Site icon SumutPos

Dr Nurzainah Ginting Menciptakan Unit Biogas Sumut-NAD

Dr Nurzainah Ginting atau yang dikenal kalangan mahasiswanya buk UUN ini menciptakan unit biogas dari berbagai tipe, biogas tersebut sudah diakui dari Nanggroe Aceh Darusalam (NAD) sampai dengan Sumut. Alat ini dibuat bertujuan untuk rumah tangga (RT) yang tinggal di pelosok daerah.

BERDIRI: Kepala Compos Centre Dr Zainah Ginting berdiri di samping pipa bioenergi, pengganti bahan bakar minyak di gedung Compos Centre kampus USU Medan.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Penggabdiannya buat orang-orang yang sangat membutuhkan energi tidaklah sia-sia. Pasalnya hampir semua daerah Kabupaten di Sumut tersebut sudah di sosialisasi memakai biogas tersebut seperti di Kabupaten Langkat, Karo, Asahan, Labuhanbatu, Simalungun, Tapanuli Utara (Taput), Samosir, Labuhanbatu Selatan (Labusel), Nias dan juga hampir seluruhg kabupaten di daserah Aceh.

Nurzainah membuat bioenergi dengan  memakai unit biogas dari viber karena bahan yang tersebut merupakan bahan yang sangat sederhana dan murah.
“Bisa saja kalau kita memakai medianya tersebut melalui beton dan perangkat alat lainnya, tapi alatnya lebih mahal. Jika kita memakai bahan yang terbuat dari viber lebih murah dan dapat dibeli berbagai rumah tangga karena harganya bekisar Rp7 jutaan dengan muatan 3500 liter,” katanya.

Nurzainah sudah banyak makan asam garam di dunia pendidikan dalam bidang ilmu perternakan maupun pertanian tersebut. Dia wanita lulusan S-1 di Intitut Pertanian Bogor (ITB), sedangkan mengambil S-2 di Murdoch University, Perth, Western Australia dan mengambil S-3 di Universitas Sumatera Utara (USU) dan juga di Murdoch University.

“Itu S3 ada bantuan dari pemerintah setiap para peneliti,”katanya.

Nurzainah menceritakan, awal dari tercetusnya ide dari pembuatan biogas berawal dari penelitiannya selama 5 (lima) tahun lalu yang membuat alat tersebut semakin sempurna dibuat untuk limbah ternak menjadi gasbio.

Dalam pembuatan biogas tersebut sangat beralasan, karena Nurzainah merasa miris melihat limbah-limbah organik maupun kotoran hewan dan manusia tidak dimafaatkan dengan baik, karena dia melihat pada daerah yang ada di Indonesia kebanyakan sudah memanfaatkan libah tersebut sudah sangat lama di jadikan energi peganti.

“Mirisnya seperti pada daerah di Kabupaten Karo saat ini sedang terjadinya wabah lalat buah yang menghancurkan industri jeruk sampai 60 persen yang di kalkulasikan melalui uang bisa sampai Rp1,5 triliun per tahunnya,” ucapnya.

Padahal menurutnya sangat menguntungkan bagi para petani tersebut menjadi energi alternatif dan juga  tak lama lagi manusia akan merasa kehilangan energi yang bersumber dari energi posil dan diprediksikan jika pemakaian yang berlebihan pada 20 tahun fosill fuel akan habis untuk itu  menyicil pekerjaan/ atau mencari EBT (energi baru terbarukan) seperti pada biogas tersebut karena  EBT kapan saja bisa diproduksikan.

Untuk itu saat ini banyak peneliti yang berlomba-lomba mencari energi alternatif. “Apalagi di Sumut dan di Indonesia pada umumnya sangat kaya dengan sumber pertanian dan peternakannya,”ucapnya.

Bukan hanya limbah yang berasal dari pertanian saja yang dapat dimanfaatkan, kotoran baik dari hewan dan manusia juga dapat dimafaatkan. Misalkan katanya pada kotoran hewan gas metananya sanga baik, dan juga pada kotaron manusia lebih baik lagi dikarenakan perbandingannya tiga kali lipat dari kotoran hewan.

Untuk meghasilakan gas yang lebih baik. Ia mengatakan ada kombinasi antara limbah pertanian dan perternakan, misalnya 50 persen kotoran hewan dan 50 persen limbah pertanian dalam setiap 1 kilogram (Kg) akan menghasilkan gas sebanyak 30 liter gas.

“Sementara  dalam satu rumah tangga kebanyakan orang memerlukan 100 liter gas bio utk keperluan memasak. Dan artinya dari riset tersebut rumah tangga hanya membutuhkan perharinya kurang lebih 4 kilogram saja,”ucapnya.

Apalagi kata Nurzainah ini sangat cocok buat orang yang mempunyai empat hewan seperti kambing dan mempunyai kebun kakau.
“Kalau ilustrasi dengan 4 ekor kambing dan pohon kakau dikit itu bisa dikalikan 1 liter minyak dan dapat kompos cair dari sludge biogas dan sangat menguntungkan,”katanya.

Bukan itu saja, dalam keuntungannya dari hasil penelitian tersebut bahwa sludge (kotoran sapi) dapat mengantikan pupuk MPK (cair) untuk tanaman bayam cabut ini. Dan itu sangat menguntungkan bagi para petani bayam cabut tersebut seperti pada daerah Marelan, Serdangbedagai, Desa Daulu dan lainnya, karena sangat menguntungkan bagi para petani.

Sampai saat ini, yang sangat diakui dan lebih baik pada biogas tersebut pada pemakaian beton karena menurutnya tekanannya lebih besar dan enerji lebih besar pula, akan tetapi ia mengatakan viber lebih fleksibel dalam pemasokan transportasinya karena tidak mudah rusak karena tahan gempa, dan murah dalam pengerjaannya. (mag-19)

Exit mobile version