Site icon SumutPos

Golkar Sumut Tolak Partai Golkar Indonesia

Kubu Ical-Agung resmi islah di Jakarta.
Kubu Ical-Agung saat islah di Jakarta.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana pendeklarasian Partai Golkar Indonesia mendapat respon negatif dari pengurus Partai Golkar di Sumut. Sekretaris DPD Golkar Sumut, Sodrul Fuad menilai, pembentukan partai baru bukanlah sebuah kesepakatan yang telah dibuat ketika terjadi dualisme kepengurusan.

Menurut Sodrul, ada tiga kesepakatan yang terjadi terkait dualisme kepengurusan. Pertama, menempuh jalur hukum. Kedua, pihak yang menang akan merangkul yang kalah. Ketiga, tidak membuat partai baru.

“Sudah jelas kesepakatannya, kenapa tiba-tiba muncul wacana memuat PGI. Artinya, sudah melanggar ketentuan. Jadi alasan pembentukan PGI untuk menyelamatkan partai hanya omong kosong. Pembentukan partai baru hanya akan menghancurkan Golkar,” tegas Sordul kepada Sumut Pos, Jumat (29/1).

Menurutnya, Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) beberapa waktu lalu menghasilkan dua keputusan, yakni pelaksanaan Munas Luar Biasa (Munaslub) serta menjadi partai pendukung pemerintah. Karena kedua keputusan penting itulah pada akhirnya Kemenkumham memperpanjang SK Kepengurusan Golkar versi Munas Riau untuk 6 bulan ke depan.

“Setelah SK Kepengurusan Golkar Munas Riau diperpanjang, tidak ada lagi Golkar versi Abu Rizal Bakrie maupun Golkar versi Agung Laksono, semua telah melebur menjadi satu,” ungkapnya.

Pelaksanaan Munaslub, lanjut dia, diperkirakan terealisasi pada medio April hingga Mei 2016. “Tanggal 5 Februasi mendatang, ada rapat perdana pengurus Golkar pascapenerbitan SK Menkumham. Mungkin dalam rapat itu akan ada pembentukan pantia pelaksana Munaslub,” bebernya.

Karenanya, dia menyayangkan sampai muncul wacana pembentukan PGI. “Kalau mau buat partai baru silahkan, tapi jangan bawa-bawa nama Golkar,” tegasnya.

Tokoh Partai Golkar Sumut lainnya, Yasir Ridho Lubis juga menolak adanya wacana pembentukan PGI. Dia memprediksi pembentukan partai baru sebagai penyelesaian sebuah konflik bukan solusi terbaik, tapi hanya kepentingan ego sekelompok orang tertentu. Seharusnya, kata dia, seluruh kader Golkar mendorong pelaksanaan Munaslub sebagai jalan tengah penyelesaian konflik dualisme kepengurusan.

“Jalan keluar dari benang kusut ini sudah hampir terlihat, meski masih di kejauhan. Anehnya, ketika Munaslub sudah direncanakan, kenapa muncul wacana pembentukan PGI. Bagaimana ketika Munaslub terealisasi, pasti akan ada masalah yang lebih besar ketika ada pihak-pihak yang tidak terpuaskan atau yang kalah dalam pertarungan perebutan kursi Ketua Umum,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Yasir berharap konsolidasi atau penyelesaian permanen konflik Golkar tidak hanya terjadi ditingkat Pusat. Sebab, perpecahan atau dualisme kepengurusan sudah sampai kedaerah-daerah.

“Kalau penyelesaian hanya di tingkat atas, sama saja masalah ini tidak akan tuntas. Harapannya, ada solusi bagi dualisme kepengurusan di daerah,” harap pria yang pernah menjabat Sekretaris DPD Golkar Sumut itu.

Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sumut dan sekaligus Ketua DPD Golkar Kota Tebingtinggi versi Agung Laksono, Ir Pahala Sitorus MM kepada Sumut Pos menyebutkan, sebenarnya tidak ada Partai Golkar tandingan. Menurutnya, itu hanya wujud ketidakpuasan segelintir orang untuk membuat provokasi.

“Siapa bilang mau ada PGI? Saya baru pulang dari Jakarta, itu berita tidak benar,” tegas Pahala Sitorus, Jumat (29/1).

Menurut Pahala, dia baru bertemu Agung Laksono di Jakarta dan mengetahui kalau Menkumham mengaktifkan kembali kepengurusan Golkar hasil Munas Riau, dimana ada tiga poin dalam surat keputusan tersebut. Pertama, Menkumham menghidupkan kembali SK Munas Riau. Kedua, SK DPP Golkar hanya berlaku enam bulan. Dan ketiga, kepengurusan Golkar yang diaktifkan itu tugasnya untuk melaksanakan Munaslub.

“Jadi pendeklarasian PGI itu orang-orang yang tidak ada kaitannya dengan pelaksanakan munas,” katanya.

Kenapa direncanakan adanya munas, tegas Pahala, karena sampai hari ini masih dirumuskan oleh Tim Transisi, Tim Munas Ancol dan Tim Munas Bali bagaimana bentuk kepersertaan Munaslub nanti. Apakah Munaslub dilaksanakan top down atau buttom up .

“Kalau top down peserta munas dari kabupaten kota dua orang, begitu juga peserta provinsi. Tetapi kalau buttom up peserta munas nantinya hanya satu orang untuk kota kabupaten provinsi,” jelas Pahala.

“PGI itu sekali lagi saya katakan tidak ada. Itu hanya kepentingan orang tidak bertanggung jawab untuk memprovokasi,” tegas Pahala lagi.

Sementara, Sekretaris DPD Golkar Langkat, H Hasanuddin Nano dan bendahara Syahrizal MZ menegaskan, tidak mau ikut-ikutan dalam pendeklarasian PGI.

“Golkar tandingan? Apa pula itu. Enggaklah. Kita enggak ikut-ikutan. Terus apa dasarnya kalaupun mau bentuk atau deklarasikan Partai Golkar Indonesia tersebut. Kita hanya ikuti apa yang disetujui pemerintah saja, yakni SK Menkumham Munas Riau,” kata H Nano ketika dikonfirmasi via ponsel, Jumat (29/1.

Nano maupun Syahrizal menegaskan, pihaknya tetap keukeuh dengan yang sudah digariskan pemerintah sesuai SK Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-02.AH.11.01 tertanggal 28 januari 2016.

Namun sayangnya, kedua pengurus yang dihubungi terpisah tersebut baik Nano maupun Syahrizal tak mau memberikan komentar ketika disinggung tentang tim transisi dipimpin mantan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla, terkait peran maupun peran fungsi tim dimaksudkan.

“Sudahlah itu, kita bicarakan masalah PGI atau tandingan yang tadi dimaksudkan saja. Intinya itulah, kita tidak terlibat atau ikut-ikutan atau apalah namanya. Nah, kalaupun mereka bersikeras mau deklarasikan silahkan, namun itu tadi dasarnya apalagi,” tegas H Nano.

Syahrizal menekankan, DPD Golkar Langkat hingga saat ini tidak mengenal dualisme kepengurusan. Makanya, saat dikaitkan dengan rumor bakalan berdirinya Golkar tandingan membuat pihaknya tidak perduli sama sekali. Pasalnya menurut dia, selama di bawah kepemimpinan H Ngogesa Sitepu kepengurusan maupun kader Golkar Langkat berlaku wajar yakni tertib tanpa kendala berarti. (dik/ian/jie/adz)

Exit mobile version