Site icon SumutPos

Yasonna Dijuluki Begal Politik

Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/JPNN Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (tengah) berbincang dengan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung (dua dari kiri) dalam pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar ke-VII di Jogjakarta, Selasa (18/11/2014).
Foto: Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/JPNN
Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie (tengah) berbincang dengan Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tanjung (dua dari kiri) dalam pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar ke-VII di Jogjakarta, Selasa (18/11/2014).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Serangan dan kritik keras terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dari para loyalis Aburizal Bakrie terus berjalan pasca keluarnya surat Menkumham, yang mengakui keabsahan Munas Golkar Ancol pimpinan Agung Laksono.

Bahkan, Sekretaris Fraksi Golkar di DPR hasil Munas Bali, Bambang Soesatyo tegas menjuluki Menkumham sebagai pelaku begal politik. “Tindakan Yasonna Laoly tidak ubahnya adalah begal politik yang pasung dan menzalimi Golkar dan PPP,” kata Bambang, di gedung DPR, Jakarta, Jumat (13/3).

Untuk itu anggota Komisi III DPR yang akrab disapa Bamsoet ini meminta tindakan semacam ini dihentikan, karena jelas-jelas mengancam demokrasi yang tengah dibangun bangsa ini.

“Ini harus diakhiri karena mengancam demokrasi. Menteri harusnya berikan solusi tapi ini malah menambah masalah,” ujar Bamsoet.

Karenanya, Bamsoet menegaskan melakukan perlawanan terhadap sikap menteri dari kader PDI Perjuangan itu. Sikap politik ke depan menyikapi keputusan Menkumham bisa dalam bentuk interpelasi maupun mosi tak percaya, terutama dari fraksi-fraksi Koalisi Merah Putih di DPR.

“Jadi kami ingin menyampaikan sikap politik untuk melawan Yasonna, dan untuk warning, apakah akan berlanjut angket atau interpelasi tergantung. Tapi sekarang kita nyatakan dukungan bersama untuk mosi tidak percaya. Kita yakin kita (KMP) masih solid. Ini inisiasi bersama,” tukasnya.

Fraksi-fraksi pendukung Koalisi Merah Putih (KMP) di DPR kompak menyatakan perlawanan terhadap keputusan Menkumham) Yasonna Laoly dalam menyikap konflik di internal PPP dan Partai Golkar.

Para pimpinan fraksi KMP di DPR menyatakan sikap perlawanan, di ruang wartawan gedung DPR, Jumat (13/3).

Hadir dalam pernyataan sikap itu antara lain Ketua Fraksi Golkar DPR Ade Komaruddin, Ketua Fraksi Gerindra Fary Djemy Francis, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, Ahmad Dimyati Natakusuma dari PPP. Sedang dari Fraksi PAN belum hadir, dikabarkan masih dalam perjalanan ke DPR.

Dalam pernyataan yang disampaikan Ade Komaruddin, disampaikan bahwa fraksi-fraksi KMP di parlemen menilai langkah Menkumham Yasonna Laoly yang masuk ke dalam pusaran konflik PPP dan Golkar telah melawan hukum.

“Yang telah dilakukan oleh Menkumham saudara Yasonna Laoly berkaitan dengan PPP dan Golkar sudah terlalu banyak melawan hukum. Kami mengingatkan Menkumham, bahwa negara ini negara hukum bukan kekuasaan. Sebagai menteri hukum seharusnya Laoly tidak menabrak undang-undang,” katanya.

Dalam menyikapi konflik PPP, KMP memandang Menkumham telah mengeluarkan keputusan berpihak kepada kubu Romahurmuziy dengan mengesahkan hasil Muktamar PPP di Surabaya. Ketika keputusan Menkumham dipatahkan PTUN, Yasonna pun memilih banding.

“Ini merupakan tindakan tercela seorang Menteri Hukum yang tidak patuh hukum bahkan melakukan perlawanan terhadap hukum. Sebab, Keputusan Mahkamah Partai Majelis Syariah yang memenangkan gugatan di PTUN tidak di SK-kan oleh Laoly,” jelasnya.

