Site icon SumutPos

2013 Tahun Makelar dan Gratifikasi

Persis dengan tahun-tahun sebelumnya, 2013 tetap diwarnai kasus-kasus korupsi. Beberapa kasus besar merupakan lanjutan dari kasus-kasus yang belum selesai pada tahun sebelumnya.

Bedanya, 2013 lebih menukik ke grativikasi (suap) yang melibatkan makelar-makelar luar biasa. Peristiwa yang patut digarisbawahi adalah soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digeber Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dan, selama 2013, dari perjalanan berbagai kasus yang fenomenal dan menguras perhatian publik, tampak bahwa eskalasi kasus korupsi bukan mengecil tapi justru membesar. Bahkan, tidak hanya pengusaha, pejabat tingkat daerah, dan anggota DPR saja yang terlibat. Pada tahun ini kasus korupsi dengan gratifikasi sebagai modus yang paling popular, merambah pimpinan parpol, akademi terpercaya, dan pucuk pimpinan lembaga penjaga konstitusi. Nilai yang dikorup pun makin lama makin besar.

Januari 2013 dibuka dengan penangkapan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Ahmad Fathanah dan 2 orang dari PT Indoguna Utama, perusahaan importir daging sapi. Dalam waktu 24 jam, KPK kemudian menangkap Luthfi Hasan Ischaaq, Presiden Partai Keadilan Sejahtera. Kasus ini sangat mengejutkan publik dan sempatmengalihkan hiruk pikuk isu korupsi lainnya. Kasus suap penambahan kuota daging sapi impor yang melibatkan pimpinan partai dakwah itu telah membuat banyak pihak tercengang. Begitu banyak wanita cantik diduga menerima aliran dana dari Fathanah.

Pada tahun ini pula mengemuka gratifikasi seks. Dan, bukan hanya nama Fathanah yang muncul, ada pula nama Yudi Setiawan dan terakhir Bunda Putri alias Non Saputri. Keberadaan para makelar itu merambah Kementerian, parpol, dan bisa jadi istana.

Pekan terakhir Februari 2013, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka kasus Hambalang. Sampai sekarang Anas belum ditahan. Bahkan kini istrinya, Athiyah Laila ikut dibidik pascapenetapan Mahfud Suroso sebagai tersangka. Hal ini karena Athiyah pernah menjabat sebagai Komisaris saat Mahfud Suroso menjadi Direktur PT Dutasari Citra Laras. Nasib kurang bagus dihadapi Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng. Tokoh yang separtai Anas ini ditahan KPK pada 17 Oktober terkait kasus yang sama. Jabatannya sebagai menteri pun digantikan oleh Roy Suryo.

Hanya sepekan setalah libur Idul Fitri, pada Agustus 2013, kembali publik dikejutkan dengan tertangkap tangannya Ketua SKK Migas, Rudy Rubiandini. Seorang akademisi, guru besar sekaligus pernah menjadi dosen teladan ITB itu ditangkap ketika menerima suap dari Kernel Oil yang diserahkan oleh Deviardi, pelatih golf RR. Kembali publik terperanjat. Setelah seorang ustads yang terlibat suap, kini akademisi besar pun terkena kasus yang sama. Kasus ini sudah menyeret beberapa nama antara lain Sutan Bathoegana dan Tri Yulianto, keduanya dari Partai Demokrat. Bahkan, nama Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) pun sempat disebut, meski sampai kini belum ditindaklanjuti sejauh mana perannya.

15 Mei, Operasi Tangkap Tangan KPK menjerat Bupati Mandailing Natal, Hidayat Batubara. Lagi-lagi, ini soal gratifikasi. Sang bupati bersama dua temannya di rumah milik seorang pengacara Hamdani Harahap di Jalan Juang 45 nomor 11 dusun IX Desa Medan Estate Kecamatan Percut Seituan. Belakangan kasusnya disidangkan di PN Medan.

3 Oktober 2013, lagi-lagi KPK membuat kejutan dengan menangkap tangan Ketua MK Akil Mochtar dan seorang anggota DPR RI dari Golkar: Khairun Nisa dan seorang pengusaha yang diduga menjadi perantara suap bagi Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih. Tak hanya itu, seorang pengacara wanita dan adik Gubernur Banten pun turut ditangkap KPK. Kasus ini menggelinding bak bola salju. Ada 2 hal besar yang terungkap : pertama adalah permainan jual beli putusan untuk perkara sengketa Pilkada yang masuk ke MK, kedua adalah berbagai kasus korupsi pengadaan sarana dan pembangunan proyek-proyek konstruksi di Provinsi Banten serta politik dinasti keluarga sang gubernur Ratu Atut Chosiyah. Penangkapan Akil Mochtar benar-benar menampar telak wajah peradilan negeri ini. Kepercayaan terhadap MK runtuh seketika, bahkan pihak yang diputus kalah pun berani merusak ruang sidang. Sementara, di Banten, banyak elemen masyarakat mulai berani bicara lantang. PAda 20 Desember 2013, Ratu Atut pun ditahan KPK.

