Site icon SumutPos

Diklaim Pertama di Dunia Untuk Covid-19, Vaksin Nusantara Pakai Metode Sel Darah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pengembangan Vaksin Nusantara —yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto— dengan metode sel dendritik autolog atau komponen sel darah putih, disebut menjadi yang pertama kali di dunia untuk Covid-19. Di luar negeri, metode ini sebelumnya digunakan untuk pengobatan penyakit melanoma atau kanker kulit.

VAKSIN NUSANTARA: Mantan Menkes Terawan Agus Putranto (kanan) yang memprakarsai pengembangan Vaksin Nusantara dengan metode sel dendritik.

“SEL DENDRITIK sudah lama dipakai. Di luar negeri untuk vaksin penyakit lain, bukan hal baru. Tapi karena ada Covid ini kita adopt. Di luar negeri untuk penyakit melanoma dan imun lainnya. Dengan sel dentritik hasilnya bagus. Di Indonesia ini baru pertama kita kenalkan. Kalau untuk Covid-19 bisa dibilang pertama kali di dunia,” kata dosen dan peneliti Vaksin Nusantara, Dr. Yetty Movieta Nency, di RSUP Kariadi Semarang, Kamis (18/2).

Ia menjelaskan penelitian Vaksin Nusantara menggunakan metode sel dendritik autolog ini bersifat personal. “Sel dendritik autolog merupakan komponen dari sel darah putih yang dimiliki setiap orang lalu dipaparkan dengan rekombinan antigen protein S dari SARS-COV-2,” katanya.

“Prosedurnya dari subyek itu kita ambil sel darah putih kemudian kita ambil sel dendritik. Lalu di dalam laboratorium dikenalkan dengan rekombinan dari SARS-COV-2. Sel dendritik bisa mengantisipasi virus, lalu disuntikkan kembali. Komponen virus tidak akan masuk lagi ke tubuh manusia karena sel dendritik yang sudah pintar tadi,” ujarnya saat ditemuin

di RSUP Kariadi Semarang, Rabu (17/2).

Proses pengambilan sampel dendritik hingga menjadi vaksin memakan waktu inkubasi sekitar seminggu. Kemudian, sel dendritik yang telah mengenal antigen akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali. “Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap SARS COV-2,” ucapnya.

Aman dan Bersifat Personal

Kelebihan dari vaksin Nusantara ini selain dinilai aman dan halal juga bersifat personal. “Aman karena memakai darah pasien sendiri dan memicu tubuh sendiri untuk menimbulkan kekebalan. Jadi Insya Allah halal karena tidak mengandung komponen lain seperti benda-benda atau binatang,” ujar Yetty.

Ia mengungkapkan vaksin Nusantara bisa menjadi alternatif bagi pasien yang tidak masuk kriteria vaksinasi selama ini. “Salah satu alternatif untuk orang-orang yang tidak bisa masuk kriteria vaksin karena banyak dengan penyakit berat. Misalnya kanker, dengan dendritik dimungkinkan bisa vaksin,” lanjutnya.

Saat ini, penelitian vaksin buatan anak negeri ini telah memasuki uji klinis fase II yakni tahapan keamanan dan efektifitas yang bakal dilakukan kepada sebanyak 180 relawan. Proses persiapan uji klinis fase II dan rekruitmen relawan sedang dilakukan sembari menunggu izin penelitian dari BPOM turun.

“Setiap fase penelitian harus mendapatkan izin dulu dari BPOM. Ini sedang persiapan untuk rekruitmen relawan, screeningnya ketat syaratnya dalam kondisi sehat tidak ada riwayat penyakit berat. Sama dengan vaksin lainnya,” ujarnya.

Terkait keluhan subyek vaksinasi pada fase pertama, keluhan sistemik yang dirasakan 20 subyek yaitu: nyeri otot, nyeri sendi, lemas, mual, demam, menggigil.

Sebanyak 8 orang di antaranya mengalami keluhan lokal berupa nyeri lokal, kemerahan, pembengkakan, penebalan, serta gatal pada titik suntik. Namun semuanya bisa sembuh tanpa obat.

