Site icon SumutPos

Airlangga jadi Formatur Tunggal

FOTO: Chandra Satwika/jawapos
Presiden Joko Widodo membuka Munaslub Partai Golkar didampingi ketum partai golkar Airlangga Hartarto (2 kiri), Ketua Harian Nurdin Halid (2kanan), Ketua bidang Kaderisasi Gokar Ibnu Muzir (kiri) di JCC, Senin (18/12/2017).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Munaslub Partai Golkar, Selasa (19/12), menyepakati beberapa poin krusial. Di antaranya, masa jabatan Airlangga Hartarto hanya menyisakan kepengurusan 2014-2019. Namun, masa jabatan itu bisa diperpanjang sampai 2020 jika diperlukan. Airlangga juga diberi mandat menjadi formatur tunggal untuk revitalisasi kepengurusan.

”Rencana awalnya adalah membentuk tim formatur. Tapi hampir 80 persen meminta itu (Airlangga menjadi formatur tunggal, red),” kata  Ketua Steering Committee Munaslub Ibnu Munzir. Dengan posisi itu, Airlangga memiliki kewenangan penuh untuk merumuskan struktur dan nama yang masuk di kepengurusan DPP Partai Golkar.

Posisi Airlangga sebagai formatur tunggal disebut-sebut menjadi ancaman bagi Idrus Marham yang telah hampir dua periode menduduki kursi Sekjen. Merespons hal tersebut,  Idrus menyatakan kesiapan jika memang tidak lagi menjabat posisi sekjen. ”Semua bisa diganti, termasuk Sekjen. Tidak ada masalah. Tentu ada parameter-parameter. Tidak ada satu pun di antaranya yang tidak memungkinkan diganti,” ujar Idrus di sela-sela munaslub Partai Golkar di Jakarta kemarin (19/12).

Airlangga, kata Idrus, sebagai ketua umum memiliki hak prerogatif untuk menetapkan hal itu. Idrus mengaku sejak dulu berprinsip bahwa masuk partai harus bisa mengabdi di mana pun posisinya. Karena itu, dia tidak ingin mengejar jabatan apa pun di Partai Golkar. ”Golkar sebagai partai modern, setiap peran berkaitan. Di mana pun kita siap,” ucap dia.

Rencananya, Munaslub Golkar memutuskan nama Sekjen pada hari terakhir, yakni hari ini (20/12). Beberapa nama kandidat sudah muncul. Antara lain Ketua Steering Committee Munaslub Ibnu Munzir dan Wakil Sekjen Partai Golkar Tubagus Ace Hasan Syadzily.

Ibnu saat dikonfirmasi menjawab secara diplomatis. Dia menilai keputusan penggantian posisi di DPP harus memastikan sikap dari DPD I. Dalam hal ini, DPD I Partai Golkar menjadi penentu apakah harus dilakukan revitalisasi kepengurusan atau tidak. ”Itu masih isu di luar, belum bisa kita tanggapi. Tapi, kader apa pun namanya, kita siap,” katanya.

Ace juga cenderung menyampaikan sikap yang belum tegas. Dia mengaku sama sekali tidak mengejar posisi Sekjen dan bahkan tidak mengejar jabatan apa pun. ”Saya bekerja bagaimana meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada parpol,” tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Titiek Soeharto yang sempat ingin maju sebagai calon ketua umum Golkar menyatakan kesiapan untuk dipimpin Airlangga. Namun, dia menyarankan kepada Airlangga agar bisa memilih Sekjen dari kader berlatar belakang militer. ”Kalau bisa yang dari TNI. Sudah lama Golkar ini nggak punya Sekjen yang dari TNI,” tuturnya.

Menurut Titiek, di masa lalu, posisi Sekjen Partai Golkar selalu dijabat wakil TNI. Bukan hanya di masa Orde Baru, di era reformasi, Partai Golkar juga pernah memiliki Sekjen berlatar belakang militer. Sebagai contoh, saat Akbar Tandjung menjabat ketua umum, Sekjen dijabat Letjen TNI (purnawirawan) Budi Harsono. Sedangkan di era Jusuf Kalla, Sekjen dijabat Letjen TNI (purnawirawan) Soemarsono.

”Sekarang sudah ada dua, pilih salah satu dari dua,” ucap Titiek. Sosok purnawirawan TNI yang dimaksud adalah Ketua Korbid Politik, Hukum, dan Keamanan Letjen TNI (purnawirawan) Eko Wiratmoko dan Korbid Kajian Strategis Partai Golkar Letjen TNI (purnawirawan) Lodewijk Friedrich Paulus. (bay/c9/fat/jpg)

Exit mobile version