Site icon SumutPos

Butuh Kerja Keras Lawan Petahana

Foto: Andika/Sumut Pos
Dewan Penasehat KPK, Budi Santoso saat berkunjung ke kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Rabu (18/10). Budi mengatakan, pihaknya melalui Tim Korsupgah memberi perhatian lebih kepada calon kepala daerah khususnya incumbent.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peringatan yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kepala daerah yang akan bertarung kembali di Pilkada 2018 ditanggapi beragam, khususnya bagi partai politik (Parpol) yang mengusung calon petahana.

Ketua DPP PKPI Sumut, Juliski Simorangkir menyebut, tidak dibenarkan calon incumbent memanfaatkan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) maupun kekuasaan yang dimiliki untuk meningkatkan elektabilitas adalah sangat tepat. Karenanya, dia setuju calon incumbent harus cuti ketika masa kampanye. “Harus seperti itu, biar fair play,” ujar Juliski kepada Sumut Pos, Kamis (19/1).

Dia mempersilahkan semua pihak untuk mengawasi gerak-gerik Tengku Erry Nuradi sebagai calon Gubernur petahana. Namun di sisi lain, dia melihat apa yang dilakukan oleh petahana saat ini dianggap bukan sebuah tindakan kampanye terselubung.

Apalagi, lanjut dia, kata PATEN yang menjadi jargon Tengku Erry sudah mulai ramai diperbincangkan. “Beliau kan masih gubernur dan menjabat. Tentu interpretasi PATEN juga macam-macam. Kalau PATEN kerjanya harus diapresiasi, yang tidak boleh itu slogan PATEN adalah Pak Tengku Erry-Ngogesa Sitepu,” jelasnya.

Anggota DPRD Provinsi Sumut itu menambahkan, kelebihan incumbent memang banyak ketika mengikuti Pilkada 2018. Bahkan, ada anggapan yang mengatakan, ketika melawan incumbent perlu kerja ekstra. “Incumbent itu punya modal awal 25 persen suara,” bilangnya.

Sementara Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sumut, Hanafiah Harahap menyebut, memang perlu ada perhatian khusus dari KPK terhadap pelaksanaan Pilkada 2018. “Jadi, bukan hanya calon incumbent. Tapi, kepada calon secara keseluruhan,” pintanya.

Pengawasan kepada petahanA, kata dia, yakni difokuskan untuk tidak terjadinya penyalahgunaan jabatan.

Hanafiah mengaku, aturan yang ada untuk kepala daerah yang  akan ikut kembali bertarung kurang tegas dan tidak memiliki prinsip keadilan. Sebab, calon petahana hanya cuti ketika ingin ikut Pilkada. Sedangkan anggota DPR/DPRD serta DPD yang ingin ikut Pilkada harus mundur dari jabatannya.

“Saya kira aturan  dan waktu cuti harus tegas dong. Rentang waktunya minimal 6 bulan sebelum berakhir jabatan. Regulasi yang ada saat ini kok banci. Toh, dua jabatan itu dipilih oleh rakyat. Inikan paradoks dan tidak elok dipertontonkan kepada rakyat,” katanya.

Anggota Komisi A DPRD Sumut itu mengingatkan secara utuh agar penyelenggara, baik KPU dan Bawaslu Sumut untuk lebih serius dan berani melakukan lompatan besar mewujudkan Pilkada serentak Sumut yang jauh lebih baik. Sehingga peran partisipasi warga untuk memilih di atas 75 persen dan benahi segera aturan yang memudahkan warga ikut serta mencoblos. “Lebih dari Rp1 triliun uang rakyat dikelola oleh kedua instansi itu. Seharusnya peran warga untuk hadir memilih lebih besar,” paparnya.

Wakil Ketua DPW PKB Sumut, Hamdan Simbolon mengatakan, petahana selalu memiliki keuntungan ketika bertarung di Pilkada. “Namanya petahana, itu nilai lebihnya. Dia bisa kampanye gratis melalui program kerja, kalau sesuai prosedur tentu dibenarkan,” akunya.

Sedangkan pengamat politik Agus Suriadi mengatakan, proses pengawasan eksternal yangg dilakukan KPK sudah sesuai dengan tugasnya. Pengawasan memang tidak hanya kepada incumbent, tapi semua calon kontestan Pilkada. “Tapi harus diingat, pengawasan KPK tidak bisa pada proses Pilkada, karena itu merupakan tugas Bawaslu. Pengawasan KPK harus kepada akuntabilitas dan transparansi biaya yang digunakan,” ungkapnya.

Pengamat dari USU itu menilai, untuk transparansi biaya memang lebih mengarah kepada incumbent. Sebab, calon petaha masih berkaitan dengan APBD satu daerah. “Petahana kan masih berurusan dengan anggaran daerah, jadi pantas diawasi lebih ketat,” sebutnya.

Begitu begitu, soal slogan, Agus menilai KPK tidak melarang. Termasuk soal kegiatan calon petahana ketika masih menjabat. “KPK tidak mungkin mencampuri urusan itu, karena tugas Bawaslu. KPK hanya menjalankan fungsi preventifnya agar incumbent tidak main-main dengan anggaran,” pungkasnya. (dik/prn/adz)

Exit mobile version