Site icon SumutPos

Pasukan Perdamaian asal Indonesia Dituduh Selundupkan Senjata

Pasukan perdamaian Indonesia saat menyanyikan yel yel, sebelum berangkat ke negara tujuan-Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Reputasi gemilang Pasukan Penjaga Perdamaian asal Indonesia kini terancam. Ini terkait tuduhan penyelundupan senjata yang diarahkan ke pasukan yang berasal dari unsur kepolisian.

Sebanyak 139 pasukan penjaga perdamaian asal Indonesia yang bergerak di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB),  diperiksa secara intensif oleh aparat keamanan di Darfur Utara, Sudan. Mereka dituduh menyelundupkan senjata api ilegal ketika hendak bertolak dari Bandara El Fasher setelah menuntaskan tugas di Sudan.

Berdasar informasi yang diterima Jawa Pos, Senin (23/1), pasukan penjaga perdamaian tersebut merupakan Satgas FPU (Formed Police Unit) VIII. Satgas itu bergerak di bawah koordinasi Polri selama menjalankan misi menjaga perdamaian di Sudan. Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Pol Rikwanto menjelaskan, sampai saat ini pihaknya masih menyelidiki informasi tersebut. ”Sedang kami dalami,” ujarnya kemarin (23/1).

Mantan kabid humas Polda Metro Jaya itu menjelaskan, Satgas FPU VIII yang dituduh menyelundupkan senjata api bukan satgas yang dilepas oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kamis (19/1). ”Tidak ada kaitannya,” ucap Rikwanto.

Satgas yang dilepas oleh Kapolri merupakan tim pengganti yang bakal bertugas di Sudan selama satu tahun. Yakni Satgas FPU IX. ”Yang di lepas (Kapolri) untuk rotasi atau pergantian. Karena sudah waktunya,” terangnya.

Selain satgas FPU, Indonesia juga mengirim pasukan penjaga perdamaian lain di Sudan. Yakni Unamid atau United Nations Missions in Darfur. Serupa dengan satgas FPU, pasukan itu bertugas di bawah naungan PBB. Namun, tidak bekerja berdasar koordinasi Polri. Mereka dikirim oleh TNI. Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto menjelaskan, sampai saat ini Unamid masih bertugas di Sudan. ”Mereka bertugas sampai Maret,” ucapnya.

Karena itu, dia membantah informasi yang menyatakan bahwa pasukan di bawah bendera Unamid berurusan dengan aparat keamanan negara bagian Darfur. ”Berita tersebut tidak benar,” jelas mantan kadispenad itu. Namun, dia tidak membantah soal pasukan penjaga perdamaian asal Indonesia yang dituduh menyelundupkan senjata api. Sampai saat ini, mereka masih dimintai keterangan guna memastikan asal muasal senjata api tersebut.

Wuryanto mengungkapkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan beberapa pejabat yang ditugaskan oleh TNI berkaitan dengan misi Unamid. Yakni Komandan PMP TNI Brigjen TNI Marzuki, Komandan Sektor Unamid Brigjen TNI Nur Alamsyah, dan Komandan Satgas Yon Komposit TNI Konga XXXV-B Unamid Letkol Inf Singgih Pambudi Arinto. ”Mereka menyatakan berita tersebut tidak benar,” kata dia.

Terkait permasalahan di Sudan, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan, pihaknya sudah menerima informasi mengenai kejadian tersebut. Tata menuturkan, dari informasi awal yang diterima dari Satgas FPU VIII di Sudan diketahui bahwa barang tersebut bukan milik pasukan penjaga perdamaian asal Indonesia. ”Untuk mengetahui lebih dalam, pihak PBB sedang melakukan investigasi,” tutur Tata.

Tata menambahkan, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Duta Besar RI di Khartoum Burhanuddin Badruzzaman. Menurutnya, Dubes RI sudah berada di lokasi untuk memberikan pendampingan kepada Satgas FPU VIII . ”Tim Polri juga akan segera berangkat untuk memberikan bantuan hukum dan mencari kejelasan dari permasalahan tersebut,” tuturnya.

Pengamat intelijen dari Universitas Indonesia (UI) Wawan Hari Purwanto menjelaskan, kasus tersebut harus segera dituntaskan karena dikhawatirkan akan merusak citra Indonesia di mata dunia. ”Kita harus lakukan upaya bersama supaya lebih jernih. Kita kan tidak ingin ini lantas menjadi pencitraan yang kurang bagus dan menimbulkan preseden,” katanya kepada Jawa Pos kemarin.

Wawan menambahkan, rumor yang tidak sedap tersebut tentunya memberikan dampak pada citra Indonesia di mata dunia. Jika tidak ingin citra Indonesia semakin buruk, kasus ini harus segera diselesaikan. Terlebih, ini urusan senjata yang bisa dibilang sensitif sekali. ”Orang pasti akan berikan praduga. Untuk apa? Mau di kemanakan? Siapa pelakunya? Di Indoensia sensitif sekali. Dan bisa menimbulkan hoax. Jadi, harus clear,” tuturnya.

Berkaiatan prosedur pemeriksaan, Wawan yakin bahwa para anggota Polri itu saat ini diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi sehingga tidak akan dilakukan penahanan. Dari hasil pemeriksaan sebagai saksi itu akan didapatkan informasi terkait kronologis kejadian serta apakah posisi para anggota Polri itu sebagai pelaku, pihak yang turut serta, atau bahkan korban. ”Nanti akan diketahui sejauh mana,” ucapnya.

Namun, mereka masih harus berada di sana selama investigasi dilakukan. Menurut Wawan, jika semua pihak kooperatif dan tidak ditemukan kesulitan, investigasi bisa berjalan cepat. ”Seminggu sudah selesai. Tapi, jika ada pihak-pihak yang tidak kooperatif atau ada kesulitan di lapangan, bisa sampai sebulan lebih,” ungkapnya. Jika terbukti, kata Wawan, para anggota Polri itu akan ditindak dan diberikan sanksi tegas. Menurutnya, ini adalah tindakan kriminal yang tidak sederhana karena berkaitan dengan hubungan antarnegara.

Berdasarkan catatan, ini bukan kejadian pertama Indonesia dituduh menyelundupkan senjata ilegal. Tahun lalu, Paspampres Indonesia kedapatan menyelundupkan senjata yang dibelinya secara ilegal saat mendampingi Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke Amerika. Pembelian senjata tersebut terungkap melalui Pengadilan Federal Amerika Serikat yang memproses persidangan penjualan senjata termasuk untuk Paspampres Indonesia.

”Yang waktu di Amerika itu ditangkap. Kalau ini kan masih belum clear. Jadi harus segera dijernihkan dan diungkap ke publik karena ini menyangkut nama Indonesia,” kata Wawan. (and/syn/jpg)

Exit mobile version