Site icon SumutPos

Saksi WW Juga Tak Sebut Peran Dahlan

Foto: Rizal/Jawa Pos Dahlan Iskan (kiri) berbincang dengan kuasa hukum setelah menjalani sidang putusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Surabaya, Jumat(30/12).

SIDOARJO, SUMUTPOS.CO – Sidang kasus pelepasan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) makin membuka fakta bahwa Dahlan Iskan tak berperan dalam hal-hal teknis yang selama ini dipermasalahkan kejaksaan. Itulah yang terungkap dalam sidang terdakwa Wisnu Wardhana (WW), Selasa (17/1) malam.

WW adalah mantan kepala biro aset di PT PWU sekaligus ketua tim penjualan. Dia merupakan terdakwa kasus PWU selain Dahlan. Para saksi yang dihadirkan jaksa lebih kerap menyebutkan bahwa penjualan di-handle langsung oleh WW. Sedangkan Dahlan tidak berperan dalam pelepasan aset tersebut.

Dalam sidang itu, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan saksi yang sama seperti saat sidang Dahlan Selasa pagi. Yakni lima mantan pegawai PWU sekaligus anggota tim penjualan aset. Kelimanya adalah Yohanes Dasikan (staf umum), M. Sulchan (umum), Budi Raharjo (keuangan), Suhadi (umum), dan Emilia Aziz (personalia). Selain saksi dari PWU, JPU menghadirkan Oepojo Sardjono, salah seorang pembeli aset PWU.

Keterangan para saksi dari PWU tetap konsisten. Yang mereka sampaikan saat sidang Dahlan juga diungkapkan dalam sidang WW. Sebagai anggota tim penjualan, mereka tidak banyak dilibatkan WW. Semuanya banyak di-handle mantan ketua DPRD Surabaya tersebut.

Suhadi menyatakan, dalam proses jual beli aset itu, tidak ditemukan peran Dahlan Iskan. Dia memang pernah datang ke lokasi di Tulungagung, tapi tidak bersama Dahlan. ”Diajak Pak Wisnu untuk lihat lokasi. Tapi, tidak tahu mau diapakan aset itu,” ujarnya.

Setelah itu Suhadi sama sekali tidak tahu proses yang berjalan. Tugas hierarki tim pelepasan aset juga tidak dijalankan karena semua sudah diselesaikan WW. Bukan hanya Suhadi, saksi lain juga memberikan keterangan seperti saat sidang Dahlan. Mereka tidak tahu soal proses penjualan karena semua sudah dibereskan WW.

Saksi Emilia Aziz yang menjadi sekretaris tim juga sempat diajak melihat aset di Kediri oleh WW. Tetapi, tugas utama sebagai anggota tim yang punya kewajiban mengusulkan penawar tertinggi tidak dilakukan. ”Tidak, itu porsinya ketua tim (WW, Red),” ucapnya.

Sebagai sekretaris, Emilia memang paling aktif dalam menjawab pertanyaan. Memorinya juga masih kuat untuk mengingat berbagai fakta yang terjadi saat itu. Karena itu, JPU Trimo sempat menyebut Emilia sebagai yang paling aktif sehingga terus diberi berbagai pertanyaan.

Termasuk soal siapa yang berinisiatif memberikan tanda tangan pada berita acara. Padahal, tim pelepasan aset tidak melakukan apa-apa. Hakim ketua Tahsin sempat menengahi cecaran pertanyaan dari Trimo soal itu. Terutama siapa yang menyuruh tanda tangan. ”Saya sekretaris, yang menyuruh Pak Ketua (WW),” kata Emilia.

Kesaksian M. Sulchan dan Budi Raharjo juga menguntungkan Dahlan. Mereka kompak menyatakan bahwa tim pelepasan tidak bekerja sesuai dengan tupoksi dan tiba-tiba diminta menandatangani berita acara pelepasan oleh WW.

”Saya terima (berkas untuk ditandatangani, Red) dari ketua tim,” ungkapnya.   Keterangan yang menguntungkan Dahlan dalam sidang WW juga diungkapkan Oepojo. Yang disampaikan pria 73 tahun itu persis seperti ketika dia dihadirkan untuk sidang Dahlan Jumat pekan lalu (13/1). Dia menegaskan bahwa proses penjualan banyak dilakukan antara koleganya, Sam Santoso, dan WW. Sam merupakan pengusaha keramik asal Surabaya yang mengajak Oepojo berkongsi membeli aset PWU.

Oepojo juga sempat menjawab pertanyaan kuasa hukum WW mengenai pertemuan kliennya bersama Sam dan Dahlan. Dengan tegas Oepojo menjawab tak pernah melakukan pertemuan bersama WW, Sam, dan Dahlan di Surabaya. ”Tidak pernah saya bertemu,” ujarnya.

Oepojo mengaku bertemu dengan Dahlan hanya saat penandatanganan akta penjualan di hadapan notaris. Penandatanganan tersebut hanya proses akhir yang memang harus dikerjakan Dahlan sebagai direktur utama. Tak ada pembahasan pengaturan jual beli, apalagi pembicaraan negosiasi.

Jawaban itu setidaknya bisa mematahkan konstruksi yang dibangun JPU bahwa Dahlan terlibat pengaturan harga penjualan sejak awal. Keterangan para saksi tersebut ditanggapi berbeda oleh kuasa hukum Dahlan maupun WW. Sebelum sidang dimulai, kuasa hukum WW, Dading P. Hasta, sempat berkeberatan jika keterangan saksi dari PWU diperdengarkan.

Dading menggunakan dalil pasal 170 KUHAP bahwa seorang saksi yang makan gaji dari atasannya bisa tidak diperdengarkan. Dading menganggap WW sebagai atasan kelima saksi mantan karyawan PWU. ”Kami keberatan, Yang Mulia,” ujarnya.

Namun, majelis hakim tak mengakomodasi keberatan tersebut. ”Saksi ini menerima gaji dari perusahaan, bukan dari terdakwa langsung. Jadi, tetap harus didengar keterangannya. Tapi, keberatan Saudara kami catat,” ucap hakim Tahsin.

Sementara itu, pengacara Dahlan Iskan, Indra Priangkasa, menganggap keterangan saksi WW tersebut menguntungkan kliennya. Sebab, tak ada keterangan saksi dari pihak PWU yang menyebut peran Dahlan. ”Semuanya menyebut perintah ketua tim penjualan, Pak Wisnu Wardhana. Sama sekali tidak menyinggung keberadaan Pak Dahlan,” jelasnya. Menurut Indra, dalam persidangan telah terang terbukti, hal-hal teknis yang dipermasalahkan JPU selama ini menjadi wilayah WW. (atm/rul/bjg/c9)

 

Exit mobile version