Site icon SumutPos

Anis Matta Diincar KPK

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya tak berhenti dengan Ahmad Fathana dan Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) terkait kasus daging sapi. Lembaga antirasuah ini mulai mengincar Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta. Bersama Menteri Pertanian Suswono, Anis Matta diduga menerima aliran dana dari pencucian uang Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaaq.

Karikatur

“Yang untuk ke Anis Matta perlu didalami dan sedang didalami,” kata Busyro saat dijumpai di acara Lokakarya Jurnalis Antikorupsi di Sukabumi, Jumat (24/5) petang.

Selain itu, Menteri Pertanian Suswono pun masuk dalam radar mereka. “Sama saja yang untuk ke Pak Suswono,”tambah Busyro.

Busyro mengatakan, pihaknya juga mendalami dugaan keterlibatan Anis dan Suswono dan mendalami bukti yang didapat dari hasil pemeriksaan keduanya, yang beberapa waktu lalu digarap penyidik dalam kasus suap terkait pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan pidana pencucian uang.

“Jadi diperbandingkan dengan bukti lain. Bisa saksi, bisa bukti surat-surat, rekaman-rekaman,” terang bekas Ketua Komisi Yudisial itu.

Dalam persidangan dua terdakwa suap impor sapi, Arya Abdi Effendi dan Djuard Effendi di Pengadilan Tipikor terungkap bahwa Mentan Suswono, Anis Matta dan Ahmad Fathanah foto bareng di kediaman Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin. Disitu, mereka ngobrol bareng sambil sarapan. Namun, baik Mentan dan Anis Matta membantah kalau pertemuan itu dilakukan untuk membahas pengurusan kuota impor daging sapi.

KPK pernah memeriksa Anis dan Suswono sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi yang menjerat mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, serta Fathanah.

Seusai diperiksa KPK pada Senin (13/5) lalu, Anis membenarkan bahwa penyidik KPK mendapatkan salinan sertifikat lahan atas nama istrinya, Anaway Irianti Mansyur di tas Ahmad Fathanah saat proses tangkap tangan KPK beberapa waktu lalu. Anis mengaku KPK memperlihatkan salinan sertifikat lahan itu pada pemeriksaan.

“Yang diperlihatkan kepada saya tadi itu fotokopi, bukan sertifikat asli yang ada di tasnya Fathanah. Itu bukan sertifikat aslinya,” kata Anis selepas menjalani pemeriksaan oleh KPK sebagai saksi untuk Fathanah yang menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi. Dia diperiksa selama kurang lebih tujuh jam.

Menurut Anis, Fathanah pernah menawar rumah miliknya. Lahan itu dikelola adik Anis, Saldi Matta, yang menjadi pengusaha di bidang properti. Rencananya lahan itu akan digunakan untuk perumahan berbentuk cluster.

“Saya sudah jelaskan bahwa sertifikat ini adalah lahan saya yang sudah saya laporkan dalam daftar kekayaan saya kepada KPK. Itu ada di dalam daftar. Lahan ini selanjutnya saya serahkan kepada adik saya, Saldi Matta, untuk dijadikan suatu proyek properti, cluster,” ungkapnya. Namun, lanjut Anis, belum ada transaksi jual beli antara pihaknya dengan Fathanah. Menurut Anis, Fathanah baru sekadar menawar. “Mereka menawar, tapi tidak terjadi transaksi dengan keluarga Fathanah,” ucapnya.

Anis pun menegaskan, tidak pernah terjadi transaksi jual beli antara adiknya dan Fathanah. Keluarga Fathanah, menurut Anis, baru sekadar menawar lahan tersebut. Jika demikian, bagaimana salinan sertifikat lahan itu bisa berada di tas Fathanah yang ditemukan penyidik KPK saat proses tangkap tangan beberapa waktu lalu? Anis mengaku tidak tahu. “Itu urusannya dengan Pak Saldi,” ucap Anis.

Saat dikonfirmasi soal sertifikat lahan ini, Busyro mengatakan bahwa hal itulah yang sedang didalami KPK. “Itu yang sedang didalami terus,” ucapnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono terungkap pernah mengadakan pertemuan dengan Fathanah. Tim jaksa KPK memiliki bukti foto-foto yang menunjukkan Suswono satu meja dengan Fathanah. Menurut Suswono, dia memang beberapa kali bertemu dengan Fathanah. Selain pertemuan di Medan, Suswono bertemu Fathanah di Takalar dan di rumah Wali Kota Makassar.

Saat di Takalar, menurut Suswono, Fathanah tengah bersama Anis Matta. Sementara itu, pertemuan di Medan, katanya, difasilitasi Luthfi. Suswono mengaku dipertemukan dengan Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman oleh Luthfi di Medan.

Tidak sampai di situ saja, Busyro juga buka suara terkait keraguan PKS atas kasus yang membelit mantan presiden partai mereka, LHI. Terutama, soal tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang selama ini disebut sebagai pengalihan dari tudingan kasus korupsi. Busyro mengatakan kalau penerapan TPPU itu mengikuti kemana saja uang mengalir. Itulah kenapa, UU tersebut memiliki tujuan untuk bisa menelusuri siapa saja. Baik korporasi maupun perorangan yang diduga menerima aliran dana. Dia lantas mencontohkan mobil milik LHI yang diatasnamakan orang lain termasuk Ahmad Zaki, sopir pribadinya.

