Site icon SumutPos

Kejagung Kawal Serapan Anggaran

Jaksa Agung M. Prasetyo.
Jaksa Agung M. Prasetyo.

SUMUTPOS.CO- Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan, institusinya akan membuat tim yang bakal mendampingi pejabat daerah menggunakan anggaran. Hal itu dimaksudkan agar pembuat kebijakan tak takut pada ancaman pidana.

“Arahnya lebih kepada pencegahan,” kata Prasetyo di Istana Bogor, kemarin. Tim pendamping yang dibentuk Kejaksaan Agung tersebut bakal melakukan pendampingan agar penggunaan anggaran tidak melenceng dari prosedur. Prasetyo mengatakan, kepala daerah tak perlu takut menggunakan anggaran jika memang tak bersalah.

Agar tak menghambat pertumbuhan, Prasetyo mengatakan harusnya aparat penegak hukum tidak melakukan penyelidikan pada proyek yang masih dalam tahap lelang. Kecuali, jika dalam tahapan itu ditemukan suap-menyuap. “Jadi, biarkan proyeknya selesai dulu. Nanti kan juga ada semacam audit dari BPK,” kata dia.

Sementara itu, terkait imbauan Presiden Jokowi agar kebijakan tak dipidanakan, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz menilai, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi harus direvisi.

Dia mencontohkan, pasalnya dengan kata ‘dapat’ dalam UU Tipikor dan ‘yang merugikan perekonomian’ memiliki tafsiran luas. Salah satu solusi, ‘merugikan perekonomian’ bisa direvisi menjadi ‘merugikan keuangan negara’.

Dia menerangkan, harus dibedakan antara kerugian negara dan potensi kerugian negara. Menurutnya, pidana hanya bisa dikenakan bila kerugian negara sudah jelas terjadi dan menguntungkan pejabat bersangkutan. Semisal, menggunakan uang daerah untuk membangun rumah pribadi.

Harry menambahkan, apabila kepala daerah menerobos aturan untuk memudahkan kinerja, hal tersebut belum tentu pelanggaran hukum atau masuk kategori korupsi. Harry menilai, kerugian negara harus dijelaskan secara spesifik. Tujuannya, agar tindakan hukum tepat sasaran.

Harry mengiyakan, sudah sepakat dengan pemerintah bahwa temuan potensi kerugian negara oleh tak bisa langsung dijadikan perkara hukum. Hal itu harus lebih dulu diklarifikasi pejabat bersangkutan dalam tenggat waktu 60 hari. ‘’Setelah selesai dan tidak ditindaklanjuti oleh para kepala kementerian atau negara, gubernur, bupati, dan wali kota baru diambil tindakan hukum,’’ kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto menyambut baik langkah Presiden Jokowi menerbitkan peraturan tentang percepatan penyerapan anggaran. Termasuk di dalamnya aturan antikriminalisasi pejabat negara dan daerah. “Karena terus terang saja, banyak sekarang ini pejabat, terutama pejabat daerah, ketakutan untuk penyerapan anggaran. Kalau ada perpresnya tentunya ada yang memagari,” ujar Agus.

Dia menjelaskan, dengan perpres tersebut, pejabat daerah bisa melakukan diskresi kebijakan, seperti penunjukan langsung dalam pengadaan barang dan jasa. Hanya, tegas Agus, setiap bentuk pelanggaran nonadministratif mesti ditindak pidana. Hal ini tampak bila seorang pejabat punya konflik kepentingan dalam pembangunan infrastruktur.

Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengiyakan, proses tender hingga ketakutan kepala daerah terkena kasus hukum menjadi penyebab rendahnya penyerapan dana daerah.

Boediarso mengatakan, ada banyak kepala daerah yang ketakutan menyerap anggaran ketika terdapat laporan dari suatu lembaga atau organisasi masyarakat kepada aparat penegak hukum terkait proyek yang akan dijalankan. “Ketakutan para kepala daerah ini adalah fakta dan menjadi salah satu faktor,” kata Boediarso.

Dia menambahkan, faktor lambatnya serapan anggaran dana daerah terletak di proses tender. Salah satunya, yakni adanya tahapan sanggahan bagi pihak yang kalah tender. Biasanya, proses sanggahan itu bisa memakan waktu satu bulan apabila sanggahan itu diterima. “Ini memakan waktu,” kata dia.

Selain itu, juga karena proses tender baru bisa dilakukan setelah adanya dokumen isian pelaksanaan anggaran (DIPA). Ke depan, ujarnya, proses tender sudah bisa dilakukan meskipun pemda masih menyusun APBD.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengingatkan tentang rendahnya serapan anggaran belanja modal hingga Agustus 2015 yang baru mencapai 20 persen. Jokowi meminta agar belanja modal ditingkatkan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di tengah krisis global.

“Kalau kita lihat sekarang ini ada problem di serapan dan belanja anggaran baik di APBN, APBD provinsi, kabupaten/kota, dan BUMN. Maka dari itu, inilah kita bertemu dan mencari jalan keluar,” ujar Jokowi di hadapan para pimpinan kepolisian daerah, kejaksaan tinggi, hingga kepala daerah dan para menteri Kabinet Kerja dalam rapat koordinasi di Istana Bogor, Senin (24/8) lalu. (bbs/val)

Exit mobile version