kepastian daerah yang belum menyediakan anggaran sampai dimulainya tahap pilkada 19 April mendatang. Saat itu, KPU mulai merekrut badan penyelenggara ad hoc, yakni PPK dan PPS.

Kalau dana tidak tersedia, pilkada di daerah tersebut akan ditunda. Disinggung soal daerah mana saja yang belum memastikan anggaran pilkada, Ida menyatakan tidak hafal.

Klausul penundaan itu sudah dituangkan dalam Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada. Kemarin PKPU tersebut dikirim ke Kemenkum dan HAM untuk diundangkan bersama dua PKPU lainnya. Yakni, Pemutakhiran Data Pemilih dan Tata Kerja Penyelenggara Pilkada, KPU hingga KPPS.

Komisioner 44 tahun itu menerangkan, klausul tersebut juga sudah ada dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. UU itu mengatur, pilkada bisa ditunda karena beberapa hal mendesak. Yakni, bencana alam, kerusuhan, dan gangguan lain. ’’Kami memahami, gangguan lain itu salah satu faktornya adalah ketersediaan anggaran,’’ tukasnya.

Peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, mengatakan, pemerintah bisa saja menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang dukungan dana pilkada untuk daerah. Dengan begitu, APBN bisa digunakan untuk membantu pelaksanaan pilkada. Anggarannya bisa dialokasikan dari dana cadangan atau menggeser belanja tak terduga.

“Tapi memang ini butuh pembicaraan politik. Karena melibatkan Komisi II DPR dan DPRD. Ini kan hanya berada di satu wilayah yang langsung melakukan komunikasi dan sebagainya. Revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) saja nggak sampai sebulan,” pungkas Roy. (gir/bal/bbs/val)

Exit mobile version