Site icon SumutPos

Belum Muncul Kematangan Berdemokrasi

MEDAN-Munculnya anarkisme dalam aksi-aksi demonstrasi maupun fenomena geng motor di Indoneisa akibat ketidakseimbangan antara produk kebebasan yang diperoleh di era reformasi dengan kesiapan masyarakat dalam mengejawantahkan kebebasan pascatumbangnya era Orde Baru.
Ungkapan ini disampaikan pakar resolusi konflik Universiti Sains Malaysia (USM) Pulau Pinang, Dr Mohamad Zaini Abu Bakar di kampus UMA disela-sela menyampaikan kuliah umum bertajuk “Manajemen Konflik dalam Komunitas Plural” di depan mahasiswa  Magister Administrasi Publik Universitas Medan Area (MAP UMA) beberapa waktu lalu.

Didampingi Wakil Direktur Bidang Kemahasiswaan Program Pascasarjana (PPs) UMA Muazzul SH MHum dan Kepala Tata Usaha PPs UMA Isnaini SH MHum, Zaini Abu Bakar mengungkapkan, anarkisme yang muncul dalam aksi unjuk rasa adalah sebuah gambaran masyarakat Indonesia belum matang berdemokrasi.

Begitu juga fenomena geng motor yang melanda kota-kota di Indonesia merupakan gambaran, kebebasan masih diterjemahkan dalam bentuk boleh berbuat sesuka hati. Ia menilai kebebasan yang tidak bertanggung jawab akan menimbulkan konflik-konflik baru di masyarakat.
“Mestinya, demokrasi harus dimaknai sebagai kebebasan yang bertanggung jawab. Dengan demikian, demokrasi bisa memberi kebaikan bagi masyarakat. Yakni, bebas dari keterkurungan Orde Baru ke sebuah Orde Reformasi yang membawa kesejahteraan, bukan sebaliknya membawa keburukan,” ucap dosen tamu PPs UMA tersebut.

Di Malaysia, lanjut alumni Bradford University Inggris, juga ada demonstrasi dan geng motor. Tapi, demonstrasi yang dikawal oleh seperangkat peraturan dan perundang-undangan. Misal dalam demonstrasi tidak boleh membawa alat-alat yang dapat membahayakan dimana geng motor dibentuk untuk aksi-aksi sosial dan olahraga.

Demokrasi, menurut pakar Pusat Kajian Pengurusan Pembanguan Islam (ISDEV) USM, memiliki berbagai wajah karena cara berdemokrasi berbeda dalam setiap negara. Kebebasan harus ada kawalan peraturan dan perundang-undangan agar demokrasi tidak rusak. “Di Amerika Serikat sendiri yang disebut-sebut sebagai Bapak Demokrasi, tetap memiliki aturan dalam menyampaikan pendapat. Bagi pelanggar aturan akan mendapat sanksi hukum yang tegas,” ucap Zaini.

Pakar USM ini memuji Indonesia yang telah memiliki regulasi dalam teknologi informasi seperti internet. Sedangkan Malaysia belum memiliki Undang-undang TI. “Indonesia sudah memiliki UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Sedangkan Malaysia belum punya, ” tandasnya. Dalam kesempatan itu, Wakil Direktur Bidang Kemahasiswaan PPs UMA Muazzul mengatakan, kedatangan para pakar luar negeri di PPs UMA merupakan bentuk implikasi penguatan institusi dan komitmen perguruan tinggi ini sebagai universitas yang terus  dipercaya masyarakat untuk ikut serta dalam menyelesaikan persoalan pembangunan. (*/dmp)

Exit mobile version