Site icon SumutPos

Rp100 Juta Diduga Hanya Uang Muka Irman Gusman

FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS Ketua DPD Irman Gusman  memakai rompi tahanan Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa  oleh penyidik KPK, Jakarta, Sabtu (17/9).
FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS
Ketua DPD Irman Gusman memakai rompi tahanan Komisi Peberantasan Korupsi (KPK) usai diperiksa oleh penyidik KPK, Jakarta, Sabtu (17/9).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Peran Irman Gusman dalam kasus suap kuota gula impor semakin dikuliti, untuk dibuka secara terang benderang. Mantan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu diduga berperan mengalihkan kuota untuk DKI Jakarta ke Sumatera Barat (Sumbar). Dalam hal ini kepada CV Semesta Berjaya milik Xaveriandy Sutanto, pengusaha yang menyuap Irman Rp 100 juta.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyatakan, kuota yang dialihkan itu mencapai 3.000 ton gula. Yang dilakukan Irman adalah menghubungi pejabat Bulog dan mengabarkan bahwa di Sumbar ada CV Semesta Berjaya yang bisa mendistribusikan gula di wilayah tersebut. “IG (Irman Gusman, Red) memberikan rekomendasi,” katanya.

Apakah ada kesepakatan angka yang diminta Irman? Menurut Alex, dalam percakapan itu tidak ada kesepakatan. Irman hanya merekomendasikan, mengenai besaran uang, KPK terus melakukan penelusuran. Hingga saat ini barang bukti uang yang disita baru uang Rp 100 juta, diduga itu hanya ”uang muka” dari komitmen fee sebesar Rp 1 miliar untuk Irman.

Nominal Rp 100 juta memang terbilang ”kecil”. Menurut Alexander, yang didapatkan KPK sekarang merupakan ranting. Batang pohon belum tergambar. Karena itu, KPK terus melakukan pendalaman sehingga semua tampak jelas dan terlihat keseluruhan pohon. Hal ini diharapkan bisa menyasar impor gula secara keseluruhan. Tidak hanya sebatas distribusi.

Sementara itu, Komisi III DPR mendesak KPK agar mengusut mafia pangan. Anggota Komisi III Herman Hery mengatakan, komisi antirasuah itu tidak boleh berhenti hanya pada gula. “Kalau gula gampang,” katanya.

Masih banyak pangan yang harus mendapat perhatian. Seperti, jagung, beras, pakan ternak, dan komoditi lainnya. Banyak yang bermain dalam sektor pangan. Dalam bidang pangan, Bulog tidak berdaya. Hal itu karena Bulog tidak mempunyai kewenangan. “Bulog seperti boneka,” kata anggota Fraksi PDIP itu.

Selama ini pengadaan pangan seolah-olah untuk kepentingan masyarakat luas. Padahal, di balik semua itu ada permainan para mafia yang merugikan banyak orang. Mereka mendapatkan keuntungan hingga triliunan rupiah. Nah, KPK harus fokus mendalami perkara pangan yang berdampak besar terhadap masyarakat.

Hery mengatakan, KPK harus menunjukkan bahwa perkara yang ditangani tidak ada unsur politis dan fokus membongkar mafia pangan. Operasi tangkap tangan (OTT) memang cara cerdas untuk mengungkapkan praktik kotor yang sudah lama terjadi di sektor gula dan kebutuhan pokok lainnya.

Terpisah, KPK memeriksa Farizal, jaksa di Kejati Sumatera Barat yang diduga ikut menerima uang suap Rp 365 juta dari pengusaha Xaveriandy. Farizal datang ke gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said sekitar pukul 11.50.

Dia diantar petugas dari Kejagung yang mengenakan seragam lengkap. Sebelumnya, jaksa nakal itu diperiksa Kejagung terkait pelanggaran yang dilakukannya sangat menangani perkara gula yang tidak ber-SNI yang menjerat Xaveriandy. Jaksa yang mengenakan baju berwarna coklat itu enggan berkomentar.

Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menyatakan, Farizal diperiksa sebagai saksi terhadap Xaveriandy terkait kasus suap atas persidangan penjualan gula tanpa label standar nasional Indonesia (SNI). Menurut dia, hari ini, Rabu (21/9) merupakan penjadwalan ulang terhadap Farizal, karena sebelumnya dia akan diperiksa pada Senin (19/9) lalu.

Farizal tidak datang pada Senin lalu karena masih diminta keterangan oleh Jaksa Muda Pengawas (Jamwas). Jaksa senior itu diperiksa terkait etik. Pemeriksaan terhadap Farizal dilakukan secara paralel bersama Kejagung. Sehingga tidak ada aksi saling tunggu. “Penanganan perkara di KPK tetap berjalan,” ujarnya.

Jaksa tersebut diperiksa terkait perannya membantu Xaveriandy dalam menghadapi sidang perkara gula impor. Walaupun sebagai jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara itu, tapi Farizal seolah-olah sebagai kuasa hukum. Dia membantu menghadirkan saksi-saksi yang menguntungkan. Bahkan, ia membantu Xaveriandy untuk menyusun nota keberatan terhadap dakwaan jaksa. Bahkan, jaksa tersebut mendapat imbalan sebesa Rp 365 juta. KPK pun menetapkan Farizal sebagai tersangka. “Tapi sekarang dia diperiksa sebagai saksi bukan tersangka,” kata Priharsa.

