Site icon SumutPos

Gugatan Uji Materi UU Dikabulkan, Anwar Usman Diputuskan Mundur dari Ketua MK

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi masa jabatan hakim konstitusi pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Dalam putusannya, mengharuskan Anwar Usman dan Aswanto mundur dari jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata MK Anwar Usman membacakan amar putusan di Gedung MK, Senin (20/6).

Anwar menjelaskan, Pasal 87 huruf a UU 7/2020 bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut mengatur posisi ketua MK bisa dijabat oleh hakim konstitusi hingga masa jabatannya sebagai hakim berakhir. “Menyatakan Pasal 87 huruf a UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Anwar Usman.

Adapun, Pasal 87 huruf a UU MK berbunyi, hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai ketua dan wakil ketuan

Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai ketua atau wakil ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang.

Oleh karena itu, dengan dikabulkannya gugatan atas Pasal 87 huruf a UU Nomor 7/2022 dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Hal ini akan berimbas pada masa jabatan ketua dan wakil ketua MK yang saat ini menjabat, yakni Anwar Usman dan Aswanto.

Keduanya menjabat ketika UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK masih berlaku. Namun, periodisasi masa jabatan Anwar Usman dan Aswanto berubah setelah diundangkannya UU Nomor 7 Tahun 2020 menjadi lima tahun.

Sementara berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2003, satu periode masa jabatan ketua dan wakil ketua MK adalah selama tiga tahun, sebelum akhirnya kembali diubah menjadi 2 tahun 6 bulan melalui UU Nomor 8 Tahun 2011. “Pemberlakuan aturan baru tersebut menimbulkan masalah hukum berkenaan dengan masih berlaku/berlangsungnya jabatan sebagai ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi yang jabatan demikian diemban berdasarkan UU 8/2011,” pungkas hakim konstitusi Enny Nurbaningsih. (jpc)

Exit mobile version