Site icon SumutPos

Golkar-PPP Tunggu Salinan MA

Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/JPNN Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (tengah) berbincang dengan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung (dua dari kiri) dalam pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar ke-VII di Jogjakarta, Selasa (18/11/2014).
Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/JPNN

MEDAN, SUMUTPOS.CO-  Dualisme kepengurusan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golongan Karya (Golkar) segera menemui titik terang pasca Mahkamah Agung (MA) memutuskan dua konflik partai tersebut. Di Sumut, masing-masing kedua kubu partai masih bertahan dengan pimpinannya masing-masing.

Hal ini dilakukan karena Ketua Umum PPP hasil Muktamar VIII Surabaya Romahurmuziy memastikan dualisme kepengurusan belum selesai. Meski, Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan kasasi yang memenangkan gugatan PPP hasil Muktamar Jakarta di bawah pimpinan Djan Faridz.

“Jika mengutip amar putusan PTUN Jakarta tanggal 25 Februari 2015, ini artinya bahwa pengadilan memerintahkan Menkumham mencabut SK Muktamar Surabaya tanggal 28 Oktober 2014. Namun demikian, sesuai pasal 116 ayat 2 Undang-undang 5/1986 tentang PTUN, untuk melaksanakan putusan kasasi ini Menkumham memiliki waktu maksimal sampai empat bulan ke depan,” jelasnya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (21/10).

Dia mengatakan, Muktamar PPP ke-VII yang digelar di Jakarta yang menghasilkan kepengurusan Ketua Umum Djan Farid dan Sekjen Dimyati Natakusuma bukan dan tidak pernah menjadi pihak bersengketa dalam peradilan PTUN. Apalagi, gugatan PTUN dibuat Suryadharma Ali (SDA) sebelum pelaksanaan Muktamar Jakarta.

“Karenanya kepengurusan hasil Muktamar Jakarta tersebut secara hukum tidak bisa mendapat pengesahan melalui pengadilan kasasi TUN kemarin,” beber Romy.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, Aburizal Bakrie (ARB) mengapresiasi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang mengesahkan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol.

Aburizal menyatakan, putusan MA itu bukanlah kemenangan kepengurusan hasil Munas Bali semata, tapi seluruh anggota dan kader Partai Golkar. “Itu kemenangan dari seluruh kader Partai Golkar karena dengan adanya dua surat keputusan itu maka Partai Golkar bisa bersatu lagi,” ujarnya saat ditemui di Senayan, Jakarta, Rabu (21/10).

Karenanya, ia ingin merangkul kubu Agung Laksono. ARB pun berharap pemerintah, dalam hal ini Menkumham segera menerbitkan dan menerima pendaftaran kepengurusannya. Sebab menurut dia, baik putusan MA maupun PT Jakarta berlaku serta merta.

Ia juga berharap dengan kemenangan ini maka Partai Golkar dapat kembali menjalankan pekerjaan dan tugasnya secara bersama-sama dan senantiasa mengacu kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.

Partai Golkar kubu Agung Laksono tak mau cepat-cepat lempar handuk sebelum surat keputusan Mahkamah Agung(MA) di tangan mereka. “Bahwa sampai saat ini kami belum bisa memberikan tanggapan hukum sampai diterimanya salinan putusan tersebut,” kata Wasekjen DPP Partai Golkar, Samsul Hidayat dalam rilisnya.

Samsul mengatakan apapun hasil Putusan Kasasi MA, secara hukum tidak bisa digunakan sebagai dasar keabsahan kepengurusan apa yang menyebut dirinya sebagai DPP Partai Golkar hasil Munas Riau. “Aburizal Bakrie dkk jangan keburu GR (gede rasa) dulu ini belum selesai, lagi pula perlu ditanyakan putusan belum keluar kenapa sudah ada pemenang?,” ujarnya.

Kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol, lanjut Samsul akan melakukan upaya hukum luar biasa di MA  “Kemungkinan kami akan ajukan PK, tapi hal itu akan dibicarakan di rapat DPP nanti,” cetusnya.

Ketua DPP Bidang Hukum dan HAM Partai Golkar kubu Agung Laksono, Lawrence Siburian menilai ada upaya membentuk opini dari keputusan Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa kepengurusan Partai Golkar.

Sedangkan Plt Ketua Harian DPD Golkar Sumut kubu Munas Jakarta, Rajamin Sirait mengatakan keputusan MA tersebut bukanlah hal yang menarik atau perlu dikhawatirkan. Sebab keputusan tersebut belum merupakan akhir dari kisah perjalanan konflik dualisme yang menurutnya kepemimpinan Agung Laksono merupakan yang mendapatkan pengakuan dari Kementrian Hukum dan HAM (Kemnkumham). Apalagi yang disyahkan justru kepengurusan Golkar hasil Munas Riau yang sudah habis periodesasinya.

”Jadi (MA) ini menghidupkan yang sudah mati. Maka kami sudah koordinasi dengan DPP (pusat) melalui pleno, agar semua kader bersikap tenang. Kemungkinan bisa saja tujuannya untuk rekonsiliasi,” ujar Rajamin kepada wartawan di Medan, didampingi sejumlah pimpinan DPD Golkar kabupaten/kota sepertiu Aner Siagian (Medan), Eko Hadi (Binjai), Kenedy Siregar (Paluta) dan sejumlah pengurus lainnya.

Sementara PPP kubu Djan Faridz mengimbau seluruh kader agar mengikuti dan mematuhi keputusan MA tersebut dengan mengakui kepengurusan di DPW Sumut dibawah pimpinan Ketua Aswan Jaya. Pihaknya menyatakan keterbukaannya kepada kubu Romahurmuziy untuk bersama-sama membangun partai untuk kemenangan pada Pemilu Legislatif 2019 mendatang. ”Konflik PPP telah selesai, mari kita kembali membesarkan partai ini, bagi yang mau. Tapi kalau menginginkan partai ini tetap hancur silahkan keluar,” kata Aswan, didampingi Wakil Ketua Yuni Delfiani Piliang, Sekretaris Parulian Siregar, dan Bendahara Syafii Sitorus, serta sejumlah pengurus lainnya.

Sedangkan DPW PPP Sumut kubu Romahurmuzy (Romi) mengaku tak mau ribut. Sebab masih ada langkah hukum PK. Selain itu, kondisi partai belambang Ka’bah di Sumut cenderung kondusif. ”Kita biasa saja. Toh komunikasi kami dengan kawan-kawan PPP selama ini baik-baik saja. Jadi untuk apa ribut-ribut,” kata Ketua DPW PPP Sumut kubu Romi, Yulizar Parlagutan Lubis.

Kepengurusan kubu Djan Faridz katanya, baru bisa disebut menang jkika Kemenkumham, mengesahkan SK Kepengurusan DPP PPP versi Djan Faridz. “Sampai saat ini kan tidak ada SK itu. Jadi ya biasa saja, tak perlu ditanggapi kali,” ucapnya. (bal/dem/wid/jpg/ril)

Exit mobile version