Site icon SumutPos

Tancho, Calvin Klein, dan Body Shop

MARKETING SERIES (97)

Saya membagi hidup ini menjadi tiga bagian. HK 1.0 untuk 30 tahun pertama saya sebut sebagai the Tancho Guy. HK 2.0 untuk 30 tahun kedua saya namai the CK Man. Dan, HK 3.0 untuk 30 tahun terakhir adalah the Body Shop Human.

Tentu ada filosofi branding di balik itu semua. Dulu, saya memang suka pomade merek Tancho yang warnanya hijau.

Apalagi waktu remaja dulu, hampir semua anak muda Indonesia memakai itu di rambutnya.

Rambut yang masih tebal pun ‘tidak botak seperti sekarang’ bisa dibentuk seperti model rambut Elvis Presley.

Pada 30 tahun pertama dalam hidup, saya memang orang yang minder karena itu harus membuktikan lewat hasil karya nyata. Jadi juara kelas, jadi ketua organisasi, jadi guru sekolah, dan sebagainya. Pembuktian itu persis Tancho yang produknya jelas kental di dalam cup besar. Dan, warnanya sangat hijau sehingga mencolok.

Saya sudah meninggalkan Tancho ketika rambut masih tebal, tapi mulai merasa risi dengan rambut yang mengkilap. Mulai naik kelas karena ingin berbau wangi. Karena itu, saya mulai suka parfum. Yang tidak kelihatan nyata seperti dalam bentuk rambut. Tapi, bisa menebarkan aroma enak untuk udara sekitar.
Calvin Klein memang sebuah brand yang terkenal untuk para profesional. Harganya tak murah, tapi terjangkau. Dan, baunya bisa dinikmati lingkungan. Produk yang tidak kelihatan itu bisa membuat customer jadi nyaman.

Di era 30 tahun kedua ini, saya jadi sadar bahwa produk yang bagus tidak ada gunanya kalau pelanggan tidak mau. Apalagi di waktu inilah, saya mulai mendirikan MarkPlus Inc yang harus melayani banyak pelanggan berbeda-beda. Juara kelas, pintar berorganisasi, dan jadi guru populer tidak efektif untuk sukses. Itu semua harus ditaruh di dalam konteks pelanggan. Memahami orang lain dan membuat mereka jadi nyaman adalah kunci untuk sukses.

Sekarang, sesudah lima tahun di era ketiga, saya secara tidak sadar telah jadi fans berat Body Shop. Bukan hanya rambut dan aroma, tapi brand itu sekarang membalut seluruh tubuh saya dengan body butter dan produk-produk lain. Bukan hanya tubuh, tapi perasaan saya jadi enak ketika mandi dan membersihkan muka saya pakai white musk yang khas itu.

Dan, batin saya tenteram ketika tahu bahwa brand yang sudah dibeli L’oreal tersebut tetap berjuang untuk melestarikan bumi dan memberdayakan perempuan seluruh dunia. Rasanya sekarang saya tidak hanya ingin jadi guy atau man lagi, tapi benar-benar pengin jadi human.
Ada seorang perempuan yang berkomentar kepada saya ketika mendengar hal ini. Katanya, perempuan ketika masih muda dan laris selalu membanggakan diri dengan bertanya, siapa aku? Sesudah mulai dewasa dan masih sendiri, pertanyaan berganti jadi, siapa kamu? Nah, kalau sudah telat, lantas jadi siapa saja!

Meski maknanya lain, saya tertarik dengan hal itu. Sebab, kayaknya manusia memang harus selalu bertransformasi dari penonjolan dirinya sebagai produk ke kepentingan orang lain sebagai customer sampai akhirnya bekerja untuk kepentingan orang banyak sebagai manusia!
Bagaimana dengan Anda? (*)

Exit mobile version