Site icon SumutPos

Balas Dendam, DPR Bentuk Tim Independen Pelaku Turun dari Gunung Lawu

PERLU lebih dari sekadar esprit de corps untuk membuat tiga bintara Kopassus turun gunung untuk menyerbu Lapas Cebongan.

Ada semangat lain yang membuat mereka nekat mengeksekusi empat tahanan yang membunuh Serka Heru Santoso.

Bagi para pelaku, terutama bintara U yang bertindak sebagai eksekutor, Serka Heru lebih dari sekadar rekan sesama anggota korps baret merah. Serka Heru merupakan atasan langsung para pelaku. Serka Heru adalah bintara peleton di grup para pelaku.

Bintara yang tewas ditikam di Hugo”s Caf” itu dinilai sangat berjasa bagi hidup para pelaku penyerbuan lapas.

Serka Heru lah yang menyelamatkan nyawa U dalam sebuah operasi beberapa tahun lalu. Karena itu, U amat murka saat mendengar sang komandan dihabisi dengan cara sadis oleh empat orang yang mereka anggap sebagaipreman. Kemarahan mereka memuncak ketika tahu mantan anggota Kopassus Sertu Sriyono menjadi korban pembacokan.

Pelakunya diduga dari kelompok yang sama dengan pembunuh Serka Heru. “Sertu Sriyono itu rekan satu angkatan pelaku,” terang Wadanpuspom TNI-AD Brigjen Unggul Kawistoro Yudhoyono.

Tiga orang, termasuk U yang sedang berlatih intensif di kawasan Gunung Lawu, memutuskan turun gunung. Mereka membawa senjata jenis AK-47 untuk menghabisi para pelaku pembunuhan.

Dalam investigasi versi mereka, didapati informasi jika Jumat (22/3) pagi itu ada iring- iringan Brimob menuju Lapas Cebongan.

Hal itu diyakini sebagai kegiatan memindahkan target ke Lapas Cebongan.

Malam itu juga para pelaku mengajak sejumlah rekannya di Kartasura untuk beraksi.

Berbekal kemampuan militer yang mumpuni, mereka mengatur serangan mendadak nan rapi ke lapas. Diawali dengan umpan yang membawa kertas seolah akan meminjam tahanan. “Kertas itu dibuat asal saja, tidak ada kop polisi,” kata Unggul.

Operasi berlangsung relatif lancar. Dua orang rekan mereka yang berupaya mencegah tidak bisa berbuat banyak. Keempat target sukses dieksekusi. Seluruh CCTV dibawa demi menghilangkan jejak. Barang bukti berharga itu dimusnahkan sebelum sisanya dibuang di Sungai Bengawan Solo.

Begitu tim investigasi Mabes TNI turun, para pelaku mengakui perbuatan mereka.

“Pengakuan mereka jujur. Mereka siap mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagai ksatria,” kata Unggul.

Wakil Komandan Pusat Polisi Militer (Wadanpuspom) TNI AD Brigjen TNI Unggul Kawistoro Yudhoyono kemarin (4/3) dalam sebuah konferensi pers menyatakan penyerangan ke lapas Cebongan diakui dilakukan oknum anggota TNI AD dalam hal ini grup 2 Kopassus Kartosuro yang mengakibatkan terbunuhnya empat tahanan preman.

Dari hasil investigasi, dipastikan 11 orang terlibat dalam penyerangan tersebut. Terdiri dari seorang eksekutor berinisial U, yang didukung oleh delapan orang. Mereka menggunakan dua unit kendaraan, yakni Toyota Avanza warna biru dan Suzuki APV warna hitam.

Dua orang sisanya menggunakan mobil Daihatsu Feroza hanya menjadi penonton, karena mereka sebenarnya justru berupaya mencegah penyerangan. Upaya pencegahan itu gagal karena kalah jumlah, dan penyerbuan tetap terjadi hingga menewaskan empat orang.

Dari 11 orang itu, tiga di antaranya termasuk U merupakan anggota grup 2 Kopassus Kartasura yang sedang berlatih di puslat kawasan gunung Lawu. Mereka membawa serta tiga unit senjata organik TNI, yakni AK- 47. Ditambah lagi dengan dua replika AK- 47 dan sebuah replika senpi jenis sig sauer.