“Kesimpulan keamanan fase 1 adalah tidak didapatkan kejadian serious adverse event pada seluruh subjek fase 1. Pada pengamatan 4 minggu setelah vaksin semua subyek mengalami kenaikan titer AB yang bervariasi antar invididu/grup perlakuan,” ujar Yetty pada paparannya.

Diprakarsai oleh mantan Menkes Terawan Agus Putranto, penelitian Vaksin Nusantara dilakukan oleh tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip), RSUP Kariadi Semarang dan Balitbangkes Kemenkes serta bekerjasama dengan AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat dalam penyediaan reagen.

Ke depannya, diharapkan pengerjaan Vaksin Nusantara bisa diproduksi di semua fasilitas kesehatan secara massal. “Diproduksi massal itu kit dan metodenya kita sosialisasikan ke beberapa institusi yang bisa mengerjakan serupa. Karena bersifat personal jadi kita ambil kita buat sesuai persyaratan yang ditentukan,” katanya.

Harga Murah dan Bersaing

Kelebihan lainnya, sel dendritik bersifat personal karena baru diproses setelah diambil dari masing-masing orang yang akan divaksin. Hal itu dapat menghemat produksi massal yang berpotensi adanya stok sisa dan terbuang. “Jadi pasien yang memang membutuhkan, baru dibuat maka akan menghindari adanya bahan-bahan dan stok yang tidak terpakai,” katanya.

Selain itu, pengelolaan vaksin dinilai cukup sederhana dan efisien karena dapat memotong biaya penyimpanan dan pengiriman, karena tidak membutuhkan alat penyimpanan dengan suhu -80 C.

“Karena kan mahal sekali, vaksin harus ada cooler box kalau dipindahkan ke tempat lain harus diatur suhunya, peralatannya mahal jadi yang bisa dipotong alur-alur seperti itu sehingga pemberian vaksin personalize ketika ada pasien yang mau vaksin baru diambil darahnya kemudian diolah itu menjadi efisien,” ujarnya.

Artinya, cocok untuk kondisi medis yang vaksin lain tidak bisa mencakupnya. Juga mudah diadaptasikan untuk patogen yang baru, misalnya virus mengalami mutasi.

“Targetnya produksi massal sekitar jutaan dosis, sebanyak-banyaknya. Tapi yang penting lolos uji dulu. Untuk itu, mohon support dan doanya,” tambahnya.

Menurutnya, bahan baku pengolahan Vaksin Nusantara cukup mudah dan bisa dikirim ke beberapa fasilitas kesehatan.

Harga Vaksin Nusantara diperkirakan sekitar 10 USD atau di bawah Rp140 ribu setara dengan harga vaksin-vaksin lainnya. “Kita harapkan metode ini bisa di-share ke beberapa tempat di Indonesia supaya bisa dibuat juga,” ungkapnya.

Diklaim Tahan Seumur Hidup

Sebelumnya, Tim Uji Klinis mengklaim Vaksin Nusantara bisa menciptakan antibodi atau daya kekebalan tubuh yang mampu bertahan hingga seumur hidup. Vaksin untuk virus corona (Covid-19) itu disebut akan membentuk kekebalan seluler pada sel limfosit T.

“Vaksin punya dokter Terawan ini dendritik bersifat T-cells, berarti sekali suntik berlaku seumur hidup. Sehingga secara pembiayaan pun lebih menguntungkan dan tidak menguras devisa negara, karena ini diproduksi dalam negeri,” kata anggota Tim Uji Klinis Vaksin Nusantara Jajang Edi Prayitno, Rabu (17/2).

Jajang juga menyebut, vaksin nusantara yang berbasis sel dendritik tidak akan mengalami penurunan fungsi manakala virus mengalami evolusi atau mutasi. Dengan temuan itu, Jajang menilai vaksin nusantara dapat digunakan bilamana muncul epidemi hingga pandemi baru di kemudian hari.

Saat ini, Vaksin Nusantara masih menunggu izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan sebelum memulai uji klinis fase II. Tim peneliti memastikan penapisan sukarelawan vaksin dipastikan ketat, yakni hanya mereka yang benar-benar sehat dan memenuhi kriteria.

