Site icon SumutPos

Ini Klarifikasi Luhut soal Panama Papers

FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan.
FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bocoran dokumen dari firma hukum di Panama, Mossack Fonseca tentang offshore company atau perusahaan cangkang menyeret nama Luhut Binsar Panjaitan. Namanya ada dalam dokumen yang kondang dengan sebutan Panama Papers itu sebagai direktur di Mayfair International Ltd.

Nama menteri perindustrian dan perdagangan di era Presiden Abdurrahman Wahid itu tertulis sebagai direktur di Mayfair International yang berbasis di Seychelles, sebuah negara di Samudra Hindia. Berdasarkan akta pendirian perusahaan, Mayfair beralamat di Suite 13, First Floor, Oliaji Trade Centre, Francis Rachel Street, Victoria, Mahe, Seychelles.

Terang saja Luhut menangkis bocoran dokumen yang menjadi pemberitaan di sebuah majalah mingguan terbitan Jakarta itu. Menurutnya, dari sisi substansi, hal yang ditulis di dalam majalah tersebut tidak terlalu luar biasa. Namun, ia tetap merasa dirugikan.

“Saya merasa dirugikan dengan disain sampul majalah tersebut, seolah-olah saya telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara kita, utamanya dalam merugikan negara,” katanya melalui layanan pesan WhatsApp yang beredar di kalangan wartawan.

Ia mencontohkan alamat rumahnya dalam akta pendirian Mayfair yang ditulis di Jalan Mega Kuningan Barat III Nomor 11, Jakarta. Padahal, Luhut tidak tinggal di alamat itu.

“Alamat rumah saya saja dibikin salah di situ. Alamat rumah saya bukan di Mega Kuningan 11,” katanya.

Luhut merasa dirugikan dengan disain sampul majalah tersebut, seolah-olah telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara, utamanya dalam merugikan negara.

Dalam keterangan persnya, Luhut ingin meluruskan beberapa hal, agar masyarakat dan media massa dapat memahami keadaan sesungguhnya secara lebih gamblang dan apa adanya.

Ada pun hal-hal yang ingin diluruskannya adalah pertama, masalah yang diangkat dalam pemberitaan majalah tersebut terjadi dalam kurun waktu tidak menjadi pejabat publik, atau tidak menjadi menteri.

”Ketika itu dalam menjalankan usaha, saya berusaha untuk selalu menaati mengikuti dan tidak melanggar peraturan yang ada. Saya bersyukur, dengan cara tersebut dan bantuan Tuhan YME saya dapat meraih kesuksesan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya,” katanya.
Luhut menyebutkan sejak 31 Desember 2014 sudah melepas semua jabatan di perusahaan. Saat ini perusahaan itu dikelola oleh orang-orang yang profesional di bidangnya, dan dirinya sudah tidak terlibat secara aktif dalam pengelolaanya.

”Semua kekayaan yang saya miliki telah saya laporkan dalam LHKPN secara transparan, sesuai dengan aturan yang berlaku,” tukasnya lagi.

Lebih jauh, Luhut mengatakan ada beberapa hal yang perlu dikemukakan mengenai satu perusahaan cangkang (Mayfair International Ltd) yang disebutkan dalam sebuah majalah terbitan nasional.

”Saya tidak pernah mendengar nama perusahaan tersebut hingga saat saya menerima surat permohonan wawancara. Kemudian saat melakukan wawancara dengan majalah tersebut saya baru mengetahui bahwa perusahaan itu berdiri pada tahun 2006,” katanya.

Kenyataanya, pada tahun 2006, dia mengaku belum memiliki uang untuk mendirikan perusahaan cangkang seperti itu. Setelah dilakukan penyelidikan, ada dugaan bahwa bisa saja perusahaan itu dibuat tanpa sepengetahuan dirinya. Karena untuk membuat perusahaan cangkang seperti itu tidak diperlukan tanda tangan.

”Alamat yang digunakan dalam data perusahaan tersebut pun salah. Dalam dukumen perusahaan tersebut tertera bahwa alamat saya berada di MKB no. 11, rumah saya nomor 18,” ulangnya.

Dalam point kedua, disebutkan Luhut, perusahaan cangkang tersebut tidak masuk dalam laporan LHKPN karena dirinya tak merasa memiliki atau menjadi bagian dari perusahaan itu. ”Selain itu saya tidak pernah menerima apapun dari perusahaan tersebut,” tukasnya.

Jadi, menurut Luhut, perusahaan tersebut tidak mempengaruhi jumlah kekayaan saya maupun kewajiban pajak yang harus dibayar. ”Saya selalu berusaha untuk disiplin dalam membayar pajak. Dari perusahaan Toba Bara Sejahtera, termasuk anak perusahaannya, dari tahun 2010 sampai 2015 sudah lebih dari 300 juta dollar pajak dan royalti yang sudah dibayarkan ke kas negara,” katanya.

Bahkan pada 2014, kata Luhut, salah satu perusahaan batubara miliknya mendapatkan penghargaan dari kantor pajak sebagai wajib pajak dengan peningkatan pembayaran pajak tertinggi, padahal harga batubara pada saat itu sedang mengalami penurunan.

”Perusahaan cangkang tersebut tidak mempunyai hubungan dengan perusahaan saya, baik perusahaan induk maupun anak perusahaannya, termasuk Buana Inti Energi,” tegasnya.

Soal keterkaitan antara perusahaan cangkang tersebut dengan Persada Inti Energi dalam proyek infrastruktur Tanah Air, Luhut menyatakan PT Persada Inti Energi bukan perusahaan miliknya. Alhasil, dia tak tahu-menahu proyek apa saja yang mereka kerjakan.

”Disebutkan bahwa pemegang saham Persada Inti Energi adalah anak buah saya yang bernama Elizabeth. Memang Elizabeth pernah bekerja sebagai Direktur Keuangan. Di perusahaan saya. Setelah tahun 2008, kami tidak ada hubungan sama sekali.,” pungkasnya. (jpnn/val)

Exit mobile version