“Karena itulah, tidak ada senjata yang keluar dari gudang di Kartasura,” lanjut perwira dengan satu bintang di pundak itu.

Fakta-fakta tersebut didapat dari hasil investigasi yang dilakukan TNI AD, setelah Mabes Polri menyatakan jika ada dugaan keterlibatan anggota TNI AD.

Senjata organik itu pulalah yang digunakan untuk menghabisi nyawa keempat tahanan tersebut. Begitu misi selesai, mereka langsung pergi membawa sejumlah barang bukti. Di antaranya, rekaman CCTV yang ada di lapas tersebut. Bukti penting itu dimusnahkan dan sisa-sisanya diakui para pelaku dibuang ke sungai Bengawan Solo.

Motif penyerangan tersebut murni berdasar esprit de corps alias jiwa corsa TNI.

mereka tidak terima ada rekannya sesama anggota Kopassus dihabisi secara sadis oleh keempat tahanan itu. Karenanya, mereka rela turun gunung demi mencari siapa pelaku pembunuhan Serka Heru Santoso yang pernah menjadi atasan para pelaku.

Unggul sekaligus membantah pengakuan sejumlah sipir lapas Cebongan yang mengatakan jumlah pelaku berkisar 17 orang.

Menurut dia, Kopassus merupakan prajurit yang sangat terlatih dan profesional. Gerakan mereka cepat, meski dalam kondisi gelap. Unggul menduga, gerakan cepat itulah yang membuat para saksi mengira lawan mereka amat banyak.

Selain itu, dia memastikan jika serangan itu sama sekali tidak direncanakan. Meski tidak direncanakan, karena mereka prajurit terlatih maka penyerangan semacam itu sangat mudah untuk dilakukan. “Kalau masyarakat umum, saya rasa sangat sulit melakukannya,”tambahnya.

Kadispen TNI AD Brigjen Rukman Ahmad menyatakan, selama enam hari investigasi sejak 28 Maret, pihaknya telah memeriksa sedikitnya 25 orang. Baik dari lapas Cebongan, Korem, maupun Kopassus. Pihaknya juga berkoordinasi dengan Mabes Polri setiap kali mendapat informasi.

Menurut Rukman, pihaknya banyak belajar dari kasus penyerangan Mapolres OKU. Karenanya, tim langsung diterjunkan ke DIY begitu dibentuk di Jakarta. Tim yang dipimpin Wadanpuspom Brigjen Unggul itu ternyata terbilang cukup mudah untuk mengungkap siapa pelaku dalam kasus tersebut.

“Para pelaku secara ksatria mengakui penyerbuan tersebut sehari setelah tim diterjunkan,” terang Rukman yang kemarin mendampingi Unggul. Mereka mengakui seluruhnya, termasuk motif penyerangan yang murni balas dendam atas kematian Serka Heru Santoso dan pembacokan Sertu Sriyono.

Rukman mengatakan, KASAD Jenderal Pramono Edhie Wibowo telah memenuhi janjinya kepada publik untuk menegakkan hukum di tubuh korps TNI AD. “TNI AD menjunjung tinggi hukum. Yang salah dihukum, yang benar dibela,” tegasnya.

Seluruh pelaku yang saat ini ditahan itu akan segera disidik dan disidangkan di mahkamah militer. Terkait ancaman hukuman terhadap para pelaku, baik Unggul maupun Rukman menyatakan belum berani berkomentar.

Sebab, ke-11 orang tersebut belum disidik oleh penyidik militer. “Ini masih awal, mungkin dua tiga hari lagi kami umumkan perkembangan berikutnya,” ucap Unggul.

Dia juga menolak mengomentari pernyataan panglima TNI soal ancaman pencopotan Pangdam Diponegoro terkait bantahannya jika ada anggota TNI AD yang terlibat.

Beberapa jam pasca penyerangan, Pangdam yang dikonfirmasi langsung mengeluarkan bantahan. Atas pernyataan tersebut, Panglima TNI mempertimmbangkan akan mencopot Pangdam jika terbukti ucapannya salah.(byu/fal/ca/jpnn)

Exit mobile version