Uji klinis fase I dilakukan pada Desember 2020 hingga akhir Januari 2021. Dari 27 subyek yang disuntik vaksin, sebanyak 20 orang mengeluhkan efek ringan sistemik, seperti nyeri otot, pusing, dan demam. Adapun delapan orang mengeluhkan efek ringan lokal, seperti kemerahan dan pegal-pegal. Namun, menurut tim peneliti, hal itu ialah efek umum vaksinasi dan dapat sembuh sendiri, tanpa membutuhkan pengobatan.

Publikasi Data Riset

Pakar biologi molekular Ahmad Rusdan Utomo menyebut, teknologi sel dendritik terbilang rumit sehingga tidak digunakan pada pengembangan vaksin COVID-19 lainnya. Diklaim, vaksin Nusantara merupakan vaksin COVID-19 pertama di dunia yang menggunakan teknologi ini.

Pengembangan teknologi sel dendritik menurut Ahmad sebenarnya dilakukan juga pada terapi kanker. Karenanya, publikasi data vaksin Nusantara dinilainya penting agar lebih bermanfaat. “Yang kita perlu lihat, coba ditampilkan datanya dulu. Itu kuncinya di situ,” katanya.

Ahmad Rusdan meminta Terawan tidak berlebihan dalam mengklaim vaksin Nusantara dapat menciptakan antibodi Covid-19 seumur hidup. Ia sendiri meragukan klaim itu mengingat vaksin Nusantara baru uji klinis fase 1.

“(Antibodi) vaksin seumur hidup? buktinya apa? baru fase 1 kok bisa klaim seumur hidup. Mohon jangan over claim, ndak baik itu untuk kultur ilmiah,” ujar Ahmad, Kamis (18/2).

Ahmad mengaku tidak mengetahui secara spesifik mengenai vaksin Nusantara. Sebab, dia menyebut tidak ada karya ilmiah yang dipublikasikan terkait vaksin itu. Saat ini, dia hanya mengetahui Terawan cs baru menguji vaksin Nusantara pada 30 relawan yang tidak diketahui secara spesifik siapa penerimanya, serta berapa persentase relawan yagn muncul antibodinya.

“Coba tolong Pak Terawan untuk dibuka data itu supaya bisa diverifikasi secara independen sebelum melanjutkan ke fase 2 atau bahkan 3,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ahmad mempertanyakan dari mana sumber pendanaan vaksin Nusantara garapan Terawan cs. Jika dari APBN, dia meminta Terawan mempublikasikan hasil penelitian fase 1 vaksin Nusantara kepada rakyat. “Minimal rakyat yang ilmuwan,” ujar Ahmad.

Pimpinan DPR Mendukung

Terpisah, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad mendukung proses pengembangan Vaksin Nusantara yang sedang menjalani uji klinis fase II. Dasco mengatakan, vaksin Covid-19 yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Purtanto itu merupakan sebuah terobosan di tengah tingginya angka penularan Covid-19.

“Saya pikir, vaksin Covid-19 yang diprakarsai oleh dr Terawan ini kan bersifat personalized, menggunakan sel dendritik dan dapat diproduksi secara massal dalam waktu singkat,” kata Dasco dalam keterangan tertulis, Kamis (18/2).

“Ini sebuah terobosan dan inovasi yang ditawarkan anak bangsa, di tengah persoalan vaksinasi dan masih tingginya angka penularan virus COVID-19 di banyak negara,” ucap Dasco.

Dasco menuturkan, sejak program vaksinasi Covid-19 digulirkan Pemerintah, DPR telah mendorong adanya pengembangan vaksin yang dibuat dan dikembangkan oleh anak bangsa Indonesia. Politikus Partai Gerindra itu juga meminta semua pihak untuk mendukung pembuatan Vaksin Nusantara tersebut hingga betul-betul teruji klinis. “Kemudian secara efektif dapat menekan penyebaran virus, aman untuk masyarakat dan juga teruji kehalalannya,” ujar Dasco. (kps/cnn/bbs)

Exit mobile version