Site icon SumutPos

Perry Warjiyo, Gubernur Baru BI

Perry Warjiyo

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Bank Indonesia (BI) kini mempunyai gubernur baru untuk periode 2018-2023. Kemarin (28/3), Komisi XI DPR telah memutuskan secara musyawarah mufakat bahwa gubernur BI pengganti Agus DW Martowardojo adalah Perry Warjiyo. Perry akan menggantikan Agus yang masa jabatannya di BI berakhir pada Mei 2018.

DPR juga memutuskan deputi gubernur BI adalah Dody Budi Waluyo. Dody yang saat ini menjadi asisten gubernur BI mengalahkan dua calon deputi gubernur lainnya, yakni Wiwiek Sisto Widayat dan Doddy Zulverdi.

Sebagai tindak lanjut, Komisi XI DPR akan menyampaikan hasil fit and proper test kepada pimpinan DPR, dan hasilnya akan dibacakan pada rapat paripurna pada 3 April 2018 mendatang.

“Sudah kami putuskan secara musyawarah mufakat. Putusan diambil dari 10 poksi (kelompok fraksi) dan 36 anggota komisi XI yang hadir,” kata Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Marcus Mekeng usai fit and proper test calon gubernur BI kemarin.

Mekeng menilai, sosok Perry adalah contoh orang desa yang tak kenal lelah dalam meningkatkan kemampuannya. Jika kali ini Perry terpilih menjadi pejabat sekelas gubernur BI, maka itu adalah hasil usaha Perry dan takdir Tuhan.

“Hidup memang enggak ada yang disangka-sangka. Presiden Jokowi juga dari desa, enggak ada yang sangka jadi presiden,” katanya.

Menurut Mekeng, baik Perry maupun Dody mempunyai rekam jejak yang baik. Keduanya dinilai dapat menjadi teamwork yang bagus. Semua poksi pun mengajukan nama yang sama, sehingga tidak diperlukan voting.

Mekeng menambahkan, tugas utama pimpinan BI saat ini adalah menjaga nilai tukar, sebab likuiditas dollar AS (USD) masih kurang. Besarnya cadangan devisa yang dimiliki Indonesia saat ini belum mampu membuat rupiah lengser dari level Rp13.700.

Padahal pada awal tahun, rupiah masih di kisaran Rp 13.200. Transaksi berjalan juga masih mengalami tren defisit.

“Kami minta terobosan yang lebih gereget supaya kurs lebih baik. Karena, kita kalau ada gangguan sedikit di luar negeri, USD langsung naik dan rupiah jadi mendekati Rp 14 ribu,” ujar politisi dari fraksi Golkar itu.

Dia menambahkan, jika fundamental ekonomi baik, semestinya rupiah dapat juga dapat mencerminkannya. Besarnya peranan asing dalam pasar keuangan Indonesia membuat rupiah mudah keok.

Untuk itu, harus ada pendalaman pasar keuangan yang lebih baik. Di samping itu, di tahun politik ini, Mekeng berpesan agar BI dapat menjaga pasokan uang.

Sebab belanja pemerintah dan masyarakat untuk pesta demokrasi sampai tahun 2019 akan meningkat. Sehingga, kecukupan likuiditas tidak boleh kurang. 

“Stabilitas makroekonomi harus terjaga. Jangan hanya mengandalkan intervensi pasar kalau USD naik. Harus ada sesuatu yang membuat likuiditas dolar cukup dan rupiah mencerminkan ekonomi kita yang memang lagi baik,” urainya.

Sementara itu, soal pemilihan dirinya menjadi gubernur BI, Perry mengaku tak menyangka. “Saya cuma anak desa, anak petani yang berusaha keras buat bisa sekolah. Tapi saya selalu memegang ajaran ayah saya tentang amanah dan kejujuran. Saya berjanji akan memegang amanah dan menjaga integritas,” ucapnya.

Sebelumnya, Perry telah menjalani fit and proper test sebagai calon gubernur BI sebanyak empat kali. Dia pun akhirnya terpilih menjadi deputi gubernur BI pada lima tahun lalu.

