Site icon SumutPos

Massa Ancam Kepung DPR

RUU-Pilkada-ilustrasi
RUU-Pilkada-ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sikap Partai Demokrat yang mendukung mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung mendapat respons pemerintah. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berharap akan ada perubahan sikap di DPR terkait RUU pilkada. Di sisi lain, massa yang mendukung pilkada langsung mengancam akan turun ke jalan jelang pengesahan RUU itu.

Adalah demonstran yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Untuk Pilkada Langsung (Gepala) yang mengancam akan mengepung gedung DPR. Koordinator Lapangan Gerpala, Komeng mengatakan aksi aksi besar-besaran mulai hari ini, 22 September 2014 hingga sidang keputusan akan RUU tersebut dilakukan pada 25 September 2014 mendatang.

Menurut Komeng, ada banyak elemen masyarakat yang akan bergabung dalam Gepala. Di antaranya, LMND, SBSI, FSPI, Gapersi. KSPSI, Garda Trisakti, GPPI dan Prodem. Tidak hanya itu, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) juga menyatakan dukungannya terhadap gerakan tersebut.

“Gerakan ini mengembalikan kewenangan rakyat dalam melakukan pilkada secara langsung. Itu yang kami harapkan,” kata Komeng.

Menurutnya, serangkaian aksi tersebut akan dimulai dengan melakukan kegiatan dengan menggelar kemping massal di kompleks gedung DPR mulai hari ini hingga Kamis mendatang. Aksi juga akan di lakukan di gedung DPP Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Johan menilai Partai Demokrat telah mendengar suara rakyat sehingga mendukung penggunaan mekanisme pilkada secara langsung. “Tentunya pemerintah dan harapannya DPR bisa mendengarkan suara rakyat. Karena itu perlu untuk duduk dan musyawarah,” ujarnya.

Rencananya, pada 23 September ada rapat antara DPR dan pemerintah yang membahas RUU pilkada tersebut. Dalam pertemuan itu diharapkan akan ada penyelesaian.

Untuk mendengarkan suara rakyat, sedari awal Kemendagri telah membuat dua draf RUU pilkada, yakni draf pilkada secara langsung dan tidak langsung. “Tentunya nanti yang memutuskan DPR. Kalau sepakat yang pilkada langsung, sudah ketok palunya saja,” ujarnya.

Yang paling utama, lanjut Johan, pemerintah berharap pembahasan RUU pilkada yang telah dilakukan selama tiga tahun, sejak 2011, itu tidak sia-sia. Sebab, anggaran yang besar telah digelontorkan untuk membahas RUU tersebut. “Membahas RUU pilkada itu pakai uang rakyat. Kalau gagal dan dimulai dari nol, rakyat yang merugi,” jelasnya.

Apalagi, pada 2015 sudah menanti 204 daerah yang menggelar pilkada, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Kalau RUU tersebut tidak disahkan, masalah-masalah selama pilkada tentu akan terus terjadi. “Ini kerugian lainnya,” tutur Johan.

Sementara itu, Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjelaskan, dengan dukungan Demokrat terhadap pilkada secara langsung, tentu komunikasi di DPR bisa lebih intensif. Dengan begitu, lanjut dia, kedaulatan rakyat bisa ditegakkan. Optimisme seperti itu yang muncul setelah keluarnya sikap Demokrat. “Kami tentu terbantu,” ucap lelaki yang juga deputi tim transisi tersebut.

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik menerangkan, pihaknya saat ini telah menyiapkan pilkada yang akan digelar pada 2015. Persiapan untuk pilkada tersebut tidak terpengaruh polemik RUU pilkada di DPR. “Perdebatan soal RUU pilkada itu baru muncul sebulan ini. Kami sudah menyiapkannya jauh-jauh hari,” ungkapnya.

Sebagai antisipasi, lanjut Husni, KPU belum memastikan mekanisme pelaksanaan pilkada pada 2015. Namun, berbagai persiapan seperti melakukan rapat koordinasi dengan KPU daerah terus dilakukan. “Kami hanya menunggu,” ujarnya.

Terpisah, Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan Arwani Thomafi menegaskan sikap partainya yang tetap mendukung pilkada oleh DPRD. Arwani sekaligus membantah adanya anggapan konflik internal PPP membuat partainya mengubah sikap terkait RUU Pilkada.

“Sikap kami sudah diputuskan pada Mukernas di Medan yaitu agar pemilu kepala daerah langsung itu dikembalikan lagi pemilihan oleh DPRD,” ujarnya. Menurut Arwani, PPP harus konsisten dengan keputusan organisasi. Dalam hal ini keputusan untuk memilih pilkada lewat DPRD merupakan hasil rapat Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP.   “Kan belum ada Mukernas lain, sehingga kami wajib untuk melaksanakannya,” kata Arwani.

Sementara, Anggota DPR RI Poempida Hidayatulloh menilai mayoritas rakyat Indonesia menginginkan Pilkada dilaksanakan secara langsung. “Akan sangat sulit untuk berlawanan dengan keinginan rakyat. Karena di ujung semua ini kepentingan rakyat adalah segala-galanya di era demokratis seperti sekarang ini. Bagi mereka yang masih berpikir elit politik bisa memainkan peran berbeda dengan rakyat, maka sebenarnya mereka itu semua lupa akan kepentingan rakyat,” ujarnya di Jakarta, Minggu (21/9).

Meski begitu proses penetapan RUU Pilkada menjadi undang-undang menurut politisi Golkar yang beberapa waktu lalu dipecat Ketua Umumnya, Aburizal Bakrie ini, mengaku pembahasan RUU Pilkada di DPR masih akan berlangsung alot.

Pasalnya, dua kubu masih bertahan dengan pendapatnya masing-masing. Di satu sisi menginginkan pilkada tetap diselenggarakan secara langsung. Sementara di sisi lain menginginkan agar dikembalikan lewat DPRD. Akibatnya, diperkirakan proses pengambilan keputusan 25 September mendatang, dilakukan dengan mekanisme voting.

“Kalau voting berjalan dan kemudian KMP (koalisi merah putih) dikalahkan, secara kasat mata soliditas KMP tinggal cerita saja. Lain halnya kalau KMP menang, tentu akan menjadi tantangan besar bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla ke depan terutama di basis-basis daerah,” katanya. (idr/bay/c9/fat/jpnn/gir/rbb)

 

Exit mobile version