Site icon SumutPos

Pengembang Belum Naik Harga

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Seorang marketing di salah satu stand memperlihatkan maket dalam acara Rei Expo beberapa waktu lalu.  Umumnya pengembang masih menjual rumah MBR.

MEDAN, SUMUTPOS.CO -Tahun 2018 diklaim sebagai tahun yang tepat untuk membeli properti, termasuk di wilayah Sumatera Utara (Sumut). Sebab, meski memasuki musim politik, tahun ini harga properti masih cenderung murah atau belum melonjak.

Ketua Kehormatan Real Estate Indonesia (REI) Sumut, Tomi Wistan memperkirakan, pada pertengahan tahun 2018 akan banyak pengembang curi start dalam pembangunan perumahan. Untuk itu, diprediksi akhir tahun 2019 atau awal tahun 2020 bisnis properti akan mulai tergerek naik permintaan dan pertumbuhannya.

“Alasan tepat membeli properti tahun ini, karena nantinya (akhir 2019 atau awal 2020) telah melewati pesta demokrasi. Di saat itu pula, ekonomi dunia menuju peningkatan pertumbuhan yang baik. Oleh karenanya, jika ingin mendapat keuntungan cepat, tahun ini paling tepat membeli properti. Sebab, harga masih murah dan pengembang cenderung tidak terlalu berani menaikkan harga,” ungkap Tomi kepada Sumut Pos, kemarin.

Menurut dia, masyarakat harus membeli properti di saat yang tepat, dimana ketika harga lagi murah dan sudah berlangsung lama. “Berbeda kalau membeli properti pada saat booming, harga sudah realtig naik dan mahal. Atau, membeli properti harga masih murah tapi waktu booming masih lama. Jadi tahun ini yang paling tepat membeli properti untuk investasi, atau setidak-tidaknya di awal 2019 dan sesuaikan dengan kondisi keuangan,” sebut Tomi yang juga sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Sumut Bidang Infrastruktur dan Properti.

Ia menyatakan, walau tahun 2018 dan 2019 dikenal sebagai tahun politik, untuk rumah MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) tidak terpengaruh. Alasannya, masyarakat menengah ke bawah penghasilan yang diterima sudah jelas untuk kebutuhan sehari-hari dan sisanya membayar cicilan.

Kalau pun terjadi kenaikkan harga barang kebutuhan sehari-hari, masyarakat ekonomi menengah ke bawah biasanya dapat melakukan penghematan atau mencari pendapatan tambahan. Kecuali, bila negara mengalami krisis ekonomi seperti yang terjadi tahun 1998 lalu dimana perusahaan melakukan PHK besar-besaran. Bila itu terjadi, maka rumah MBR akan terpengaruh.

“Saya optimis tahun politik 2018 dan 2019 mudah-mudahan tidak sampai terjadi krisis ekonomi. Sebab, Indonesia sudah pernah mengalami krisis ekonomi. Begitu juga sudah melaksanakan pemilihan daerah dan presiden beberapa kali. Jadi kalau pun suhu politik memanas, sudah tidak sampai mengganggu perekonomian bangsa Indonesia,” papar Tomi.

Diutarakan dia, masyarakat Indonesia sudah sangat cerdas dalam berpolitik. Jadi walau Indonesia memasuki tahun politik, tidak mempengaruhi sektor perumahan khususnya segmen menengah bawah.

Lebih lanjut Tomi mengatakan, pada tahun 2014-2017 lalu, untuk rumah menengah ke atas secara umum terjadi perlambatan bahkan cenderung berjalan di tempat. Namun, tidak dengan rumah bersubsudi yakni MBR atau yang disebut rumah Jokowi yang secara perlahan mengalami peningkatan.

“Tahun 2015 porsi rumah komersil 50 persen dan MBR 50 persen. Tahun 2016 porsi rumah komersil 40 persen dan MBR 60 persen. Sedangkan, tahun 2017 porsi rumah komersil 30 persen dan MBR 70 persen. Sementara, tahun 2018 porsi rumah MBR diperkirakan kembali mengalami peningkatan,” katanya.

Dia menuturkan, pemerintah pusat berusaha memberikan kemudahan dalam mengatasi untuk menekan angka kebutuhan rumah. Namun, dukungan yang diberikan tidak semuanya dapat dilaksanakan di lapangan.

Dukungan yang diberikan pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam mendukung 1 juta rumah dinilai sudah ada upaya maksimal. Seperti, cicilan bunga 5 persen untuk rumah MBR dan Skim Bantuan Uang Muka untuk pembeli yang memenuhi syarat.

“Bayangkan saja bila Kementerian PUPR tidak memberikan fasilitas ini dalam pembayaran cicilan bisa di atas Rp1 juta. Namun, dengan bunga 5 persen cicilan tidak sampai Rp1 juta,” ujarnya.

Selanjutnya, untuk merangsang agar banyak pengembang membangun rumah MBR, Kementerian PUPR memberikan fasilitas sarana utilitas. Walau kouta yang disediakan terbatas, paling tidak sudah dapat membantu pengembang membangun rumah MBR.

Kata dia, dukungan yang diberikan Kementerian PUPR, salah satu yang bisa merangsang pengembang semangat membangun rumah MBR sehingga bisa terjadi percepatan. Kalau tidak ada dukungan mungkin pembangunan rumah MBR ikut melambat.

Dukungan yang dilakukan Kementerian PUPR juga perlu didukung secara optimal oleh kementerian lain seperti Kementerian Agraria. “Misalnya pengurusan sertifikasi tanah yang dilakukan masih relatif lama. Walaupun, saat ini sudah ada upaya percepatan, dan mudah-mudahan ke depan akan semakin baik,” harapnya.

Tak jauh berbeda disampaikan Ketua DPD REI Sumut Andi Atmoko Panggabean. Menurutnya, pengaruh tahun politik terhadap sektor properti khususnya di Sumut tidak terlalu berdampak.”Memasuki tahun 2018, bisnis properti di Sumut khususnya segmen rumah MBR diprediksi masih bagus. Hal itu terlihat dari tren permintaan yang masih terus tumbuh, sehingga semakin banyak investor yang membangun,” kata Atmoko.

Atmoko menuturkan, pasar rumah MBR yang dijual sekitar Rp130 jutaan mulai tahun ini masih bagus. Sebab, hal itu didukung oleh kebijakan pemerintah yang memberikan fasilitas terhadap pengembang atau developer. Apalagi, angka kebutuhan rumah atau backlog di Sumut masih tinggi.

Segmen rumah MBR memang tak terlalu berpengaruh terhadap tahun politik. Namun, untuk segmen komersil sedikit melambat dikarenakan fokus pada Pilkada atau Pilpres, dimana banyak dianggarkan untuk kegiatan kampanye. Artinya, rumah komersil tumbuh perlahan atau slow down,” pungkasnya. (ris)

Exit mobile version