Site icon SumutPos

Kalau Profesional Jangan Tersinggung

Polemik Soal Wartawan Gadungan di DPR RI

Profesi wartawan memiliki dua sisi bak mata pisau; ada yang tajam ada pula yang tumpul. Karena itu, banyak bermunculan pandangan terhadap profesi tersebut. Namun, bagaimana jika seorang Wakil Ketua Dewan Pers terkesan mendiskreditkan profesi yang sejatinya dia lakoni itu?

Ini semua bermula ketika Wakil Ketua Dewan Pers Bambang Harymurti memberikan pernyataan di sela-sela Lokarya Kode Etik Jurnalistik di Surabaya, Kamis (16/6). Dia mengatakan Dewan Pers segera menertibkan wartawan yang biasa meliput di DPR atas permintaan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR. “Kami kemarin (Rabu, 15/6, Red) diundang rapat BURT untuk membahas rencana penertiban wartawan di DPR,” kata Bambang.

Berdasarkan data dari BURT, dia menyebutkan bahwa jumlah wartawan di DPR mencapai angka 1.000 orang, sementara yang aktif melakukan liputan tak lebih dari angka 100 orang. “Bahkan, sekretariat wartawan atau ‘press room’ di gedung DPR bukan ditempati wartawan yang jelas profesinya,” katanya lagi.

Tak pelak hal itu memunculkan polemik. Sebut saja tanggapan dari Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen Gusti Lesek, Mantan Ketua Wartawan DPR Sulistiyo, Karo Humas dan Pemberitaan  Setjen DPR RI Drs Helmizar, hingga Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso. “Kalau memang wartawan bener jangan tersinggung, Dewan Pers ingin wartawan menjadi profesional,” tegas Bambang, di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (17/6).

Bambang menjelaskan, dia mendapatkan info wartawan gadungan (wargad) dari kerabat yang berprofesi sebagai jurnalis juga di DPR. Seharusnya kalau jujur, rekan-rekan wartawan tentu mengetahui keberadaan wargad di DPR.
“Mereka (wargad, Red)  sering kali berpraktik sebagai juru lobi dan mencari-cari uang,” jelas Bambang.

Ia kemudian mencontohkan pengaturan wartawan di gedung parlemen di Amerika Serikat. “Di sana itu awalnya tidak ada pengaturan wartawan sehingga jumlahnya banyak dan sebagian juga berpraktik sebagai tukang lobi,” katanya.
Lalu sekretariat parlemen di AS mengeluarkan aturan yang memisahkan peran jurnalis dan pelobi. “Begitu ada wartawan yang kedapatan melakukan lobi maka kartu wartawannya langsung dicabut,” kata mantan Pemred Majalah Tempo itu.

Upaya lainnya adalah dengan menghidupkan kembali kepengurusan sekretariat wartawan di DPR. Ia mengusulkan struktur kepengurusan di sekretariat wartawan DPR berdasarkan perwakilan dari wartawan televisi, radio, cetak, kantor berita, media online dan fotografer. “Dengan demikian maka keberadaan sekretariat lebih terkoordinasi dan terjadilah seleksi secara alamiah sesuai kompetensinya,” katanya.

Dan, Bambang membuka pintu komunikasi dengan pihak manapun yang ingin mendiskusikan masalah wargad. “Anytime silahkan datang ke saya, kalau diundang pun saya pasti datang, asal waktu sesuai, jangan sampai kalau sudah diundang lalu tidak datang, wartawan bilang saya menghindar atau takut,” tutur Bambang.

Sebelumnya, setelah Bambang memberikan pernyataan pertama, Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen Gusti Lesek menyesalkan statement pernyataan Wakil Ketua Dewan Pers tersebut. Gusti di Gedung DPR di Senayan, Jakarta, Kamis lalu, dalam keterangan sebagai hak jawab menyatakan Bambang tidak pernah datang langsung ke ruang wartawan (press room) DPR sehingga tidak tahu fakta sebenarnya. “Saya tidak tahu apa karakter dia seperti itu yang menuduh orang tanpa bukti,” kata Gusti Lesek yang berasal dari harian Suara Pembaruan itu.

Menurut Gusti Lesek, Bambang Harymurti asal sebut data. “Kami di sini tidak sampai 1.000 orang. Yang terdata resmi hanya 137 wartawan dari berbagai media cetak, online, radio dan televisi. Seorang wartawan biar bagaimanapun harus menulis atau menyatakan sesuatu berdasarkan fakta dan memperhatikan akurasi,” kata Gusti.
Hal senada diungkapkan mantan Ketua Wartawan DPR Sulistiyo. Bahkan, dia menyesalkan seorang wartawan senior sekelas Bambang Harymurti membuat pernyataan tanpa didasari informasi yang cukup. “Pernyataan itu membuat rekan-rekan wartawan di ‘press room’ DPR kehilangan rasa hormat pada seniornya sekelas Bambang Harymurti,” katanya.

Sementara Karo Humas dan Pemberitaan  Setjen DPR RI Drs Helmizar menilai  statement Wakil Ketua Dewan Pers Bambang Harimukti merupakan statement yang menyesatkan. Pasalnya, wartawan yang meliput di DPR adalah wartawan yang memiliki ID card  dan untuk mendapatkan ID card itu harus menyampaikan surat peliputan yang ditandatangani Pimpinan Redaksi dan ditujukan ke Bagian Pemberitaan DPR RI dan berkordinasi melalui Kordinatoriat Wartawan Press Room DPR. (bbs/jpnn)

Tidak Benar dan Tendensius

Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso menyayangkan pernyataan Wakil Ketua Dewan Pers Bambang Harimurti yang mengatakan press room DPR dihuni oleh wartawan gadungan (wargad).

“Itu pernyataan sembrono dan ceroboh. Tega-teganya kok ada rekan wartawan memberikan penilaian seperti itu,” ujar Priyo saat diskusi di Gedung DPR, Jumat (17/6)

Priyo menambahkan, dirinya mengenal wartawan di lingkungan DPR. Dalam pandangannya, wartawan-wartawan DPR adalah wartawan-wartawan terbaik yang dikirimkan oleh media masing-masing.

“Wartawan di DPR ini adalah wartawan-wartawan terbaik seperti halnya wartawan di Istana Presiden karena disinilah centrum dari semua kegiatan politik dan bernegara. Menuding bahwa wartawan di DPR adalah orang-orang yang tidak jelas, tentunya sangat tidak benar dan sangat tendensius,” ujarnya.

Untuk itu dirinya berharap Bambang mengakui tudingannya dikeluarkan dengan tidak sengaja dan mau mengoreksinya. “Saya harap dia hanya keseleo lidah saja. Saya harap dia mau berbesar hati untuk meralat permintaannya dan meminta maaf karena apa yang dikatakannya itu sama sekali tidak benar,” pungkasnya. (dem/jpnn)

Exit mobile version