Site icon SumutPos

Doa Masal Australia Dibalas Koin

FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS Sejumlah pegiat dan masyarakat menggelar aksi "Koin Untuk Australia" di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (22/2/2015). Aksi tersebut dilakukan sebagai protes keras pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbot atas pernyataannya yang mengungkit-ungkit bantuan Australia dalam bencana tsunami Aceh tahun 2004, sebagai upaya memprotes hukuman mati dua pengedar narkoba kelas kakap Bali Nine Andrew Chan and Myuran Sukumaran.
FOTO : MUHAMAD ALI/JAWAPOS
Sejumlah pegiat dan masyarakat menggelar aksi “Koin Untuk Australia” di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (22/2/2015). Aksi tersebut dilakukan sebagai protes keras pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbot atas pernyataannya yang mengungkit-ungkit bantuan Australia dalam bencana tsunami Aceh tahun 2004, sebagai upaya memprotes hukuman mati dua pengedar narkoba kelas kakap Bali Nine Andrew Chan and Myuran Sukumaran.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perang aksi antara Indonesia dengan Australia terus terjadi. Setelah aksi doa masal oleh warga Australia untuk menolak eksekusi mati Andrew Chan dan Myuran Sukuraman, masyarakat Indonesia pun mulai bergeliat melakukan aksi pengumpulan koin. Aksi tersebut dilakukan sebagai respon Perdana Menteri Australia yang terus mengungkit dana bantuan saat musibah tsunami 2004 lalu.

Menyusul aksi yang dilakukan oleh Mahasiswa di Aceh, gerakan pengumpulan koin untuk Australia terus meluas. Selain #KoinUntukAustralia yang menjadi trending topic di Twitter, aksi tersebut juga dilakukan saat car free day di Bundaran HI, Jakarta. Aksi tersebut digagas oleh Koalisi Pro Indonesia dengan menggelar empat spanduk besar yang berisi gambar Tony Abbot.

“Intinya ini adalah respon kami kepada Pak Abbott yang terus menyebutkan dana bantuan tsunami. Ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia sudah tak mau lagi direndahkan oleh negara lain. Kalau memang terkumpul sampai setara dengan USD 1 miliar tentu kami bersyukur,” ungkap Koordinator Koalisi Pro Indonesia, Andi Sinulingga.

Dia menegaskan, aksi tersebut bakal terus dilakukan hingga ada permintaan maaf dari Tony Abbott secara pribadi. Setelah aksi perdana tersebut, pihaknya mengaku berencana untuk mendirikan posko dan melanjutkan pengumpulan koin. Nanti, hasil dari pengumpulan tersebut bakal diberikan kepada pihak Kedutaan Besar Australia di Jakarta.

“Dari animo hari ini sangat bagus, koin yang kami terima di spanduk yang sudah kami jejer lumayan banyak. Memang, kami belum sempat hitung berapa yang kami dapat hari ini. Tapi, ini bukti kuat bahwa rakyat Indonesia juga tak memandang pernyataan Abbott adalah hal yang pantas,” terangnya.

Selama ini, lanjut dia, memang Australia sudah terbiasa dengan pemerintah SBY yang murah hati soal grasi. Terakhir, terpidana mati kasus narkoba asal Australia Schapelle Leigh Corby juga diberikan grasi pada 2012. Pada 2014, dia pun akhirnya bebas bersyarat hingga tahun 2017.

“Soal politik balas budi itu apakah ga cukup? Sudah banyak yang diberi grasi dari Australia. Yang terakhir Corby dan ada juga kemungkinan diplomasi tertutup soal ini. Tapi, apa etis sumbangan kemanusiaan ditukar dengan dua gembong narkoba? Apa Abbott lebih mementingkan nyawa dua orang ini daripada hubungan Australia-Indonesia. Namanya dua negara kan saling membutuhkan. Jadi, jangan ada yang merasa superior,” jelasnya.

Foto: Net
Ratusan warga Australia melakukan renungan bersama Rabu (18/02) untuk Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Di sisi lain, pihak Australia masih belum terlihat memberikan respon terhadap aksi tersebut. Dalam pantauan Jawa Pos terhadap situs resmi PM Australia, Abbott sama sekali tak membahas soal kasus Bali Nine baik dalam pidato maupun wawancara doorstop. Pernyataan resmi terakhirnya tercatat pada tanggal 20 Februari saat wawancara doorstop di Adelaide, Australia.

“Saya tidak mau membicarakan detil siapa yang bicara ke siapa. Saya hanya ingin memastikan bahwa kami tidak akan berhenti melakukan segala cara untuk mengindarkan eksekusi mati ini. Poin yang saya terus ungkapkan adalah keputusan untuk melanjutkan eksekusi tak sesuai dengan keinginan dan nilai terbaik Indonesia,” ungkapnya.

Upaya Jawa Pos (grup Sumut Pos) ingin meminta tanggapan kepada perwakilan pemerintah Australia pun sia-sia. Sekretaris Pertama (Humas) Kedutaan Besar Australia Laura Kemp belum mau memberikan tanggapan resmi terhadap isu tersebut. “Kami tidak mempunya komentar,” ujarnya dalam pesan singkat.

Lalu, bagaimana drama tersebut akan berakhir? Pengamat Hubungan Internasional (HI) Dinna Wisnu mengatakan, reaksi yang dilakukan oleh rakyat Indonesia sangat wajar. Dari sisi diplomasi, pernyataan Australia yang terus menyebutkan sebuah bantuan kemanusian memang tak pantas.

“Harus dipahami bahwa orang Indonesia tidak terbiasa menerima ceplas-ceplosnya orang Australia. Apalagi, perkataan seperti itu soal bantuan asing. Negara manapun pasti tersinggung,” terangnya.

Namun, lanjut dia, dia sangat menyayangkan kedua pemerintah yang malah terbawa arus keadaan. Seharusnya, pemerintah Indonesia melakukan dialog dan memberikan penjelasan yang lebih peka soal hukuman mati. Di sisi lain, Abbott harusnya lebih luwes dalam melakukan pernyataan untuk mencegah situasi memanas.

“Publik harus waspada kalau sudah terjadi perang kata dan tektok di media. Kalau tidak dicegah di tingkat elit politik, kondisi ini bisa buat runyam relasi antar individu. Kan masih kasihan WNI yang kuliah atau bekerja disana juga warga negara Australia yang tinggal disini. Namanya tetangga itu saudara dekat. Seburuk-buruknya hubungan, jangan sampai mengorbankan perasaan, keamanan, dan penghidupan rakyat masing-masing negara,” terangnya. (bil/jpnn/rbb)

Exit mobile version