Site icon SumutPos

Try Out Sebagai Penelanjangan UN

Meski demikian, pelaksanaan try out bagi penulis merupakan hal yang “lucu” dalam dunia pendidikan kita. Pasalnya, UN dilaksanakan sebagai bentuk evaluasi nasional dalam dunia pendidikan, untuk mengukur sejauh mana keberhasilan pendidikan nasional dalam perannya mencerdaskan kehidupan berbangsa-bernegara anak-anak Indonesia.

Namun UN yang dilaksanakan sebagai evaluasi tersebut, malah disiasati dengan adanya try out. Soal-soal UN yang dipersiapkan dengan baik oleh pemerintah sepertinya dibuat mainan dengan kehadiran try out. Lihat saja misalnya, soal-soal yang diberikan kepada siswa merupakan soal prediksi UN yang dibuat oleh orang-orang hebat, bahkan tidak menutup kemungkinan soal tersebut ada yang sama persis dengan soal UN yang akan diberikan pada siswa saat ujian nanti.

Selain itu, sekarang sudah sangat banyak buku-buku prediksi soal-soal UN, seperti Detik-Detik Ujian Nasional, Fokus UN, Sukses UN, dan beragam buku lainnnya yang sudah beredar di pasaran. Belum lagi misalnya banyak website ataupun blog yang menyediakan tentang soal-soal prediksi UN. Fakta ini sebenarnya merupakan bentuk penelanjangan bagi pelaksanaan UN, sehingga meski UN sangat rahasia, namun masih dibuatkan prediksi-prediksi yang kadang juga banyak benarnya.

Terutama pelaksanaan try out tersebut, kesannya seolah-olah UN dibuat mainan oleh siswa ataupun pihak sekolah. Bagaimana tidak, soal UN yang dibuat dengan serius untuk menguji kesuksesan proses pembelajaran di sekolah, tapi di sekolah mereka menyiasati UN dengan try out. Try out telah memporak porandakan kerahasiaan ujian nasional, prediksi yang dibuat tersebut merupakan bentuk penistaan bagi UN yang dianggap penting oleh pemerintah.

Try out bukan saja menelanjangi UN, lebih dari itu pelaksanaan try out semakin memperjelas bahwa pendidikan di negeri ini hanya digiring untuk mengejar selembar kertas ijazah, bukan subtansi dari pelaksanaan pembelajaran itu sendiri sebagai proses pencerdasan kehidupan berbangsa-bernegara anak-anak Indonesia. Melalui try out para siswa ditargetkan bisa mengingat dan mengahafal soal-soal hanya untuk kepentingan UN.

Pembelajaran tambahan seperti bimbingan khusus (Bimsus) juga sering dilakukan dengan target mengejar siswa agar lulus di UN nanti. Jelas tindakan seperti itu hanya mengejar kepentingan sesaat, bukan kepentingan jangka panjang demi terwujudnya anak-anak didik yang berkualitas. Maka tidak usah heran jika misalnya banyak lulusan siswa sekolah menjadi pengangguran. Sebab mereka memang digembleng untuk mengejar selembar ketras ijazah, bukan diberi kemapanan pengetahuan yang luas dan pengembalangan skill yang bagus.

Pendidikan kita memang sedang mengalami disorientasi yang sangat signifikan, lebih banyak masyarakat memandang pendidikan bukan lagi sebagai tempat proses pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kualitas keilmuan, tetapi lebih pada sebagai tempat produksi ijazah yang nanti diharapkan menjadi pintu utama mendapatkan pekerjaan layak. Persoalan ini muncul akibat maraknya pemikiran materialisme yang menjangkiti masyarakat Indonesia. Belum lagi sistem pendidikan nasional mendukung hal demikian, seperti pelaksanaan UN dan try out, menjadi bukti kongkret bahwa pendidikan lebih dilihat dari wajah formalnya, ketimpang signifikansi peran pendidikan dalam pencerdasan anak-anak bangsa.

Ijazah produk UN seolah hanya satu-satunya kunci yang bisa dipertaruhkan agar bisa mendapatkan pekerjaan layak. Sementara ijzah tersebut belum tentu didapat dari hasil kompetensi yang jujur. Akibatnya, pendidikan di Indonesia hanya melahirkan insan-insan yang gila kertas ijzah, namun penguasaan keilmuannya sangat lemah. Lagi pula, dengan adanya try out UN telah secara terang-terangan dipandang oleh pihak sekolah sebagai selebrasi pendidikan yang disiasati sedemikian rupa hanya untuk meluluskan para siswa di sekolahnya.

Oleh karena itu, sudah saatnya pendidikan kita terlepas dari kungkungan formalitas yang menyesatkan. UN dengan permainan try out telah memporak-porandakan nilai suci dari kehadiran pendidikan. Telah berapa banyak UN melahirkan lulusan formalis dengan nilai-nilai ijzah yang melangit, namun kualitas keilmuannya sangat lemah. Bukankah ini ancaman besar bagi masa depan pendidikan Indonesia, jika UN hanya menciptakan insan-insan karbitan yang tak punya kualitas.
Kemendikbud harus benar-benar melakukan kajian mendalam terhadap pelaksanaan UN, agar yang hadir bukan hanya perbaikan terhadap mekanisme dan aturan kelulusan UN, sebab pada kenyataan riil UN tidak memberikan manfaat subtantif bagi kemajuan pendidikan nasional.

Sekarang yang perlu dilakukan adalah upaya agar pendidikan di Indonesia benar-benar mapu menciptakan insan didik yang berkualitas serta berbudi perkerti baik. Dan untuk mewujudkan hal tersebut tidak membutuhkan UN, yang terpenting proses kegiatan belajar mengajar secara maksimal sehingga para siswa mudah mencerna materi yang ada. UN hanya menambah beban mental siswa dan guru, belum lagi banyak kebohongan dalam pelaksanaan UN.

Masduri, Aktivis Laskar Ambisius dan Pustakawan Pesantren Mahasiswa (PesMa) IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Exit mobile version