Kegagalan dalam beberapa kali fit and proper test di DPR, membuat Perry belajar lebih banyak mengenai komunikasi politik.

Sementara itu, soal stabilitas ekonomi, BI dalam jangka pendek akan memperkuat nilai tukar dengan bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata. Caranya, lewat promosi wisata di Bali, Banyuwangi, Jogjakarta, Pulau Komodo dan destinasi lainnya kepada tamu yang hadir pada pertemuan IMF-World Bank pada Oktober 2018 nanti. Para delegasi yang akan hadir sudah bisa memesan paket wisata tambahan tersebut sejak sekarang.

Hal tersebut diyakini dapat menambah cadangan devisa. Sementara dalam jangka panjang, BI akan melakukan pendalaman pasar keuangan dengan mengandalkan peranan pelaku pasar domestik. Perry juga berjanji akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk meningkatkan nilai ekspor sambil tetap menjaga nilai tukar.

“Posisi kami di BI pro stabilitas dan pro pertumbuhan,” lanjutnya.

Pengamat ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menuturkan dari sisi kebijakan suku bunga sebenarnya Perry Warjiyo dan Dody Budi Waluyo cukup konservatif. Dia menilai, hal tersebut disebabkan adanya tekanan global semakin membuat ruang pelonggaran moneter menyempit.

“Fed rate yang naik menyulitkan Gubernur BI untuk utak atik kebijakan suku bunga acuan,” jelasnya, kemarin (28/3).

Berdasarkan presentasi yang disampaikan Perry, instrumen untuk mengendalikan inflasi misalnya akan lebih andalkan koordinasi TPID dan perluasan program klaster pangan strategis BI. Dari rencana itu, bisa disimpulkan bunga acuan akan dijadikan secondary instrument. Fokus utama BI sekarang tampaknya diarahkan untuk mengendalikan inflasi.

“Tapi pengendalian inflasi untuk menekan suku bunga kredit itu masih jangka menengah panjang efeknya. Implikasinya dalam jangka pendek bunga kredit masih mahal bahkan trennya naik.

Kemudian soal upaya mendorong intermediasi, dia menilai belum ada gebrakan yang berbeda dari gubernur sebelumnya. Malah untuk mendorong kredit infrastruktur bukannya bank didorong untuk salurkan kredit, tapi kontraktor infrastruktur justru didorong untk perluasan pendanaan melalui obligasi dan penerbitan sekuritas.

“Padahal rasio kecukupan modal bank atau CAR nya kan gemuk 23 persen. Ini bisa menciptakan kondisi DPK (Dana Pihak Ketiga) bank tebal tapi pertumbuhan kreditnya akan loyo. Akhirnya menimbulkan disintermediasi perbankan. Korporasi dituntut untk lebih banyak terbitkan obligasi dan saham dipasar sekunder. Saya kira itu harus jadi perhatian,” jelasnya.

Nama Perry Warjiyo mulai ramai diperbincangkan sejak dia menjadi calon tunggal yang diusulkan Presiden Joko Widodo pada akhir Februari lalu. Saat itu Perry menjabat sebagai deputi gubernur BI.

Perry lahir di Sukoharjo 25 Februari tahun 1959. Ayah tiga anak sekaligus kakek dua cucu itu menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Gawok, Sukoharjo pada 1965-1970. Pendidikannya terus berlanjut di SMP Negeri Gatak, Sukoharjo, kemudian di SMAN 3 Sukoharjo dan Fakultas Ekonomi dan Akuntansi Universitas Gadjah Mada (UGM).

Perry kemudian bekerja sebagai staf penyelamatan kredit di BI pada tahun 1984, lalu menempuh pendidikan pasca sarjana di Departement of Economics Iowa State University AS tahun 1986-1989. Perry kemudian kembali bekerja di BI, lalu kuliah lagi di Iowa State University tahun 1989-1991. Perry juga sempat bekerja di International Monetary Fund (IMF) sebagai direktur eksekutif tahun 2007-2009. (rin/ken/jpg/ala)

Exit mobile version