Site icon SumutPos

Ogah Bahas Backing, Tunggu Investigasi

BERGENDONGAN:  Anggota Polri dan TNI  lomba lari gendong di lapangan Korem 084/Bhaskara Jaya Surabaya, Selasa (23/9). Di Batam, anggota Polri dan TNI terlibat bentrok.
BERGENDONGAN:
Anggota Polri dan TNI lomba lari gendong di lapangan Korem 084/Bhaskara Jaya Surabaya, Selasa (23/9). Di Batam, anggota Polri dan TNI terlibat bentrok.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Bentrokan antara anggota TNI dan Polri di Batam menimbulkan kecurigaan lain tentang kemungkinan tindak kriminal yang dilakukan anggota TNI. Di lapangan, beredar info jika yang menggagalkan penggerebekan solar ilegal oleh Polda Riau adalah massa berambut cepakn
Namun, kedua institusi masih bungkam perihal informasi tersebut.

Sumber Jawa Pos (grup Sumut Pos) di Korbrimob mengungkapkan, massa tersebut berupaya mendesak polisi agar menjauh dari lokasi penggerebekan. Bahkan, ada yang merusak mobil dinas Brimob yang didatangkan ke lokasi. Namun, sumber tersebut tidak bisa memastikan apakah massa tersebut memang anggota TNI atau bukan.

Yang jelas, polisi saat mundur sempat mengeluarkan tembakan peringatan ke udara dan ke tanah. Diduga, tembakan ke tanah itulah yang kemudian memantul (rekoset) dan mengenai dua orang anggota TNI. Itulah awal mula kesalahpahaman antar kedua kubu yang berujung tertembaknya dua anggota TNI lain. “Logikanya, tidak mungkin orang datang sendirian ke Mako Brimob tiba-tiba ditembak kakinya,” ujar sumber tersebut.

Hingga saat ini, pimpinan kedua institusi, baik TNI maupun Polri masih enggan membahas kemungkinan adanya backing dalam penggerebekan tersebut. Panglima TNI Jenderal Moeldoko memilih menunggu hasil investigasi gabungan antara Mabes AD dengan Mabes Polri.Untuk ke depannya, bagi Moeldoko yang terpenting adalah tindak lanjut dari hasil pertemuan tersebut. “Kalau hasil investigasi yang dilaksanakan itu menunjukkan ada pihak yang tidak beres, harus diberikan tindakan tegas, transparan, tidak boleh ditutupi dan dilindungi,” ujar Moeldoko saat diwawancarai sebuah televisi swasta kemarin.

Bagaimana jika belakangan terbukti ada anggota TNI yang menjadi backing kasus kriminal, termasuk solar illegal? Moeldoko menyatakan, hal tersebut merupakan persoalan dalam pembinaan pasukan. Artinya, yang harus kali pertama bertanggung jawab adalah komandan. “Kalau komandan tidak bisa memimpin pasukannya, kami copot,” ucapnya.

Dia sudah memerintahkan para prajurit di lapangan untuk menghindari gesekan dengan sesama aparat. Menurut dia, TNI dan Polri pada dasarnya satu keluarga sehingga tidak boleh ada yang merasa sebagai musuh dari pihak yang lain.

Sementara itu, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie menjelaskan, pimpinan Polri sudah sepakat membentuk tim investigasi gabungan. Tim tersebut bukan dari Polda dan Korem, namun langsung dari Mabes Polri dan Mabes AD. Selain itu, Wakapolri dan KASAD juga bertemu di Batam untuk membicarakan masalah tersebut.

Menurut dia, tim investigasi ditunjuk untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di lapangan. “Karena itu, semua pertanyaan akan terjawab jika tim investigasi sudah menghasilkan kesimpulan dan rekomendasi,” ujar Ronny di Mabes polri kemarin.

Kondisi pada malam itu, Polda Kepri sedang melakukan penegakan hukum. Tentunya, SOP penegakan hukum harus dipatuhi. Jika tim investigasi mendapati pelanggaran SOP, maka tim tersebut yang akan menentukan tindakan apa yang harus dilakukan. Terutama, terhadap anggota yg melakukan pelanggaran SOP dalam penegakan hukum.

Terkait dengan kemungkinan backing anggota TNI, Ronny menolak menjawab. Menurut dia hal itu merupakan bagian dari investigasi yang belum ada jawabannya saat ini. Dia hanya memastikan bahwa saat itu penyidik batal melakukan penegakan hukum terhadap solar ilegal karena ada massa yang menghalangi.

Di tempat terpisah, pengamat militer Rizal Darma Putra memberikan tanggapannya tentang dugaan adanya backing TNI dalam peristiwa tersebut. Menurut dia, terlalu dini menuduh TNI menjadi backing dalam peristiwa itu sementara tim investigasi masih melakukan tugasnya.

Meski begitu, jika benar anggota TNI menjadi backing solar ilegal, maka hal itu sebaiknya menjadi momentum bagi TNI untuk memperbaiki sistem peradilan militernya. Tujuannya, mencegah anggota agar tidak melakukan pelanggaran dan penyimpangan serupa.

Dia menjelaskan, penyimpangan yang dilakukan aparat, baik TNI maupun Polri merupakan buah dari ketidaktegasan aturan. Dari sisi TNI misalnya, tidak ada aturan tegas yang secara eksplisit mampu mencegah anggotanya melakukan tindakan menyimpang. Padahal, regulasi yang tegas bisa membuat anggota berpikir dua kali untuk melanggarnya.

Menurut dia, sampai kapanpun pelaku kejahatan akan berupaya mencari backing yang kuat. Entah dari Polri atau dari TNI. “Tidak akan berhenti. Ini nanti selesai pasti akan terulang lagi kok,” ujarnya. sebab, pelaku kriminal terus mencari celah yang bisa memuluskan aksinya.

Yang terpenting saat ini adalah upaya penegakan hukum, aturan, maupun lembaga yudisialnya. TNI sebaiknya mulai memperbaiki sistem yudisialnya. Selain menjadi lebih transparan disertai kontrol yang jelas, TNI harus mulai memisahkan pelanggaran sipil dan pelanggaran militer.  (byu/jpnn/rbb)

Exit mobile version