Site icon SumutPos

DPR Lumpuh

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dualisme kepemimpinan DPR yang muncul pasca fraksi-fraksi di Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bermanuver membentuk DPR tandingan, berpotensi memunculkan dampak serius. Jika berlarut-larut, bukan hanya berdampak sistematis dan melumpuhkan kinerja wakil rakyat, namun pemerintahan Jokowi-JK bisa ikut tersandera.

Pakar Hukum Tata Negara Jimly Ashiddiqie memastikan bahwa rapat-rapat di DPR nantinya tidak akan bisa mengambil keputusan jika peta politik parlemen masih seperti sekarang. Ada syarat kuorum yang harus dipenuhi ketika rapat-rapat di parlemen hendak mengambil sebuah keputusan tertentu.

“Dapat dipastikan semua rapat yang digelar DPR tidak bisa mengambil keputusan apapun,” kata Jimly dalam diskusi bertema Pasca Pemilu 2014, di gedung Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jakarta, kemarin (30/10).

Lebih lanjut, macetnya proses pengambilan keputusan di parlemen itu lah yang otomatis bakal ikut menyandera pemerintahan Jokowi-JK. Pasalnya, sejumlah pengambilan kebijakan oleh pihak eksekutif tetap harus melalui persetujuan atau pembahasan bersama dengan DPR.

Berdasar Tata Tertib (Tatib) DPR, baik di Pasal 281 maupun 284 (1), pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat ataupun dengan suara terbanyak menjadi sah, kalau diambil lewat forum rapat yang sesuai dengan syarat kuorum. Syarat itu diatur di Pasal 251 (1). Bahwa, pertemuan harus dihadiri lebih dari separuh jumlah anggota rapat yang terdiri atas lebih dari separuh unsur fraksi yang ada.

Jimly melanjutkan, bahwa jika mengingat di DPR saat ini ada 10 fraksi, maka pengambilan keputusan baru sah kalau dihadiri anggota dari minimal enam fraksi. Hal tersebut, kata dia, menjadi sulit tercapai karena komposisi keanggotaan KMP maupun KIH sama-sama memiliki lima fraksi.

KMP terdiri atas Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PAN, dan Fraksi PKS, dan Fraksi Partai Demokrat. Sedangkan KIH disokong oleh Fraksi PDIP, Fraksi PKB, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Hanura, dan Fraksi PPP.

Menurut Jimly, drama politik PPP yang juga mengalami dualisme kepemimpinan bisa menjadi kuncinya. “Masalah PPP ini kini masuk ke proses hukum. Harus ditunggu bagaimana keputusannya nanti,” terangnya.

Posisi keputusan menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang telah dikeluarkan terhadap salah satu kubu di partai berlambang kabah itu, menurut dia, belum final. Dia memprediksi, keputusan pengadilan nantinya akan bisa membuat keadaan di DPR kembali ke komposisi 6 fraksi di KMP dan 4 fraksi di KIH. “Kalau kembali berbanding 6:4, maka memang akan sangat pahit untuk KIH. Namun, harus diterima karena ini demi lancarnya pemerintahan,” papar Jimly.

Jimly menambahkan, solusi untuk terbelahnya DPR ini sebenarnya ada. Yakni, keduanya saling berkomunikasi untuk mengambil jalan tengah. Misalnya, soal pimpinan komisi, tinggal keduanya saling mengerti. “Karena itu komunikasi elit politik, antara Jokowi dengan Prabowo, Abu Rizal Bakrie ini harusnya diikuti oleh politisi di DPR,” tegasnya.

Terkait adanya rencana pembuatan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu), Jimly yang juga Ketua DKPP itu menilai perppu saat ini telah disalahgunakan. Perppu ditafsirkan sendiri oleh masing-masing pemerintahan, karena itu jumlah perppu itu cukup banyak.

“Dalam 32 tahun pemerintahan Soeharto ada 18 perppu, pemerintahan Habibie ada 3 perppu, pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gusdur) ada 2 perppu, Megawati ada 3 perppu, dan 10 tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ada 18 perppu. Ini semua menafsirkan sendiri-sendiri,” tegasnya.

Karena itu, lanjut dia, perppu yang ada di Indonesia ini sebenarnya salah kaprah. Sebab, merupakan sebuah produk hukum yang belum selesai. Perppu itu undang-undang yang materinya peraturan pemerintah. “Ini perlu kebijakan tersendiri,” terangnya.

Sementara itu, hingga kemarin, baik KMP maupun KIH masih tetap kukuh dengan posisi politiknya masing-masing. Bahkan, hari ini, DPR tandingan yang digalang fraksi-fraksi di KIH sudah berencana akan melakukan sidang paripurna perdana.

