Site icon SumutPos

Filosofinya Adalah Keseimbangan

Lebih  Dekat dengan Seni Merangkai Bunga Ikebana

Seni merangkai bunga ala Jepang (Ikebana) semakin diminati kaum wanita. Selain sebuah seni, sekarang Ikebana juga sudah menjadi pekerjaan atau mata pencarian.

Meski  Ikebana adalah sebuah seni yang tidak mudah, tetapi bukan berarti  sulit untuk dipelajari. Dengan  waktu yang  relatif  singkat  memungkinkan siapa saja membuat rangkaian Ikebana yang indah. Kreatifitas yang tinggi  adalah  salah satu kunci keberhasilannya.

Pada masa kejayaannya, ilmu merangkain bunga ini sangat identik dengan wanita. Bahkan, dalam pembelajarannya, wanita yang melakukan Ikebana ini juga diajarkan cara bersikap. Misalnya, saat merangkai bunga sikap tangan dan cara duduk harus diperhatikan. Karena ilmu dasar untuk melakukan Ikebana adalah keseimbangan. “Filosofi dalam Ikebana adalah keseimbangan, karena kita memadukan alam dan jiwa saat merangkai bunga,” ujar Instruktur Ikebana Sakae Sitompul pada acara workshop Ikebana yang diselenggarakan oleh Konsulat Jepang di Wisma BII (22/7) .
Dikatakan Sakae, selain sikap yang harus dijaga, saat melakukan Ikebana, yang  juga harus diperhatikan adalah kualitas bunga. Karena itu usahakan untuk menggunakan bunga hidup. Bila harus menggunakan bunga  kering, cukup 20 persen saja.

Walau menggunakan bahan yang sederhana, tetapi dengan bunga segar, maka keindahannya akan tetap terlihat. “Bunga hidup lebih indah. Asal tetap disiram, bunga akan tetap terlihat indah, bahkan selama 7 hari,” ungkap Sakae yang bernama asli Sakae Kinoe.

Untuk melakukan seni merangkai bunga ini, terlebih dahulu siapkan perlengkapan yang dibutuhkan. Seperti bunga, daun, pemanis, dan pot. Perlengkapan lain  seperti gunting, kaijen (ranting kering) dan oasis atau busa. Untuk menambah keindahan rangkaian, usahakan untuk membuatnya secara bertingkat. Dan jangan lupa, warna juga harus disesuaikan, setidaknya 1 tingkatan warna harus senada.

Busa diletakkan dalam pot, setelah itu letakkan bunga ataupun hiasan yang ukurannya paling tinggi, selanjutnya letakkan bunga yang memiliki tangkai. Nah, dalam tahap ini mulai perhatikan permainan warna. Usahakan juga, agar tinggi dalam tahap ini disesuaikan. Bila tangkai bunga lebih panjang dibandingkan dengan tangkai bunga lainnya, maka untuk yang panjang dapat ditusukkan lebih dalam pada oasis, atau dipotong dengan gunting agar mendapatkan tinggi yang sama. Tahap selanjutnya, letakkan ranting kering, agar terlihat lebih indah. “Saat meletakkan bunga ini, keseimbangan sangat dibutuhkan, agar bunga tidak tumpang tindih. Selain itu, semakin rapat rangkaian, akan terlihat semakin menarik. Asal ingat harus rapi,” tambah Sakae.
Menurut Sakae, ilmu merangkai bunga Ikebana dari Jepang ini sudah ada sejak 800 tahun yang lalu. Rangkai bunga Ikebana ini juga berbeda dari rangkai bunga asal Eropa. Paling mencolok dapat dilihat dari keterampilannya. “Sangat berbeda dari Eropa, kalau diperhatikan secara mendetail perbedaan terletak dari keterampilan terutama kerapian,” ujar Sakae. Bukan hanya dari daerah lain, antar perangkai bunga Ikebana juga memiliki perbedaan.

Bahkan, para Ikebana juga berbeda. Biasanya terlihat pada keseimbangannya,” tambah Sakae yang sudah mendalami Ikebana lebih dari 60 tahun.
Acara workshop Ikebana ini merupakan kerjasama antara Konjen Jepang dan para ibu dari Origami dari Binjai dan sebagian dari akademisi USU. Dalam sambutannya, Konjen Jepang untuk Medan, Yuji Hamada mengatakan bahwa workshop ini diselenggarakan untuk menambah ikatan kebudayaan anatar dua negara, disadari bahwa Indonesia, Medan pada khususnya tidak terlalu mengetahui dan memahami kebudayaan Ikebana. “Ini untuk kebudayaan. Agar masyarakat lebih mengetahui dan menguasai Ikebana,” ujar Yuji Hamada. (ram)

Exit mobile version