Site icon SumutPos

Aduh… PTUN Batalkan SK PPP Romi

FOTO: MIFTAHULHAYAT/JAWA POS Ketua Umum PPP hasil munas Jakarta, Djan Faridz (tengah) didampingi pengurus partai memberikan keterangan terkait putusan PTUN di Kantor DPP PPP, Jakarta, Selasa (22/11). PTUN Jakarta kembali memenangkan gugatan yang dilayangkan oleh PPP kubu Djan Faridz atas SK Kemenkumham yang mengesahkan kepengurusan Romahurmuzi.
FOTO: MIFTAHULHAYAT/JAWA POS
Ketua Umum PPP hasil munas Jakarta, Djan Faridz (tengah) didampingi pengurus partai memberikan keterangan terkait putusan PTUN di Kantor DPP PPP, Jakarta, Selasa (22/11). PTUN Jakarta kembali memenangkan gugatan yang dilayangkan oleh PPP kubu Djan Faridz atas SK Kemenkumham yang mengesahkan kepengurusan Romahurmuzi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dualisme kepengurusan di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) belum berkesudahan. Selasa (22/11), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memenangkan gugatan kubu Djan Faridz. Dalam putusan bernomor 97/G/2016/PTUN-JKT itu, hakim PTUN membatalkan SK Menkum HAM yang mengesahkan kepengurusan kubu M. Romahurmuziy.

SK yang diminta dibatalkan tersebut dikeluarkan pada 27 April 2016. Atau sekitar dua minggu setelah perhelatan muktamar PPP di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Pada muktamar yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla itu, Romahurmuziy alias Romi terpilih sebagai ketua umum. Menyusul kemudian Arsul Sani ditetapkan sebagai sekretaris jenderal (Sekjen).

”Kami berharap Menkum HAM dapat segera menindaklanjuti putusan tersebut,” kata Dimyati Natakusumah, Sekjen PPP kubu Djan, saat dihubungi kemarin.

Dimyati menilai, putusan PTUN itu sudah semestinya. Sebab, lanjut dia, kepengurusannya adalah pemegang putusan Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa kepengurusan PPP yang sudah muncul sekitar dua tahun lalu. ”Sejak awal kami sudah yakin Indonesia itu negara hukum dan sudah ada reformasi hukum,” tandasnya.

SK pengesahan kepengurusan PPP untuk Romi tidak hanya keluar sekali. Sebelumnya Menkum HAM mengeluarkan SK pada Oktober 2014. Sk tersebut mengesahkan hasil muktamar Surabaya yang memilih Romi sebagai ketua umum.

Lewat serangkaian proses di pengadilan, pada Oktober 2015 MA kemudian mengeluarkan putusan yang meminta Menkum HAM mencabut SK yang mengesahkan kubu Romi itu. Pada Januari 2016 pemerintah akhirnya mencabut SK. Namun, langkah tersebut tidak serta-merta diikuti pengesahan kubu Djan.

Pemerintah justru memilih menghidupkan sementara SK muktamar Bandung 2011 yang menempatkan duet kepemimpinan Suryadharma Ali (SDA) sebagai ketua umum dan Romahurmuziy sebagai sekretaris jenderal. Pelaksanaan muktamar Pondok Gede yang menyatukan kubu SDA dan Romi menjadikan SK tersebut sebagai pijakan. Sebelumnya SDA berada di kubu muktamar Jakarta yang memilih Djan sebagai ketua umum.

Menanggapi putusan PTUN terbaru, Romahurmuziy mengisyaratkan tidak bakal menerima begitu saja putusan yang memenangkan kubu Djan tersebut. ”Di dalam pengadilan, kalah menang itu sudah biasa,” ujarnya setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka kemarin (22/11).

Romi menjelaskan, pihaknya sudah pernah menang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia menang atas gugatan Djan Faridz soal kepengurusan PPP yang sah. Sekarang, lanjut dia, giliran kubu Djan yang menang di PTUN. ”Jadi masih proses peradilan biasa saja. Masih ada proses banding, proses kasasi, kita ikuti saja,” tambahnya.

Hadrawi Ilham, kuasa hukum PPP kubu Romahurmuziy, menganggap putusan PTUN telah salah melihat dan menilai putusan MA. Menurut dia, putusan MA harus dilihat dengan mengaitkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang telah diajukan dalam persidangan. Yakni, para pihak telah sepakat untuk menjalin islah melalui forum muktamar di Asrama Haji Pondok Gede.

”Karena itu, DPP PPP di bawah Ketua Umum Romahurmuziy akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut,” kata Hadrawi. Dia menambahkan, selaku tergugat intervensi yang kedudukannya sama dengan penggugat (Djan Faridz) dan tergugat asli (Menkum HAM), pihaknya juga sama-sama berhak mengajukan banding dan melanjutkan proses di Pengadilan Tinggi TUN DKI Jakarta.

”Dengan banding tersebut, putusan PTUN Jakarta belum memiliki kekuatan hukum apa pun terkait keabsahan SK Menkum ham,” tandasnya. (dyn/c9/fat/byu/jpg/adz)

Exit mobile version