Site icon SumutPos

Mengaku Bertanggung Jawab tapi Menangis

Syamsul Arifin

SEPERTI pada sidang-sidang sebelumnya, saat mendengarkan pembacaan vonis di pengadilan tipikor, Jakarta, kemarin (15/8), Syamsul Arifin lebih banyak menunduk. Sepertinya loyo, kuyu, lemas duduk di kursi roda.
Tatapan matanya pun lebih banyak mengarah ke bawah, ke lantai. Dia tampak tenang, tidak ada gerakan-gerakan tubuh yang menandakan kegelisahan.

Pria kelahiran Medan, 25 September 1952 itu pun, tetap tak berekspresi tatkala ketua majelis hakim
Tjokorda Rae Suamba sampai pada kalimat vonis akhir yang menyatakan hukuman 2,5 tahun penjara.
Begitu sidang ditutup, dengan disertai tim kuasa hukumnya, Syamsul menuju deretan meja Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pria yang sejak 22 Oktober 2010 menghuni rutan Salemba itu menyalami semua anggota JPU, yang dipimpin jaksa KPK asal Aceh, Muhibuddin.

Setelah itu, puluhan wartawan langsung menyerbu. Seperti yang sudah disampaikan di persidangan, Syamsul mengaku masih pikir-pikir dulu, akan mengajukan banding atau tidak. Saat mengatakan itu, suara Syamsul mulai parau. Syamsul Huda, anggota kuasa hukum Syamsul, sempat menepuk-nepuk pelan pundak kliennya itu, agar tetap tenang, tidak emosional.

Dengan kalimat yang tersendat-sendat, disertai genangan air mata yang begitu jelas, Syamsul menyatakan bertanggung jawab. “Selaku pemimpin, saya bertanggung jawab, untuk….atas…kelalaian-kelalaian…,” kata Syamsul, tanpa meneruskan kalimatnya, lantaran tim kuasa hukumnya meminta agar wartawan mengakhiri wawancara.

Syamsul lantas balik lagi ke ruang tunggu terdakwa. Di sana, para pendukung Syamsul memenuhi ruangan, termasuk mantan Sekdaprov Sumut, RE Nainggolan.

Tidak seperti saat di ruang sidang, di ruang tunggu ini Syamsul tampak bugar. Gerakan-gerakan tubuhnya pun kelihatan gesit, tidak loyo seperti saat di depan majelis hakim.

Usai sidang pembacaan putusan, Syamsul dikembalikan lagi ke RS Abdi Waluyo. Tim kuasa hukumnya mengajukan permohonan tambahan masa pembantaran.

Seperti diketahui, Syamsul mulai ditahan KPK sejak 22 Oktober 2010. Lantas, sejak 27 Mei 2011, masa penahanannya dibantarkan lantaran hari itu masuk RS Jantung Harapan Kita, yang disambung di RS Abdi Waluyo hingga saat ini.
Dengan demikian, Syamsul baru 8 bulan menjalani masa penahanan, yang nantinya akan menjadi pengurang terhadap vonis 2,5 tahun itu. Sedang 2,5 bulan masa perawatan di RS, tidak dihitung sebagai masa tahanan, karena masuk masa pembantaran.

Jika Syamsul atau pun JPU tidak banding, maka vonis itu bersifat incrah dan selanjutnya Presiden akan mengeluarkan Kepres pemberhentian tetap Syamsul sebagai gubernur Sumut.

Misal Syamsul nantinya sudah bebas sebelum habisnya masa jabatan gubernur 2008-2013, tetap saja Syamsul tak bisa balik lagi duduk sebagai gubernur.  Sesuai UU Nomor 32 tahun 2004, bila sudah ada putusan yang bersifat incrach menyatakan seorang kepala bersalah, maka akan diberhentikan secara tetap dari jabatannya.
Kasus Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panambunan, yang hanya divonis 1 tahun 6 bulan penjara, pun tetap tak bisa balik lagi menduduki jabatan bupati ketika dia sudah bebas. Padahal, DPRD Minut yang meminta agar Vonie menjabat lagi. (sam)

Exit mobile version