Site icon SumutPos

Pertahankan Filosofi Ulos

MEDAN- Zaman sekarang para generasi muda pada umumnya menilai ulos hanya sebatas estitika saja. Jika ingin diperdalam, ulos  memiliki makna dan pengaruh yang cukup luas di kehidupan Kebudayaan Batak.

Menyikapi makna ulos sebagai Kebudayaan Batak ini, Pusat Dokumentasi dan Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen mengadakan seminar tentang ulos.

Bahkan untuk penyajiannya, beberapa narasumber berpengaruh dihadirkan untuk membahas tuntas mengenai ulos, diantaranya peneliti asal Belanda Sandra Nissen.

“Tujuan dari seminar ini, tak lain untuk menumbuhkembangkan minat generasi muda agar mampu diandalkan bisa mempertahankan filosifi ulos. Karena fungsi dan makna dari ulos yakni mengayomi. Hanya orang yang lebih tua saja yang pantas menyematkan kepada kaum muda,” ucap Manguji ketua Penyelenggara Seminar, saat di temui di Perpustakaan Universitas HKBP Nomensen, Senin (24/10).

Akibat sedikitnya pengetahuan dan pendidikan mengenai pentingnya ulos di Kebudayaan Batak yang diajarkan dan disampaikan kepada generasi muda dianggap sebagai salah satu penyebab utama kondisi itu.
Selain itu banyaknya tenunan asing,  perlahan menenggelamkan nama ulos, sehingga kini ulos hampir kehilangan makna sebenarnya.

Bahkan bilang Manguji, seandainya dikaji lebih dalam, staf Pusat Dokumentasi dan Kebudayaan Batak Universitas HKBP Nomensen menyebutkan jika ulos seharusnya tidak boleh diperjualbelikan.
“Tetapi yang ada penyerahan dari kaum tua kepada yang lebih muda sebagai penyematan yang memiliki makna penghangat badan dan tondi,” ujarnya.

Masih menurut Manguji, menyerahkan ulos juga tidak bisa dilakukan sembarangan orang yang menyerahkan ulos kepada orang lain. Dikhawatirkan ulos akan kehilangan arti sakralnya, namun sakral bukan berarti magic.
Dalam kegiatan seminar itu juga turut hadir, Author of legacy in cloth, Batak textiles of Indonesia -antropologist, penulis, fotografer dan film maker, M.J.A Nashir dan Budayawan, Thompson Hs. (uma)

Exit mobile version