Penangkapan Akil, selain menimbulkan kegamangan hokum juga membuka tabir kecurangan Pilkada yang ditangani MK. Dan, di Sumatera Utara, soal itu juga sudah menjadi bidikkan KPK. Adalah mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Sumatera Utara (KPUD Sumut) Irham Buana Nasution yang diduga menjadi makelar untuk Akil. Tercatat Irham telah tiga kali diperiksa KPK. Begitu juga dengan istri Irham, Khaliza Lubis. Keduanya diperiksa terkait ada permainan Akil di Tapteng dan sang ketua KPUD Sumut saat itu (Irham) sebagai makelarnya.

Dipercayai, selain Tapteng, nyaris semua sengketa Pilkada di Sumut yang masuk ke MK diwarnai permainan. Dan, diduga Akil dan Irhamlah pemainnya. Penyelesaian kasus ini pada tahun depan patut ditunggu.

Yang sempat menghebohkan, pada 23 November, Penyidik KPK akhirnya memeriksa Wakil Presiden Boediono di Istana Wakil Presiden, Jakartai. Boediono diperiksa dari pukul 10 hingga 19.30 WIB atau sembilan setengah jam terkait kasus dugaan korupsi tersangka Century, mantan Deputi V Bidang Pengawasan Bank Indonesia, Budi Mulya. Budi Mulya merupakan Deputi V Bidang Pengawasan Bank Indonesia ketika bailout Century dikucurkan. Dia disebut-sebut sebagai pihak yang bertanggung jawab terkait kucuran dana Bail Out Bank Century sebesar Rp6,7 triliun. Namun, pemeriksaaan ini menjadi pro kontra karena pemeriksaaan tidak dilakukan di kantor KPK seperti yang dialami terperiksa lainnya.

Terlepas dari itu, efek penangkapan Ketua MK pada Oktober 2013 itu berbuntut pada sikap hakim. Entah karena ‘sadar’ dengan hukuman yang pas untuk koruptor, para hakim mulai memberikan hukuman pada sidang banding. Yang menghebohkan adalah vonis terhadap Angelina Sondakh.  Mantan Putri Indonesia yang merupakan kader Partai Demokrat ini mendapat tambahan vonis delapan tahun penjara. Tokoh yang tersangkut kasus korupsi Kementerian Pendidikan Nasional serta Kementerian Pemuda dan Olahraga ini divonis 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp500 juta dari vonis sebelumnya 4 tahun 6 bulan.

Selain itu, majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp12,58 miliar dan 2,35 juta dollar AS (sekitar Rp27,4 miliar). Sebelumnya, baik Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, tidak menjatuhkan pidana uang pengganti.

Putusan tersebut diberikan oleh majelis kasasi yang dipimpin Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota MS Lumme dan Mohammad Askin. Angie dijerat Pasal 12 a Undang-Undang Pemberantasan Tipikor. MA membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan Angie melanggar Pasal 11 UU itu.

Tak berhenti di situ, pada 18 Desember 2013, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Irjen Djoko Susilo, dari 10 tahun penjara menjadi 18 tahun penjara. Hukuman ini dijatuhkan terkait korupsi dan pencucian uang yang dilakukan oleh Irjen Djoko di kasus Simulator SIM.

Seakan tak mau kalah dengan apa yang terjadi di Jakarta, Pengadilan Tinggi Sumatera Utara (PT Sumut) pun membuat vonis yang luar biasa terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Ir Faisal.  Dalam sidang banding, hukuman Faisal yang semula hanya 1,5 tahun, justru diperberat pihak PT Sumut menjadi 12 tahun. Hukuman Faisal yang diperberat itu terkait kasus dugaan korupsi anggaran proyek pemeliharaan dan pembangunan jalan dan jembatan di Dinas PU Deliserdang. Namun, tidak seperti yang dirasakan Angelina Sondakh dan Irjen Djoko Susilo, hingga kini Ir Faisal belum juga ditahan. Ir Faisal malah masih aktif menjadi Kadis PU Deliserdang. Kenapa? Semoga tahun depan khalayak dapat jawabannya. (bbs/rbb)

Exit mobile version