Site icon SumutPos

Dana Aspirasi Ditolak, DPR Marah-marah

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sinyal penolakan Presiden Jokowi terhadap proposal dana aspirasi DPR sebesar Rp11,2 Triliun bikin para politisi Senayan meradang. Alih-alih mendorong pembangunan daerah, Istana mengganggap dana aspirasi DPR berpotensi menguap untuk kepentingan pribadi pihak tertentu. Dana ini juga bisa diselewengkan tak hanya oleh anggota parlemen melainkan juga pejabat daerah. DPR pun semakin meradang.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah kecewa dengan pemerintah atas penolakan realisasi usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi. Fahri mengaku telah menghubungi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof Chaniago untuk mengutarakan kekecewaannya itu.

“Saya tegur Kepala Bappenas. ‘Bung, anda tidak menghargai kami dan tidak mendengarkan rakyat. Masa mendengar rakyat saja tidak boleh?” ucap Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (26/6).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu tidak mengerti apa yang ditakuti lembaga eksekutif bila dana aspirasi direalisasikan dan dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan.

Soal aspek pengawasan, ujar Fahri, tidak lagi perlu dipertanyakan, mengingat dana aspirasi kelak menyatu dengan APBN yang pengawasannya akan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Ketua Badan Anggaran DPR RI, Ahmadi Noor Supit, curiga Presiden Jokowi telah mendapatkan informasi yang keliru terkait usulan dana aspirasi sebesar Rp11,2 triliun yang diajukan DPR. Penolakan Presiden Jokowi terhadap dana aspirasi ini diungkap oleh Kepala Badan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago.

“Logika menolaknya apa? Barangnya saja belum ada. Saya yakin presiden mendapat informasi yang tidak benar kalau ada kata-kata menolak,” kata Supit saat dihubungi, Jumat (26/5/2015).

Supit meyakini, jika menerima penjelasan langsung dari DPR, Presiden dapat melihat bahwa program ini sangat baik untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah. Dengan begitu, sarana dan infrastruktur di daerah bisa lebih berkembang.

“Kalau presiden menolak, pasti menteri melaporkan sesuatu yang tidak benar,” ucap Supit.

Supit mengatakan, pemerintah memang mempunyai hak untuk menerima atau menolak dana aspirasi. Namun, sebaiknya pemerintah menunggu proposal resmi yang diajukan DPR sebelum bersikap.

“Sekarang kan (proposal) dalam pembicaraan (di DPR). Setelah reses, sebelum 14 Agustus, tentu sebelumnya, kita upayakan masukan proposal ke pemerintah,” ucap Supit.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman mengatakan bahwa pemerintah keliru memahami soal UP2DP yang telah disepakati dalam sidang Paripurna DPR.

Menurut dia, tak ada istilah dana aspirasi sebagaimana yang ramai dibicarakan saat ini. Benny merasa heran mengapa muncul istilah dana aspirasi karena istilah itu tidak pernah muncul dalam pembahasan di DPR.

“DPR tidak pernah mengusulkan dana aspirasi. Tidak ada,” ujar politisi Partai Demokrat ini di Gedung DPR, Jumat (26/6). Akan tetapi, ujarnya, yang diusulkan DPR selama ini adalah program pembangunan daerah pemilihan.

Menurut Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR, Yandri Susanto, dana aspirasi memang tak akan terealisasi jika pemerintah tidak mengakomodirnya dalam RAPBN 2016. Dan kalaupun pemerintah menolak UP2DP, Yandri sebagai anggota DPR mengaku tak akan surut langkah menampung aspirasi.

Yandri yang terpilih sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Banten II, mengaku biasa menyerap aspirasi di Serang. Menurut Yandri, dirinya justru punya alasan kepada konstituennya ketika pemerintah menolak UP2DP sehingga aspirasi yang ditampung tak terealisasi.

“Saya kalau aspirasi di Serang, ada jembatan rusak, jalan desa. Kalau tidak disetujui saya tinggal bilang’ Jokowi tidak setujui (usulan aspirasi rakyat)” ujar Yandri di gedung DPR Jakarta, Kamis (24/6).

Menurut Yandri, kalaupun pemerintah tak mau mengakomodir UP2DP maka dirinya tetap bergerak ke daerah pemilihannya. Sebab, saat ini sedang proses penyerapan apsirasi dari dapil untuk dibawa ke pembahasan RAPBN 2016 yang akan berlangsung hingga Oktober mendatang.

“Mulai menampung aspirasi, mulai ada kades minta bangun jalan, ada lagi usulan sekolah ambruk. Ini bukan kita percaya langsung, diinvestigasi dulu benar gak ini. Jadi nanti kami tetap usulkan, yang bahas Banggar DPR dengan Menkeu,” jelasnya.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui bahwa Ketua Banggar DPR Ahmadi Noor Supit telah bertemu dengannya dan juga Presiden Jokowi guna menyampaikan usulan mengenai dana aspirasi secara langsung.

“Iya, memang sudah ngomong mengenai rencana itu,” kata Bambang, di Kantor Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta Pusat, Jumat (26/6).

Namun, meski sudah menyampaikan maksudnya secara langsung, Bambang menegaskan selama DPR tidak memasukkan proposal usulan dana aspirasi yang menandakan usulan tersebut resmi, pemerintah tidak akan menanggapi permintaan legislatif itu. “Cuma kan bukan pernyataan resmi. Jadi, harus ada proposal resmi,” ujar dia.

Menurut Bambang yang juga Ekonom UI ini, yang menjadi pembicaraan dewasa ini adalah baru berupa aturan dari internal DPR sehingga tidak menjadi urusan yang harus ditanggapi pemerintah. “Proposalnya belum ada. Kenapa kita harus tanggapi duluan. Itu kan urusan internal rumah tangga orang (DPR),” tegas Bambang. (bbs/val)

Exit mobile version