Site icon SumutPos

Prasetyo Banggakan Kasus Centre Point

HM Prasetyo saat bersiap-siap menjalani pelantikan dirinya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11). HM Prasetyo resmi menjadi Jaksa Agung. Foto: Ricardo/JPNN.com
HM Prasetyo saat bersiap-siap menjalani pelantikan dirinya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/11). HM Prasetyo resmi menjadi Jaksa Agung. Foto: Ricardo/JPNN.com

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jaksa Agung Prasetyo akhirnya merespons desakan sejumlah aktivis antikorupsi agar dirinya mundur dari jabatannya. Dia tak menampik bahwa di tengah upaya pengusutan sejumlah kasus besar, seperti pengalihan lahan PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Medan yang melibatkan sejumlah pejabat pemerintah, dan kasus dana bansos Provinsi Sumut, pihaknya justru disudutkan.

Lebih detail, Prasetyo mengaku bangga bisa mengungkap kasus pencaplokan lahan milik PT KAI di Jalan Jawa Medan oleh PT Arga Citra Kharisma (ACK), yang di atasnya kini berdiri bangunan mal Centre Point. Prasetyo menyebut kasus lahan di Medan itu sebagai kasus besar.

Dia juga mengatakan, kasus pengalihan lahan PT KAI di Medan itu melibatkan pejabat Pemko, serta melibatkan orang kuat yang selama ini sulit dijamah hukum.

“Kami sedang menangani beberapa kasus korupsi yang sasarannya bukan orang biasa. Kasus di Medan, pelakunya konon disebut tak tersentuh,” ujar Prasetyo di Jakarta, kemarin (26/10).

Prasetyo mengatakan hal tersebut, menanggapi kuatnya desakan agar Presiden Jokowi segera mencopot dirinya sebagai jaksa agung karena kinerjanya buruk. Juga yang aktual, namanya sudah disebut-sebut terkait dengan kasus suap penanganan perkara bansos Sumut yang diusut kejaksaan agung.

Sebenarnya, kasus Centre Point yang ditangani kejaksaan agung juga ada kejanggalan. Semula, sudah ditetapkan tiga nama tersangka yakni bos ACK Handoko Lie dan dua mantan walikota Medan yakni Abdillah dan Rahudman Harahap. Namun belakangan, status tersangka Abdillah dianulir. Tersangka tinggal dua saja, yakni Handoko dan Rahudman.

Dalam kesempatan yang sama, Prasetyo juga menampik tuduhan dirinya punya kepentingan hingga mengambil aih kasus bansos Sumut, yang semula ditangani kejaksaan tinggi Sumut.

Dikatakan, kasus itu diambil alih kejaksaan agung untuk menghindari perasaan sungkan alias ewuh pakewuh jajaran kejati Sumut ketika mengusut kasus yang melibatkan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho itu.”Kami ambil alih untuk menghindari beban psikologis ewuh pakewuh. Lalu kenapa dikait-kaitkan dengan Rio Capella?” ujarnya.

Penjelasan mantan anggota DPR ini juga lemah, lantaran kejati Sumut sendiri sudah memulai pengusutan dan sudah mengeluarkan sprinlidik, yang akhirnya digugat ke PTUN Medan itu.

Prasetyo pun membantah terlibat kasus suap dengan tersangka mantan Sekjen NasDem Patrice Rio Capella. Dia menuding ada pihak-pihak tertentu yang menyudutkan dirinya demi kepentingan politik. “Ada kepentingan politis tinggi,” ujarnya, tanpa menyebutkan lebih lanjut.


Dia juga menantang pihak-pihak yang menyudutkannya untuk menyodorkan bukti, termasuk jika ada rekaman percakapan. “Teleponnya mana? Coba buka saja,” tantangnya.

Prasetyo meminta aktivis antikorupsi mengedepankan fakta dan objektivitas. Selain itu, ia menegaskan, harusnya mereka juga memberikan dukungan terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan kejaksaan.

“Kami justru berharap dukungan dari aktivis antikorupsi,” kata Prasetyo sembari menilai banyaknya suara miring terhadap langkah Kejagung dalam menangani kasus korupsi sebagai bentuk perlawanan balik para koruptor.

Dia menegaskan, sejak diangkat menjadi Jaksa Agung telah memisahkan diri dengan politik dengan cara keluar dari Partai Nasdem. Menurut dia, meski berasal dari Partai NasDem, tapi sebagai Jaksa Agung tak pernah menghentikan proses hukum kader partai tersebut.

Contohnya, Kejaksaan Tinggi Sulteng justru menahan mantan Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) yang juga eks Ketua Dewan Pembina Partai NasDem Sulteng HB Paliudju terkait kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran operasional Provinsi Sulteng tahun 2006-2011.

Demikian pula sikap tegas Kejati NTT yang menjadikan Bupati Sumba Barat Daya, Jubilate Pieter Pandango sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan sepeda motor pada 2011 senilai Rp3,2 miliar. Jubilate sebelumnya diketahui sebagai Ketua DPD Partai Nasdem Kabupaten Sumba Barat.

Pun ketika KPK menangkap hakim dan panitera PTUN Medan terkait dana bansos Sumut, Kejagung meminta lembaga antirasuah tersebut untuk mengungkap hingga dalangnya.

“Ketika mereka (KPK) menginformasikan OTT (Operasi Tangkap Tangan, Red) di PTUN di Medan, ketika mereka mengatakan menangkap hakim dan panitera, saya sejak awal mengatakan ungkap tuntas. Saya mengapresiasi dan bahkan meminta dituntaskan kasus tersebut hingga ke dalangnya,” tukasnya.

Terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan kesiapan bila ditugaskan Presiden Joko Widodo menggantikan posisi M Prasetyo sebagai Jaksa Agung.

Ini disampaikan Yasonna usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (26/10). Namun, Yasonna tidak mau mengutak-atik kewenangan Presiden melakukan reshuffle kabinet.

“Pengganti siapa saja, itu domain Presiden. Tak usah kita ganggu,” kata Yasonna.

Yasonna dikabarkan disiapkan untuk menjadi pengganti Jaksa Agung M Prasetyo, nama lain yang berkembang adalah Mulfachri Harahap, Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) di DPR, yang baru-baru ini resmi bergabung mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Apakah Yasonna siap bila ditugaskan Presiden menjadi Jaksa Agung? “Kami kan abdi negara, kapan saja diminta, kami siap,” jawabnya. Ditanya apa sudah ada pembicaraan dari Presiden? “Gak lah, kami kerja lagi seru-serunya,” pungkas menteri dari PDIP itu sembari tersenyum. (sam/fat/jpnn/val)

Exit mobile version