Setelah enam jam diperiksa, sekitar pukul 18.00 dia pun keluar dari gedung KPK. Para awak media yang lama menunggu pun langsung mengerumuninya. Namun, Farizal tetap bungkam dan tidak mau memberikan keterangan terkait pemeriksaan yang dia jalan. Dia berusaha menghindar dari pertanyaan wartawan.

Bahkan, dia berusaha lari dan menuju Jalan HR Rasuna Said yang sedang padat. Ia berupaya mencegat taksi, tapi tidak ada mobil yang berhenti. Ia pun bingung dan kembali ke gedung KPK. Petugas keamanan lantas membantunya masuk ke dalam gedung dan berusaha mencarikan taksi untuk Farizal.

Seperti diberitakan, awalnya KPK menelisik perkara gula impor yang menjerat Xaveriandy dan Farizal. Dalam percakapan yang disadap KPK, terhadap pembicaraan yang menyinggung nama Irman Gusman. Komisi antirasuah pun berusaha mendalami informasi tersebut. Hasilnya, komisi pimpinan Agus Rahardjo itu berhasil menangkap Irman setelah menerima uang suap dari Xaveriandy di rumah dinasnya di Jalan Denpasar pada Jumat (16/9) malam lalu.

Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan, pihaknya hanya memeriksa Farizal dan tidak menahannya. Namun, dia tidak menjelaskan kenapa tersangka perkara suap itu tidak ditahan. Penahanan merupakan kewenangan penyidik yang memeriksa Farizal. “Tidak ada penahanan,” paparnya.

Yuyuk mengatakan, komisinya akan terus mendalami kasus tersebut dan memeriksa semua pihak yang diduga terlibat dalam perkara suap pangan itu. Semua temuan akan di-follow up.

BANTAH ISTERI IRMAN
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), La Ode Muhammad Syarif menegaskan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman telah sesuai dengan prosedur.

La Ode membantah pernyataan dari istri Irman Gusman, Liestyana Rizal Gusman yang menilai penangkapan suaminya penuh keganjilan serta menuding petugas KPK sangat tidak sopan dalam OTT tersebut.

Ia mengatakan KPK tak mungkin gegabah dalam melakukan OTT, terlebih dalam kasus ini targetnya adalah seorang pimpinan DPD. La Ode juga menegaskan penangkapan terhadap pelaku tindak pidana korupsi diberlakukan sama, tidak tebang pilih.

“Ya tentu saja semuanya sudah sesuai dengan SOP kami. Apa lagi beliau (Irman Gusman) merupakan sosok yang high profile, tentu saja dilaksanakan dengan aturan yang berlaku,” ujarnya di Komplek Parlemen, Jakarta.

La Ode melanjutkan, hingga saat ini pimpinan KPK belum melihat adanya kesalahan SOP penangkapan Irman Gusman termasuk soal surat penangkapan. Sebelumnya pihak keluar Irman Gusman menyebutkan petugas KPK tidak membawa surat penangkapan yang benar.

Sementara itu ketua KPK, Agus Rahardjo menyatakan pihaknya akan mengecek terkait aduan istri keluarga Irman Gusman, yang mengadu petugas KPK tidak membawa surat penangkapan yang benar.

“Namun saat ini saya belum melihat adanya kesalahan petugas KPK dalam OTT pada 16 September lalu. Kami juga meminta kepada pihak keluarga untuk menghormati upaya KPK dalam memberantas praktik korupsi,” jelasnya.

Sebelumnya, Liestyana Rizal Gusman meminta keadilan atas penangkapakan Irman yang dinilai banyak kejanggalan. Salah satunya, petugas KPK yang terkesan menuding Irman telah menerima suap karena memberikan rekomendasi kuota gula kepada Memi, istri dari Dirut CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto.

Tolak Penangguhan
Permintaan penangguhan penahanan oleh tersangka dugaan suap Irman Gusman tidak akan terwujud. “Biasanya sih kalah, operasi tangkap tangan memang jarang ada penangguhan,” kata La Ode Muhammad Syarif.

Menurut Laode, bisa saja permintaan Irman tersebut dipertimbangkan. Namun, secara umum untuk kasus operasi tangkap tangan (OTT) tidak ada persetujuan. Sebab, waktu yang diberikan KPK oleh Kementerian Hukum dan HAM sangat terbatas yaitu maksimal 60 hari. “Itu enggak bisa diapa-apain.”
Menurut Laode, dalam waktu 60 hari itu, berkas sudah harus dilimpahkan ke pengadilan. Sehingga umumnya tidak diberikan waktu untuk penangguhan penahanan.

Laode juga menampik bahwa ada keganjilan saat menangkap Irman. Ia memastikan bahwa OTT terhadap Irman sesuai prosedur. Terlebih berkenaan dengan status Irman sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah, maka sudah pasti dilakukan sesuai prosedur.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan lembaganya menolak penangguhan penahanan yang diajukan Irman Gusman. “Kesimpulan lima pimpinan belum menyetujuinya,” katanya.

Saut menuturkan penolakan penangguhan penahanan Irman sudah melalui berbagai pertimbangan dari lima pimpinan KPK. “Pertimbangan sebagaimana yang dimaksudkan oleh KUHAP dan pertimbangan lain masing-masing pimpinan,” katanya.

Saut tak mendetailkan apa pertimbangan dari lima pimpinan KPK. Namun, ia mengatakan pertimbangan untuk menolak penangguhan penahanan Irman adalah demi keadilan dan kebenaran. (lum/aca/bbs/jpg/ril)

Exit mobile version