Site icon SumutPos

Johan Budi Sendirian

FOTO : KHAIRIZAL ANWAR / RAKYAT MERDEKA Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi duduk dihalaman gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari (19/02). Presiden Joko Widodo mengumumkan pengangkatan Johan Budi sebagai pimpinan sementara KPK menggantikan Abraham Samad.
FOTO : KHAIRIZAL ANWAR / RAKYAT MERDEKA
Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi duduk dihalaman gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari (19/02). Presiden Joko Widodo mengumumkan pengangkatan Johan Budi sebagai pimpinan sementara KPK menggantikan Abraham Samad.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Keputusan Presiden Jokowi menyikapi kisruh KPK v Polri mengundang kritik penggiat antikorupsi. Apalagi, dari tiga Pelaksana tugas (Plt) Pimpinan KPK, Johan Budi dianggap sendirian karena Taufikqurahman Ruki dan Indriyanto Seno Aji, disebut lebih condong ke Komjen Budi Gunawan (BG).

Hal ini diungkapkan Sekjen Transparancy International Indonesia (TII) Dadang Tri Sasongko. Dia pun menganggap keputusan presiden itu dianggap belum akan memutus kriminalisasi terhadap KPK. Bahkan, penghentian pimpinan KPK dengan yang diikuti dengan penerbitan perppu Plt, semakin mempertegas bahwa Jokowi mengganggap serangkaian kriminalisasi selama ini merupakan penegakan hukum biasa.

“Penghentian dua pimpinan itu bisa diartikan presiden menilai tidak ada kriminalisasi,” jelasnya.

Dalam mengeluarkan putusan itu, presiden dinilai melakukan tindakan timpang atau unequal treatment. Dengan begitu, komitmen pemberantasan korupsi Jokowi patut dipertanyakan. TII dan Koalisi Masyarakat Anti Korupsi juga mempertanyakan kredibilitasi para plt pimpinan KPK, terutama sosok Indriyanto Seno Adji dan Taufiequrahman Ruki. Dalam konflik KPK, keduanya memang kerap mengeluarkan statemen yang condong membela Budi Gunawan.

“Oleh karena itu, kami meminta mereka melakukan deklarasi integritas dan deklarasi bebas konflik kepentingan,” tegas Dadang. Konflik kepentingan yang dimaksud berkaitan dengan kapasitas Indriyanto dan Ruki sebelum terpilih menjadi pelaksana tugas.

Dalam penelusuran Sumut Pos, Indriyanto adalah sosok yang mengapresiasi putusan Hakim Sapin Rizaldi dalam memenangkan siding praperadilan Komjen BG.  “Hakim Sarpin sudah memperlihatkan bahwa seorang hakim bukanlah menjadi corong undang-undang dengan tidak semata mengacu pada pasal 77 KUHAP,” begitu katanya pada media, Selasa (17/2) lalu.

Indriyanto berpendapat penetapan tersangka merupakan upaya paksa yang bila dilakukan tanpa kehati-hatian patut untuk diuji. Ia, juga merupakan salah seorang penyusun RUU KUHAP.

Sebagai pengacara, Indriyanto mewakili dua orang dalam kasus Bank Century, Hesyam Al-Waraq dan Rafat Ali Rizvi. Dalam kasus korupsi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kertanegara, Syaukani Hasan Rais, ia juga menjadi pengacaranya. Kedua kasus ini ditangani oleh KPK. Terhadap kisruh yang melanda KPK versus Polri, ia berpandangan Komite Etik sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Tak berbeda, Ruki juga kerap menyuarakan sahnya pengujian terhadap penetapan tersangka BG. Hal tersebut disampaikan saat dia menjadi narasumber dalam dialog di TV swasta.

Ruki juga mempermasalahkan penetapan BG sebagai tersangka oleh KPK padahal belum pernah diperiksa. Dia kerap mengkritisi kinerja pimpinan KPK jilid kedua dan jilid ketiga. Meskipun, di internal KPK, kinerja pimpinan KPK jilid pertama yang dipimpin Ruki tidak menonjol.

Bahkan, informasi yang beredar, saat menjabat pimpinan KPK, Ruki dikenal dekat dengan BG. BG kabarnya kerap datang ke kantor KPK tidak lewat pintu depan sebagaimana tamu pada umumnya. Jawa Pos (grup Sumut Pos) sempat mendapati foto Ruki bersama BG beberapa tahun lalu.

Ruki dan Budi Gunawan.

Terkait hal tersebut, Ruki menandaskan, meski sama-sama berasal dari kepolisian, dirinya tidak merasa punya konflik kepentingan.Terkait kedekatannya dengan BG, Ruki menjawab sejak berpangkat kolonel (sekarang kombes) sudah berdinas di luar polisi. Jadi, pengetahuannya soal BG sebatas kenal karena sesama perwira polisi. ”Tak ada kedekatan khusus,” ujarnya.

Karena itu, Koalisi Masyarakat Antikorupsi meminta KPK di bawah kepemimpinan para pelaksana tugas itu tetap meneruskan pengusutan perkara BG dan perkara besar lainnya. Termasuk juga penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang tak bisa dipisahkan dari Megawati Soekarnoputri.

Sementara itu mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengaku kekhawatiran masyarakat akan kredibilitas para plt itu cukup beralasan. Oleh karena itu, Busyro meminta Ruki dan Indriyanto harus mencerminkan penyelamatan KPK secara sistemik.

Penguatan KPK harus dilakukan dengan melibatkan civitas akademika. Menurut Busyro, kampus-kampus harus diperankan terutama menghadapi revisi KUHP dan KUHAP. Sebab dua agenda itu bisa menjadi senjata selanjutnya untuk melemahkan KPK. “Ingat, Plt itu bukan pelaksana presiden. Tapi mereka mengemban amanat pemberantasan korupsi yang sedang secara sistemik dilakukan KPK,” ujar Busyro.

Seperti diketahui, dari tiga nama komisioner yang baru tersebut, hanya Johan yang berasal dari internal KPK. Dia menjabat sebagai Deputi Pencegahan KPK.

Menurut Johan, dia akan lebih klop dengan Ruki ketimbang Indrianto. Adapun Ruki diketahui pernah menjabat sebagai pimpinan KPK. Sementara Seno berlatarbelakang pakar hukum.

“Kalau saya pribadi bisa kerja dengan Pak Ruki, tapi kalo pak Seno nggak tahu. Saya kenal (Seno) tapi kan belum pernah kerja bareng,” terang Johan Budi, Kamis (19/2).

Berbekal pengalaman pernah menjadi pimpinan KPK, kata Johan, Ruki sudah paham kondisinya. Hal itu berbeda dengan Seno yang notabennya berlatar belakang akademisi di kampus. “Kalau Pak Ruki pernah jadi pimpinan KPK, saya tentu dengan Pak Ruki paham kondisi KPK. Pak Seno kan pakar hukum, paham tentang hukum,” jelas Johan. (bbs/jpnn/rbb)

Exit mobile version