Site icon SumutPos

Mesranya Menteri Jokowi meski Berbeda Bendera, Suka Bergerombol tapi untuk Diskusi

RAPAT KABINET: Presiden Joko Widodo rapat dengan sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Merdeka Jakarta, petengahan tahun lalu. Menko PMK Muhadjir Effendy menampik jika antar menteri yang berbeda “bendera” bersikap dingin.istimewa/sumutpos.

SUMUTPOS.CO – SITUASI di dalam Kabinet Indonesia Maju dikabarkan tidak hangat lagi. Hal ini lantaran dampak pemilihan umum (Pemilu). Jawa Pos (grup Sumut Pos) kemarin (24/1), mewawancarai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy terkait bagaimana keseharian menteri-menteri Presiden Joko Widodo saat rapat dan kerjasama lainnya.

Muhadjir merupakan salah satu menteri yang turut membantu Jokowi sejak periode pertama. Dinamika sebelum Pemilu di dalam kabinet sudah dirasakan pada 2019. ”Kecanggungan akibat beda pilihan justru kami jadikan bahan candaan, sehingga suasana menjadi cair,” kata Muhadjir.

Dia menampik jika antar menteri yang berbeda “bendera” bersikap dingin. Muhadjir menggambarkan saat rapat antar menteri masih saling sapa.

Seperti biasanya menurut mantan Mendikbud itu, memang ada waktu menteri saling bergerombol namun itu dalam rangka berdiskusi. “Bergerombolnya tidak menggambarkan perbedaan pilihan politiknya. Tapi lebih terkait urusan yang perlu dikoordinasikan,” katanya.

Dia juga mendengar isu miring yang beberapa minggu terakhir berhembus. Salah satunya isu keinginan untuk mundur dari beberapa menteri. Muhadjir tidak menanyakan langsung kepada rekannya. “Itu hak privasi yang harus saya hormati,” katanya.

Dia juga menyebut, tidak ada gelagat menteri yang akan mundur. Katakanlah Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljanto. Senin lalu (22/1), Muahdjir masih rapat dengan Ani untuk membahas LPDP. Lalu pada Selasa lalu (23/1), Muhadjir bersama Basuki mendampingi Jokowi yang sedang kunjungan kerja di Jawa Tengah. “Kami cair-cair saja. Banyak bercanda,” katanya.

Tahun politik tidak dipungkiri mengganggu kinerja. Sebab fokusnya tidak hanya mengurusi pekerjaan saja. Namun dilihatnya tidak banyak berpengaruh dengan kinerja. “Presiden sudah ingatkan dua tahun yang lalu perlunya antisipasi suasana kerja yang tidak terlalu kondusif disaat tahun politik. Dengan demikian  secara psikis kami sudah siap,” tuturnya.

Jika dibandingkan dengan dengan Pemilu sebelumnya, suasana tidak jauh berbeda. Pada periode akhir pemerintahan, dia berusaha menuntaskan program. Kali ini pun demikian. Namun karena pada 2019, Jokowi kembali mendi presiden maka waktu itu Muhadjir juga mempersiapkan program periode kedua. “Kalau sekarang tidak. Kan presidennya nanti pasti ganti,” tuturnya.

Sementara itu, sejumlah menteri masih berupaya meluruskan informasi yang muncul dalam debat Cawapres beberapa waktu lalu. Diantaranya Menteri LHK Siti Nurbaya yang membantah adanya deforestasi 12,5 juta hektar hutan, seperti disampaikan Cawapres sekaligus Menkopolhukam Mahfud MD.

Siti menilai Mahfud keliru dalam mengkalkulasikan data deforestasi atau penggundulan hutan. Sehingga data atau angka 12,5 juta hektar lahan alami deforestasi yang dipaparkan dalam debat Cawapres disebut berlebihan. “Saya harus mengatakan bahwa data itu salah. Saya bisa kasih tahu data yang sebenarnya,” kata Siti.

Dia menjelaskan, angka deforestasi hutan di Indonesia pada tahun 2013 adalah 730 ribu hektare. Kemudian di tahun 2015, angka deforestasinya bertambah menjadi 1,09 juta hektare. Penambahan angka deforestasi ini karena el Nino di 2015.

Kemudian di tahun 2016 deforestasi turun jadi 630 ribu hektare. Penurunan kembali terjadi pada 2017 menjadi 480 ribu hektare. “Lalu di 2018 (turun lagi) jadi 440 ribu hektare,” ucap Siti.

Selanjutnya di 2019 Indonesia kembali mengalami El Nino, tapi tidak separah 2015 lalu. Di mana, angka deforestasinya naik jadi 460 ribu. Sekarang di tahun 2022, Indonesia hanya mengalami deforestasi 104 ribu hektare. ”Jadi penegasannya itu, tadi bayangin saja 700 ribu hektare. Ini nggak bisa data kumulatif dengan data tahun selanjutnya,” katanya.

Ilustrasinya tahun ini ada 600 ribu hektare lahan mengalami deforestasi. Lalu tahun depan menjadi 900 ribu hentar. Maka tidak bisa ditambah atau diakumulasi jadi 1,5 juta hektare lahan alami deforestasi.

Siti juga menjelaskan, penurunan angka deforestasi di Indonesia mendapat apresiasi di sejumlah lembaga internasional. Termasuk Perdana Menteri Norwegia pada saat acara COP28. “Dan kita Indonesia ini nggak main-main kalau deforestasi. Penurunannya mencapai 65 persen dari tahun lalu ke tahun sebelumnya, atau tahun 2022,” tuturnya.

Dia menerangkan, pihaknya terus mengontrol angka deforestasi di Indonesia. Caranya dengan mengimbau perusahaan atau setiap proyek di satu kegiatan untuk melakukan konsep zero deforestasi. Proyek pembangunan jalan atau perumahan, belum tentu bisa disebut deforestasi. Karena diikuti dengan penanaman kembali. (wan/lyn/jpg)

Exit mobile version