Site icon SumutPos

Kompak Tolak Setnov Jadi Ketua DPR

Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru Calon Ketua Umum Golkar nomor urut 1 Ade Komarudin (kanan) berbincang dengan calon Ketua Umum Golkar nomor urut 2 Setya Novanto sebelum menyampaikan visi misi pada kampanye calon ketua umum Golkar zona II di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (11/5). Kampanye Zona II yang merupakan rangkaian Musyawarah Luar Biasa Partai Golkar tersebut diikuti kader partai dari wilayah Jawa dan Kalimantan.
Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Calon Ketua Umum Golkar nomor urut 1 Ade Komarudin (kanan) berbincang dengan calon Ketua Umum Golkar nomor urut 2 Setya Novanto sebelum menyampaikan visi misi pada kampanye calon ketua umum Golkar zona II di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (11/5). Kampanye Zona II yang merupakan rangkaian Musyawarah Luar Biasa Partai Golkar tersebut diikuti kader partai dari wilayah Jawa dan Kalimantan.

JAKARTA, SuMUTPOS.CO– Ketua Umum Partai Golongan Karya Setya Novanto diminta berpikir ulang jika ingin menuruti hasil pleno DPP Partai Golongan Karya yang memintanya kembali menjadi Ketua DPR. Secara etis, Setnov –sapaan akrab Novanto– memiliki sejumlah hal yang membuatnya tidak layak lagi menjadi ketua DPR.

Penilaian itu diungkapkan fungsionaris Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia dalam diskusi bertajuk Gaduh DPR di Jakarta kemarin (27/11). Menurut Doli, spekulasi pergantian posisi ketua DPR dari Ade Komarudin kepada Setnov bergulir sejak dua bulan lalu. Karena tanggapan tidak terlalu baik, akhirnya isu itu di-pending. ”Tapi, di tengah dinamika politik yang tinggi, termasuk rencana aksi 212 nanti, muncul keputusan pleno terkait pergantian,” kata Doli memberi gambaran.

Menurut Doli, berbagai spekulasi muncul terkait keputusan pleno DPP Golkar yang mengangkat kembali Setnov. Penyebabnya adalah pertemuan Setnov dengan Megawati sebelum pleno DPP Golkar, ditambah pertemuan Setnov dengan Presiden Jokowi. Situasi itu dinilai Doli justru menyedot energi Partai Golkar yang tengah berjuang memulihkan diri. ”Saya termasuk yang tidak setuju dengan keputusan ini,” kata Doli.

Menurut Doli, posisi Setnov maupun Akom saat ini sejatinya sudah sesuai jalur. Setnov sebagai ketua umum Golkar berkeliling daerah, sementara Akom menjalankan tugas sebagai pimpinan dewan. Situasi yang sudah berjalan semacam itu seharusnya tidak perlu diganggu. ”Untuk apa lagi diinterupsi. Partai Golkar selama ini sudah kehilangan narasi besar dari persoalan kebangsaan. Kini malah kembali ke urusan kursi dan proyek,” sorot Doli.

Dia menilai, secara etis, ada tiga alasan yang membuat Setnov tidak layak menjadi ketua DPR lagi. Alasan pertama adalah keputusan Setnov untuk mundur saat diproses di Mahkamah Kehormatan Dewan dalam kasus ”Papa Minta Saham”. Memang betul pada akhirnya MKD tidak memutuskan apa-apa. Namun, dalam konteks perbuatan etik, sejumlah fraksi saat itu menyatakan ada pelanggaran etik berat. ”Kalau mau dikaitkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, tidak ada relevansinya dengan (pelanggaran) etika,” ujar Doli.

Pertimbangan kedua adalah janji Setnov saat mencalonkan diri sebagai calon ketua umum Partai Golkar. Menurut Doli, saat nanti terpilih, Setnov berjanji akan mundur sebagai anggota DPR dan berkonsentrasi penuh membesarkan partai. Pertimbangan ketiga adalah saat masih bersaing dengan Akom di proses pemilihan calon ketua umum. ”Di hadapan Pak Ical (Aburizal Bakrie, Red), ada perjanjian Novanto tidak akan mengganggu posisi Ade sebagai ketua DPR,” ujarnya mengingatkan.

Doli menilai, indikasi dukungan istana atas naiknya kembali Setnov sebagai ketua DPR juga terlihat. Selama ini, pemerintah selalu mengagung-agungkan larangan rangkap jabatan kepada tokoh partai pendukung pemerintahan. Kini pernyataan yang muncul dari pemerintah sekadar bantahan. ”Seharusnya, tidak cukup hanya bantahan. Pak Jokowi seharusnya kasih saran sebaiknya Setnov tidak mengajukan diri,” kata Doli.

Di tempat yang sama, anggota Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi menyerukan kepada Setnov untuk tidak terpengaruh. Menurut dia, jangan hanya karena keputusan pleno, lalu Setnov memutuskan untuk masuk kembali sebagai pimpinan DPR. Taufiq juga berharap presiden bisa menyampaikan pernyataan tegas atas polemik itu.

”Saya berharap Presiden jangan terpengaruh pada langkah-langkah yang dikesankan langkah istana. Saya juga berharap Pak Setnov itu wise, jangan dikesankan DPR itu greedy (tamak, Red),” kata Taufiq menambahkan pernyataan Doli.

LEBIH BANYAK GADUH
Direktur Eksekutif Center Budget Analysis Uchok Sky Khadafi menilai, jika Setnov diangkat sebagai ketua DPR, bisa jadi lebih banyak kegaduhan yang muncul jika dibandingkan dengan sisi positifnya. Menurut dia, apa yang terjadi saat ini hanyalah contoh buruk perebutan kekuasaan antarelite Partai Golkar.

”Justru Golkar akan jelek di mata masyarakat karena terlalu bernafsu pada kekuasaan,” ujar Uchok.

Menurut Uchok, terlepas dari kinerja, DPR saat ini mulai menata diri. Jika nanti terjadi pergantian kekuasaan, akan terjadi penataan ulang di bawah komando pimpinan DPR itu. Situasi tersebut justru membuat DPR tidak kunjung berkonsentrasi untuk bekerja demi kepentingan rakyat. ”Sekarang apa capaian Setnov, justru tidak ada capaian di masa kepemimpinannya,” ujarnya.

Mantan juru bicara KH Abdurrahman Wahid semasa presiden, Adhie Massardi juga menilai ada kontradiksi antara pandangan Presiden Jokowi sebelum dan saat Setnov berstatus ketua umum Partai Golkar. Menurut Adhie, lengsernya Setnov dari posisi ketua DPR tidak lepas dari campur tangan istana. Pada saat kasus ”Papa Minta Saham” mencuat, Presiden Jokowi menyampaikan pernyataan keras terkait penyebutan namanya dalam rekaman soal PT Freeport Indonesia.

”Yang ngirim (rekaman) kan menteri ESDM, bagian dari istana. Setelah Setya Novanto terdongkel dari kekuasaan di DPR, dia mantu. Pejabat tinggi hampir tidak ada yang datang. Mungkin kirim bunga aja tidak karena takut jadi aib,” ujar Adhie.

Saat ini, hal yang berbeda 180 derajat terjadi. Adhie heran saat ini presiden malah bermesra-mesraan dengan Setya Novanto. Seolah-olah presiden mendorong Setnov agar kembali menduduki kursi ketua DPR. ”Apa standar moral penguasa ini,” katanya. (bay/c6/fat/jpg)

Exit mobile version