Site icon SumutPos

Istri Berbagai Daerah, Anak Tak Tahu Rimba

KH Subchan Al Mubarok, pengasuh Ponpes Perut Bumi Maulana Maghribi, Tuban, Jawa Timur, benar-benar lelananging jagat. Memasuki usia 74 tahun, dia menikah untuk kali kesepuluh. Istri terakhir yang dinikahi Jumat (19/4) lalu, gadis 18 tahun.

DWI SETIYAWAN, Tuban

RUKUN: Kiai Subchan (tengah) diapit istri kesepuluh, Ika Nur Afifah (kiri), dan istri pertama, Yatimah, Jumat lalu. Paling kanan, Sri Wisma Ningsih, salah seorang anak Kiai Subchan.//DWI SETIAWAN/RADAR BOJONEGORO/JPNN

SIANG itu kediaman Kiai Subchan yang berlokasi di kompleks Ponpes Perut Bumi Maulana Maghribi ramai tamu. Puluhan mobil berjajar di sepanjang Jalan Gedongombo. Seperangkat sound system terpasang di pintu masuk ruang utama. Para tamu itu bukanlah jamaah maupun orang yang bermaksud ziarah ke ponpes yang berlokasi di dalam gua itu. Namun, undangan walimatul nikah (resepsi pernikahan). Karena itu, begitu turun dari mobil, mereka berjalan kaki menuju tempat tinggal kiai yang berada di atas gua. Sementara satu-dua rombongan jamaah ziarah langsung menuju pintu gerbang gua.

Tamu undangan tersebut sebagian besar pengiring pengantin perempuan. Selebihnya, keluarga pengasuh ponpes tersebut. Siang itu Kiai Subchan bermaksud melangsungkan walimatul nikah. Pengantin putrinya,  Ika Nur Afifah (18) warga Kapas, Bojonegoro. Inti dari proses nikah tersebut hanya pencatatan akta saja. Sebab, Kiai Subchan dan Ika sudah melangsungkan nikah siri pada 25 November 2012. Bahkan, sekarang Ika sudah hamil empat bulan.

Prosesi pernikahan yang dipimpin Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Semanding Rofii berlangsung khidmat. KH Lutfi dari Malang didaulat menikahkan sekaligus memberikan khotbah nikah dan memimpin doa. Dua kiai lain melengkapi doa di upacara sakral tersebut. Mereka, Habib Ali Asegaf (Tuban) dan Kiai Bukhori (Bogor). Dalam pernikahan yang tercatat dalam akad nikah nomor 266/30/IV/2013 itu, Kiai Subchan menyerahkan mas kawin berupa  perhiasan emas kepada pengantin perempuan.

Usai upacara, Kiai Subchan testimoni bahwa pernikahan Jumat siang tersebut merupakan kali kesepuluh bagi dirinya. Dari sembilan perempuan yang dinikahi sebelumnya, dia dikaruniai 32 anak. Istri-istrinya itu dinikahi ketika Kiai Subchan beraktivitas dan tinggal dari satu daerah ke daerah lainnya.
’’Jadi, di setiap daerah yang saya tinggali, saya punya istri,’’ tandas Kiai Subchan yang saat itu didampingi Ika dan Sri Wisma Ningsih (45) salah seorang anaknya.

Sambil dibantu anaknya, Kiai Subchan merinci asal-muasal istri-istrinya. Di antaranya dari Banyuwangi, Bali, Madura,  Tulungagung, Bojonegoro, Surabaya, dan Lamongan.  Tidak semua beretnis Jawa. Salah satu istrinya keturunan Tionghoa.

Begitu banyak anak yang terlahir dari darah dagingnya, Kiai Subchan sampai tidak hapal berapa anak yang terlahir dari masing-masing istrinya. Begitu juga keberadaan anak-anaknya tersebut. ’’Sebagian besar sudah jadi orang. Ada yang dokter, polisi, dan sebagainya. Saya sudah nggak ngopeni lagi,’’ tegas Kiai Subchan.

Berapa cucu atau cicit Kiai Subchan? Dia mengaku tidak tahu persis berapa banyaknya. ’’Saya tidak tahu lagi berapa banyaknya. Wong mereka ada di mana-mana,’’ tandasnya.

Dari sepuluh istrinya, kini hanya tiga orang yang masih terikat perkawinan secara sah dengan Kiai Subchan. Yakni yang tertua, Yatimah (61), Fitriyah Rusiati (29), dan Ika Nur Afifah, yang dinikahinya Jumat lalu. Yatimah masih tinggal bersama Kiai Subchan. Sementara itu Fitriyah yang memiliki dua anak dibuatkan rumah sendiri di Babat, Lamongan.

Kiai Subchan mengatakan, istri-istrinya itu merupakan pilihan istrinya yang lebih dulu dinikahi. Juga hasil ‘seleksi’ anak-anaknya. ’’Mereka kompak mencari informasi perempuan yang cocok untuk saya nikahi,’’ jelas pria kelahiran 18 Juli, 74 tahun silam tersebut.

Tak hanya mencari, Kiai Subchan menegaskan, istri-istrinya juga yang menawari perempuan-perempuan yang hendak disuntingnya. Dalam penetapan Pengadilan Agama (PA) Tuban bernomor 0151/Pdt.G/2013/PA. Tbn, misalnya, Yatimah dan Fitriyah Rusiati, dua istrinya yang masih terikat pernikahan sah, memberikan persetujuan atas penikahan Kiai Subchan dan Ika. Bahkan, ketika walimatul nikah, Yatimah didampingi anak perempuannya, menggandeng tangan kiri Kiai Subchan untuk dipertemukan dengan mempelai wanita.

Kiai Subchan menambahkan, pertimbangan dirinya  untuk berpoligami tidak semata-mata karena menjalankan syariah Islam. Lebih dari itu. Dengan nada guyon, dia mengatakan ingin menyalurkan kebutuhan biologisnya yang masih sehat secara sah, meski di usianya yang sudah uzur.
Memang, perempuan yang diusulkan istri atau anaknya langsung diterima menjadi calon istrinya. Kiai Subchan mengaku sangat selektif dalam memilih perempuan yang akan dijadikan pendamping hidupnya. Salah satu syarat yang utama, perempuan itu harus berparas cantik. Selebihnya, dia memiliki keistimewaan tertentu.

Ika Nur Afifah yang dinikahinya Jumat bukanlah perempuan sembarangan. Dia adalah santri Ponpes Al Hikmatul Hidayah, Kutisari, Surabaya. ’’Dia ini khafidz (hafal Alquran) 15 juz,’’ ungkap Kiai Subchan sambil melirik Ika yang duduk di samping kirinya. Dipuji begitu, Ika hanya tersenyum.
Menurut Supangat, ayah Ika, putrinya itu selama ini menjadi jamaah pengajian Ponpes Perut Bumi yang diasuh Kiai Subchan. Pengajian tersebut dilangsungkan setiap Jumat Pon. Ika, anak ragil dari enam bersaudara yang jebolan madrasah aliyah itu memang cukup dekat dengan kiai yang mengoleksi belasan mobil itu.

’’Kados pundi maleh, piyambake sampun remen (Bagaimana lagi, keduanya  sudah sudah senang, Red),’’ kata Supangat. (*)

Exit mobile version