Tindakan serupa kembali dilakukan oleh Laoly terkait konflik internal partai Golkar, dengan memanipulasi putusan Mahkamah Partai yang tidak memenangkan salah satu pihak sebagaimana disampaikan Ketua MPG, Prof Muladi.

“Kami menduga ada pihak mencoba mengambil keuntungan politik jika Golkar dan PPP terus berkonflik. Kelompok ini sekaligus ingin menjauhkan Golkar pimpinan Aburizal Bakrie dan PPP pimpinan Djan Faridz bersama KMP yang secara politik mendukung sejumlah kebijakan Presiden Jokowi,” urainya.

Ade menegaskan bahwa agenda kelompok ini jelas ancaman bagi demokrasi. Tindakan “begal politik” Laoly terhadap Golkar dan PPP menurutnya hanyalah pintu masuk bagi agenda politik lain yang bisa mengancam kepentingan nasional.

“Untuk itu, bila dalam keadaan terpaksa kami mempertimbangkan untuk menggunakan hak konstitusi (hak angket) yang diberikan UUD 1945 kepada pemerintah atas kebijakan yang sudah diambil terkait Golkar dan PPP. Kami yakini Presiden Jokowi menyetujui langkah kami memberi warning kepada saudara Yasonna Laoly,” ujarnya.

Foto; Agus Wahyudi / JAWA POS
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly.

Di lain pihak, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yakin keputusan menerima kepengurusan Partai Golkar Munas Jakarta atau kubu Agung Laksono adalah netral, karena berdasar pada putusan Mahkamah Partai Golkar (MPG).

Yasonna menjelaskan, Mahkamah Partai Golkar telah mempertimbangkan bahwa yang menjadi pemenang harus mengakomodasi yang kalah. Artinya, kubu Agung Laksono harus memberikan kursi dan jabatan kepada anggota partai versi Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie (Ical).

“Dalam pertimbangan yang dibuat Pak Natabaya dan Pak Muladi, dikatakan, satu, jangan jadi the winner takes all. Maksudnya apa? Kalau dimenangkan kubu Bali, semua pengurus Bali, kalau yang dimenangkan Ancol, semua Agung, itu the winner takes all. Itu Pak Muladi enggak mau,” ujar Yasonna di Istana Negara, Jumat (13/3).

Yang kedua, imbuh Yasonna, kubu yang kalah harus diakomodasi oleh kubu pemenang dan tidak boleh membentuk partai baru. “Kalau kita baca amar putusan Pak Andi Matalata,” kata dia.

Dengan mengambil pertimbangan itu, Yasonna menuturkan, mengambil diktum dalam Munas Ancol dan mewajibkan kubu Agung untuk mengakomodasi Munas Bali dengan kriteria PDLT (Prestasi, Dedikasi, Loyalitas, dan Tidak Tercela).

“Ini berarti, keinginan islah itu ada,” ujar dia menyimpulkan.

Jika tidak begitu, ungkap Yasonna, maka perselisihan antar kubu tidak akan selesai dan bisa bergulir hingga pilkada serentak.

“Kita jelaskan sejelas-jelasnya, saya kira ini kepengurusan Mahkamah Partai sampai 2016. Ini kan transisi dalam putusan Mahkamah Partai. Adopt-lah. Ini secara tidak langsung islah, kalau mau, sampai Oktober 2016 buat munas yang sebenar-benarnya. Menurut saya, masuklah, gabunglah. Nanti bertempur Oktober 2016, menentukan siapa ketua yang sesungguhnya,” kata dia.

Yasonna juga membantah jika dikatakan dirinya dekat dengan salah satu kubu Partai Golkar. Hal itu menanggapi kabar yang mengatakan bahwa memilih kubu Agung karena kedekatan mereka dengan pemerintah.

“Saya jujur, Pak Ical juga dekat dengan kita. Saya memutuskan juga bertemu dengan teman-teman seberang, saya tidak mau sebut siapa. Saya tidak menikmati ambil keputusan ini, karena dua-duanya teman saya. Pak Idrus teman saya di Komisi II, kawan baik, Pak Priyo, Bamsot Supit itu ketua saya di Banggar. Coba bayangkan. Tapi saya (mengambil keputusan menurut) undang-undang saja deh biar jelas,” ujar dia. (fat/jpnn/bbs/val)

Exit mobile version