Site icon SumutPos

Ketua PN Terancam Pecat

Minta Uang Rp20 Juta ke Pengecara

JAKARTA – Komisi Yudisial (KY) kembali akan mengusulkan pemecatan seorang hakim. Lembaga pengawas hakim tersebut menemukan bukti dugaan pemerasan yang dilakukan seorang Ketua Pengadilan Negeri (PN) terhadap pengacara yang tengah menangani perkara.

Penyelidikan terhadap Ketua PN tersebut sudah hampir tuntas dan segera diajukan ke sidang panel. “Itu sudah diakui oleh Ketua PN-nya. Meskipun menurut dia itu atas dasar sukarela, tapi tetap itu merupakan pelanggaran,” kata Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh kepada Jawa Pos (Grup Sumut Pos) kemarin.

KY juga telah memiliki bukti kuitansi penyerahan uang senilai Rp20 juta. “Ini bukan soal berapa jumlahnya. Tapi perilakunya jelas-jelas telah melanggar kode etik,” kata Imam. Ia tak bersedia menyebut identitas hakim yang terancam kehilangan toganya tersebut. “Kalau sedang proses tidak bisa kami buka. Yang jelas di luar Jawa,” ujarnya.

Permintaan uang kepada pengacara bermula dari perayaan peresmian Pengadilan Tipikor di ibukota provinsi dari PN tersebut. Ketua Pengadilan Tinggi (PT) yang menggelar peresmian tersebut, meminta para Ketua PN menyetorkan sumbangan untuk acara peresmian. “Ada target dana dari panitia peresmian Pengadilan Tipikor,” ujar pria kelahiran Jombang, 8 Juni 1955 tersebut.

Karena tidak ada dana resmi, Ketua PN yang tengah diselidiki KY tersebut meminta sejumlah uang kepada pengacara. “Mungkin PN itu kebingungan bagaimana cara mendapatkan dana,” kata Imam. Si pengacara yang juga telah diperiksa KY, mengaku memberikan uang karena perkaranya tengah disidangkan di PN tersebut.

Berkaca pada kejadian tersebut, KY meminta para hakim, mulai dari tingkat PN hingga Mahkamah Agung, tidak menggelar acara yang tidak memiliki dasar anggaran yang jelas. KY saat ini menyoroti Pertandingan Tenis Antar Warga Pengadilan (PTWP) se-Indonesia yang digelar meriah di GOR Kodam V Brawijaya mulai 14 Desember kemarin.

KY meminta kejelasan sumber dana acara yang dibuka Ketua MA Hatta Ali tersebut.

“Saya ingatkan agar biaya yang besar untuk acara itu benar-benar berasal dari dana yang jelas. Jangan sampai membebani hakim-hakim atau Ketua PN, Ketua PT, untuk mencari dana dari mana saja,” ujar mantan Wapemred Kedaulatan Rakyat dan mantan Redaktur Eksekutif Media Indonesia tersebut.
Jika ada beban pendanaan dari Ketua PN atau PT, akan membuat potensi pencarian dana dari sumber yang tidak sah. “Akhirnya karena dapat beban para Ketua PN dan Ketua PT bisa mencari uang ke pihak yang beperkara seperti yang saya temukan ketika memeriksa Ketua PN tadi,” ujarnya. (sof/jpnn)

Exit mobile version