Site icon SumutPos

Dugaan Korupsi Senilai Rp43 Triliun, Kejagung Geledah Kantor BPJS Ketenagakerjaan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada Kejaksaan Agung mendalami kasus dugaan korupsi pada Pengelolan Keuangan dan Dana Investasi oleh PT. Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Tim penyidik juga telah melakukan penggeledahan di Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan pada Senin (18/1) kemarin.

Kepala Pusat Penerangan Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengungkapkan, tim penyidik Kejagung menyita dokumen usai menggeledah kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan di kawasan Jakarta Selatan. Dokumen tersebut diduga berkaitan dengan dugaan korupsi pada pengelolan keuangan dan dana investasi oleh PT. BPJS Ketenagakerjaan.

“Pada Senin (18/1/2021), Tim Jaksa penyidik telah melakukan penggeledahan di Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan di kawasan Jakarta Selatan dan menyita data serta dokumen,” kata Leonard dalam keterangannya, Selasa (19/1).

Leonard mengungkapkan, pada hari ini juga pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang saksi. Kemudian pada Rabu (20/1) mendatang juga akan memeeriksa 10 orang saksi yang berkaitan dengan kasus tersebut. “Adapun 20 orang saksi merupakan pejabat dan karyawan Kantor Pusat BPJS Ketenagakerjaan Jakarta,” tegas Leonard.

Leonard menyampaikan, kegiatan penyidikan ini dipastikan mematuhi protokol kesehatan. ”Kegiatan Tim Jaksa Penyidik sejak 18 Januari 2021 – 20 Januari 2021 dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan tentang pencegahan dan penanggulangan pandemi Covid-19,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Febri Ardiansyah menyatakan, pihaknya sedang menelusuri dugaan korupsi pada pengelolan keuangan dan dana investasi oleh PT. BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan diduga nilai kasus korupsi yang terjadi mencapai triliunan rupiah.

“BPJS itu sampai sekarang masih kita lihat karena seperti Jiwasraya, transaksi banyak. Nilainya sampai Rp43 triliun sekian di reksadana dan saham,” ujar Febri di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/12).

Febri menjelaskan, saat ini Kejagung masih melakukan penelusuran apakah investasi yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan melanggar hukum atau tidak. Sehingga mengakibatkan kerugian negara.

Jik nantinya tidak terjadi penyimpangan dalam proses investasi, melainkan hanya risiko bisnis. Penyidik tidak akan melanjutkan tindak pidana dalam peristiwa tersebut. “Mungkin ada kerugian tapi dalam kapasitas risiko bisnis, ya tidak ada pidananya,” pungkas Febri.

Sementara itu, Manajemen BPJAMSOSTEK menyampaikan, pihaknya menghormati proses penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengenai dugaan korupsi tersebut. “Kami mengedepankan azas praduga tidak bersalah dan menghormati proses penyidikan yang sedang berlangsung di Kejagung. Manajemen BPJAMSOSTEK siap untuk memberikan keterangan dengan transparan guna memastikan, apakah pengelolaan investasi telah dijalankan sesuai tata kelola yang ditetapkan,” kata Deputi Direktur Humas dan Antar Lembaga BPJAMSOSTEK, Irvansyah Utoh Banja dalam keterangannya, Selasa (19/1).

Irvansyah mengharapkan, proses penyidikan yang dilakukan Kejagung tidak menimbulkan spekulasi dan keresahan di publik, saat pemerintah sedang berupaya keras dalam memulihkan ekonomi nasional. Terlebih, pengelolaan dana yang dilakukan BPJAMSOSTEK mengacu pada instrumen dan batasan investasi yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2015, serta beberapa Peraturan OJK.

“BPJAMSOSTEK juga memiliki aturan yang ketat terkait dengan pemilihan mitra investasi dan selalu bekerjasama dengan mitra terbaik,” tegas Irvansyah.

Menurutnya, strategi investasi BPJAMSOSTEK selalu mengutamakan aspek kepatuhan, kehati-hatian dan tata kelola yang baik (good governance) untuk mendapatkan hasil yang optimal sepenuhnya untuk peserta dengan risiko yang terukur.

Irvansyah membeberkan, dana kelola BPJAMSOSTEK hingga 31 Desember 2020 telah mencapai Rp486,38 triliun dengan hasil investasi mencapai Rp32,30 triliun, serta YOI mencapai 7,38 persen. “Aset alokasi per 31 Desember 2020, Surat Utang 64 persen, Saham 17 persen, Deposito 10 persen, Reksadana 8 persen, dan Investasi langsung 1 persen,” ungkap Irvansyah.

Selain itu, Irvansyah mengungkapkan, hingga 31 Desember 2020, sebanyak 98 persen dari portofolio Saham BPJAMSOSTEK ditempatkan pada saham LQ45. Menurutnya, penempatan pada instrumen Reksadana juga berdasarkan pada underlying asset yang memiliki fundamental yang kuat dan likuiditas yang baik.

“Sehingga kualitas aset investasi BPJAMSOSTEK sangat baik, dan pengelolaan dananya tidak pernah mengalami kendala likuiditas dan selalu mampu memenuhi kewajiban klaim kepada peserta,” klaim Irvansyah. (jpnn/ila)

Exit mobile version