Politisi PDIP Aria Bima.

Menurut politisi PDIP Aria Bima, sidang paripurna yang dilaksanakan DPR tandingan tersebut adalah bagian dari kelanjutan proses politik di parlemen terakhir. Yaitu, terkait diajukannya mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR oleh sejumlah fraksi sebelumnya. “Akan diadakan pimpinan DPR baru,” kata Aria Bima di komplek parlemen, Jakarta, kemarin.

Dia menyatakan, kalau langkah politik dengan membentuk DPR tandingan itu terpaksa dilakukan karena situasi yang sudah sangat mendesak. Bahwa, menurut dia, pihak KMP telah mensetting sejak jauh-jauh hari untuk bisa menguasai parlemen secara mutlak. Yaitu, mulai sejak penyusunan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) di akhir periode parlemen 2009-2014 lalu. “Jadi, ini kejadian yang luar biasa,” katanya memberi alasan.

Politisi PDIP Pramono Anung yang nantinya diproyeksikan menjadi ketua DPR tandingan. Mantan wakil ketua DPR itu akan didampingi empat wakil ketua. Mereka adalah Abdul Kadir Karding (PKB), Syaifullah Tamliha (PPP), Patrice Rio Capella (Nasdem), dan Dossy Iskandar (Hanura).

Meski demikian, Pramono Anung justru memberikan sinyal negatif terhadap dorongan untuk menjadi ketua DPR tandingan. Dalam akun twitter-nya, mantan sekjen DPP PDIP itu sempat berkicau tentang pandangannya terhadap penunjukkan dirinya sebagai ketua DPR.

“Hanya bisa menggelengkan kepala saja, apa yang harus ditandingkan,” tulis Pram dalam akunnya. “Lebih baik asli daripada tandingan, akal sehat harus tetap dimiliki dalam kondisi tensi tinggi di pertandingan politik#sabar,” imbuhnya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon juga mengaku kalau keengganan Pram juga sempat diutarakan ke dirinya. Dalam percakapan via telepon pada Rabu (30/10) malam, Pramono merasa namanya dicatut sebagai Ketua DPR RI dari KIH. “Semalam Pak Pram telepon, dia juga merasa namanya dicatut oleh mereka. Dia bilang begitu,” sebut Fadli.

Menurut wakil ketua umum Partai Gerindra tersebut, kekesalan terhadap penunjukkan sepihak dirinya adalah sesuatu yang wajar. Hal itu mengingat, kata dia, yang bersangkutan adalah sosok politisi yang intelektual. “Mas Pram ini saya sudah kenal belasan tahun. Dia kan punya akal sehat, pasti tidak mau dijadikan badut. Dia pasti maunya nurut aturan main,” imbuhnya.

Sementara itu, adanya DPR tandingan versi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) disesalkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Menurut dia hal itu harus segera diselesaikan. “Perpecahan itu harus segera diselesaikan. Harus mengedepankan musyawarah mufakat,” paparnya.

Pria asal Makasar itu menjelaskan, jika ada dua DPR maka akan merugikan pemerintah dan masyarakat. Sebab pemerintah nantinya akan bingung jika ingin berkonsultasi. Sehingga mengakibatkan program-program pembangunan untuk rakyat menjadi terhambat. “Akan merugikan berbagai pihak termasuk pemerintah,” ujarnya.

Dia memisalkan rapat paripurna antara Kementerian dan DPR. Jika ada dua DPR bisa jadi rapat hasil rapat paripurna antara satu dengan yang lain tidak sama. Terlebih saat pembahasan masalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). “Harus segera dimusyawarahkan,” tuturnya.

Tak hanya itu, jika sampai saat ini alat kelengkapan dewan tidak terbentuk, maka kinerja DPR juga tidak akan berjalan. JK mengatakan bahwa tugas wakil rakyat sangat urgent. Karena harus membuat regulasi dan undang-udang.

Terkait dengan permintaan partai yang tergabung dalam KIH meminta jokowi mengeluarkan perppu MD3, mantan ketua umum Golkar itu tidak sepakat. Menurut dia pemerintah tidak boleh obral perppu. Pasalnya regulasi itu dikeluarkan jika dalam keadaan genting. Lebih lanjut, JK meminta elit politik di Senayan untuk kembali bertemu. Menurut dia permasalahan itu akan selesai jika keduanya saling bertemu dan berkomunikasi. “Saya meminta keduanya untuk segera bermusyawarah,” terangnya. (idr/dyn/aph/kim/jpnn/tom)

Exit mobile version