“Orang-oran g itu atas nama undang-undang TPPU harus diperiksa secara maksimalis, tidak bisa minimalis. Setengah-setengah saja enggak bisa,” tegasnya. Kalau sampai KPK minimalis, Busyro menyebut itu tidak baik karena menunjukkan inkonsistensi. Mengkhianti semangat dan karakter dari UU TPPU yang bergerak seperti air mengalir kemana pun juga.

Lebih lanjut dia menjelaskan kalau KPK saat ini memiliki bukti kuat atas penerapan TPPU pada LHI. Dia memastikan hal itu karena Busyro menyebut tidak mungkin penegak hukum termasuk KPK, menerapkan dugaan tanpa punya bukti permulaan yang cukup. Nah, bukti-bukti bahwa TPPU bukan pengalihan kasus bisa dilihat saat persidangan LHI berlangsung nanti.

Itulah kenapa, Busyro mengaku heran ketika kader partai berlogo bulan sabit kembar itu masih saja tidak sepakat dengan penerapan TPPU pada LHI. Pria asal Jogjakarta itu lantas menyebut kalau protes harusnya juga dialamatkan ke DPR yang merumuskan UU tersebut. “Untuk apa TPPU itu dibuat kalau UU yang sudah sah tidak diterapkan. Mestinya didukung,” katanya.

Menurutnya, tidak pada tempatnya kalau elite parpol apalagi anggota DPR yang paham dan taat hukum memprotes penerapan TPPU. Mengenai terbukti atau tidak, Busyro menyebut bisa dibuktikan di pengadilan. Apalagi, jelas kalau tudingan KPK tidak tepat, semua barang yang disita bakal dikembalikan kepada pemiliknya.

“Jadi, saya menyayangkan tapi sekaligus menyarankan. Sudahlah, seperti kata mereka sendiri, PKS itu juga bukan partai malaikat. Artinya manusia biasa yang bisa salah,” tegasnya.

Kalau mereka masih ngotot? Busyro menyebut tidak ada kepahaman pada aspek teoritik TPPU. Dia menyebut kalau UU tersebut tidak harus berdasar atau didahului dengan terbuktinya tindak pidana korupsi terlebih dahulu. Jadi, mantan ketua KPK itu memastikan TPPU bisa langsung diterapkan pada LHI.

Dia juga menyebut ada yang bermasalah pada kaderisasi partai dakwah itu. Kewajiban para kader untuk mengklaim bahwa PKS makin solid, tetapi harus terbuka terhadap proses hukum. “Menggambarkan bahwa sistem kaderisasi partai ini memang ditengarai oleh sebagian pengamat mampu menciptakan ketaatan yang nyaris tanpa sikap kritis pada pimpinannya. Sehinga terjadi pembelaan yang massif,” jelasnya.

Busyro menyebut tidak ada gunanya PKS memusuhi KPK. Sebab, lembaga antirasuah itu sebuah lembaga negara. Kalau pembelaaan massif seperti saat ini terus dilakukan, Busyro yang mantan pengamat partai politik khawatir terjadi delegitimasi dan deparpolisasi oleh aktivisnya sendiri. “Bagaimanapun, kasus LHI telah menurunkan public trust,” ungkapnya.

Saat disinggung apakah TPPU yang juga diterapkan pada Ahmad Fathanah bisa ke partai politik, Busyro memastikan secara normatif bisa. Namun, dia tidak mau berbicara banyak mengenai hal itu dan memilih menunggu fakta persidangan. Kalau benar ada, warga bisa menanggapi fakta persidangan dengan aturan hukum yang ada yaitu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“KPK atau penegak hukum seperti jaksa, kepolisian, atau hakim itu tidak bisa, kecuali hakim MK. KPK juga tidak pernah ke sana, karena memang tidak punya kewenangan. Kami fokus ke TPK (tindak pidana korupsi) sekaligus TPPUnya,” jelas pria 60 tahun itu.

Sebelumnya, PKS memang mengkritik kerja KPK dalam LHI. Termasuk soal perempuan-perempuan yang diduga dekat dan menerima sejumlah uang dari Ahmad Fathanah. “Ada sifat berlebih-lebihan dalam cara mereka memperlakukan PKS. Yang berbeda sama sekali dengan kasus-kasus yang lainnya,” jelas Presiden PKS Anis Matta di sela-sela acara Election Update DPP PKS, Hotel Bidakara Jakarta, Jumat (24/5).
PKS juga menilai, KPK tidak fokus. Proses penyelidikan yang dilakukan KPK tidak lagi pada substansi persoalannya. “Terlalu banyak pihak yang terlibat,” kata Anis.

Sehingga, fokus persoalan bukan lagi pada masalah dugaan korupsi impor sapi. Melainkan masalah lainnya. Termasuk yang disorot Anis adalah perempuan-perempuan yang di sekitar Ahmad Fathanah. “Ini yang kita sebut gejala festivalisasi. Dan saya kira publik mulai merasakan ada semacam ketidak adilan di sini,” jelas Anis. (dem/rm/dim/jpnn)

Exit mobile version