Site icon SumutPos

Hakim: Garang kok Pakai Behel

FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS Terdakwa kasus gratifikasi pembahasaan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 Kementerian ESDM,  Sutan Bhatoegana saat menjalani sidang pembacaan Putusan Sela di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (27/4/2015). Hakim Tipikor yang dipimpin Artha Theresia menolak Eksepsi Sutan dan akan melanjutkan sidang dengan pemeriksaan saksi-saksi.
FOTO:MIFTAHULHAYAT/JAWA POS
Terdakwa kasus gratifikasi pembahasaan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 Kementerian ESDM, Sutan Bhatoegana saat menjalani sidang pembacaan Putusan Sela di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (27/4/2015). Hakim Tipikor yang dipimpin Artha Theresia menolak Eksepsi Sutan dan akan melanjutkan sidang dengan pemeriksaan saksi-saksi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Emosi Sutan Bhatoegana tak terkendali saat mendengar mejelis hakim menolak eksepsi atau keberatannya atas dakwaan jaksa. Mantan Ketua Komisi VII DPR itu kalap dan sempat bersuara keras serta menuding sidang telah direkayasa.

Politisi Partai Demokrat itu mulai naik pitam ketika mendengar kuasa hukumnya Eggy Sudjana. Saat itu Eggy diberi kesempatan bicara setelah pembacaan putusan sela. Entah trik atau benar, Eggy sempat menyatakan mundur sebagai pengacara karena menganggap hakim telah mengabaikan semua keberatannya.

“Siapapun pengacaranya, kalau putusan hakim seperti ini, ya percuma saja,” ucap Eggy diikuti pernyataan pengunduran diri. Mendengar hal itu, Sutan langsung emosi. Begitu diberi kesempatan bicara oleh hakim, dia menyebut sidang memang telah diskenariokan dan bisa dipastikan dirinya diputus bersalah.

“Tetap dampingi saya Bung Eggy. Saksi-saksi dari kunci nanti pasti tidak akan memperberat kita,” ungkapnya. Ketua Majelis Hakim Artha Theresia keberatan dengan Sutan yang mengomentari pernyataan pengacaranya. Sebab dia sebenarnya diberi hak bicara terkait putusan sela hakim.

Ketika ditegur hakim Artha, Sutan malah emosi. “Bu Hakim jangan bentak-bentak saya, dikira saya takut,” katanya dengan nada tinggi.

Ketegangan pun terjadi, Artha sempat meminta agar Sutan menyampaikan pendapatnya dengan cara yang lebih terpelajar.

Ketegangan kembali terjadi ketika Sutan kembali meminta surat izin berobat karena perlu merawat behel atau kawat giginya. Ketika itu, Hakim Artha mempermasalahkan permohonan Sutan. “Anda garang seperti ini mau berobat behel. Buat apa pakai behel, kan sudah tua,” ujar Artha yang terlihat kesal.

Sutan pun muntap. Dia menyebut harusnya Artha tak berkata demikian karena bukan seorang dokter. “Ibu ini bukan dokter. Behel ini bisa berdampak serius kalau tidak dirawat, bisa tetanus saya,” timpalnya.

Sutan mengaku emosi karena selama ini tak pernah diberi izin merawat behelnya oleh KPK. Lembaga antirasuah itu menganggap keluhan Sutan bisa diatasi oleh klinik di rutan. “Mereka hanya ada klinik, bukan dokter gigi. Saya perlu izin berobat ke dokter gigi,” pintahnya. Hakim akhirnya kembali memberikan izin pada Sutan agar bisa berobat ke dokter gigi di luar rutan.

Dalam sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, Senin (27/4), majelis hakim memang menolak seluruh keberatan Sutan. “Majelis hakim memerintahkan tim jaksa penuntut umum KPK untuk melanjutkan pemeriksaan terhadap Sutan Bhatoegana sebagai terdakwa di persidangan,” ujar Hakim.

Keberatan yang diajukan Sutan memang aneh-aneh. Salah satunya dia mempermasalahkan tak dicantumkannya gelar dalam namanya. Terkait hal ini, Artha menilai penyebutan gelar bukan syarat formil dan telah diatur dalam KUHAP.

Seperti halnya saat praperadilan, pada eksepsinya Sutan juga kembali mempermasalahkan keberadaan penyidik KPK. Menurut dia penyidik yang menangani perkaranya telah diberhentikan dari Kepolisian. Namun lagi-lagi hakim melihat hal itu sudah sesuai aturan.

Oleh jaksa KPK, Sutan didakwa menerima sejumlah pemberian baik uang, mobil maupun rumah selama menjabat Ketua Komisi VII DPR, periode 2009-2014. Uang yang diterima Sutan antara lain USD 140 ribu dari Waryano Karno (mantan Sekjen Kementerian ESDM). Uang itu diberikan agar Sutan membantu Kementerian ESDM yang tengah mengajukan perubahan anggaran.

Sutan juga didakwa meminta uang dari mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. Uang yang diminta dengan dalih Tunjangan Hari Raya atau THR itu sebesar USD 200 ribu. Tak hanya itu, Sutan juga pernah menerima uang Rp50 juta dari kolega separtainya, yang juga mantan Menteri ESDM, Jero Wacik.

Selain uang, KPK juga mengendus Sutan pernah menerima Toyota Alphard 2.4 AT tipe G bernopol B 1957 SB. Mobil itu diterima dari Direktur PT Dara Trasindo Eltra (DTE) Yan Achmad Suep. Pemberitan tersebut diduga berkaitan dengan posisi Sutan selaku Ketua Komisi VII. Sebab PT DTE bergerak dalam bidang migas.

Tak hanya itu, Sutan juga pernah menerima tanah seluas 1.194 m2 yang di atasnya berdiri rumah. Pemberian itu berkaitan pencalonan Sutan sebagai Gubernur Sumatera Utara. Rumah itu berada di Jalan Kenanga Raya, Medan.(gun/jpnn/rbb)

Exit mobile version