26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

DPRD Cecar Pertamina

MEDAN-PT Pertamina diminta transparan menyikapi kelangkaan BBM bersubsidi yang berlangsung selama tiga minggu terakhir. Pertamina diminta tidak menjelma menjadi momok bagi masyarakat pengguna kendaraan di Sumatera Utara. Hal ini menjadi kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi B DPRD Sumut dengan PT Pertamina di Kantor DPRD Sumut.

Dimulai pukul 14.00 WIB, RDP diskor karena perwakilan Pertamina tidak mampu memberikan jawaban konkrit.
Sebelumnya, General Manager Fuel Retail Marketing (FRM) Region I Sumbagut PT Pertamina Gandhi Sriwidodo mempresentasikan permasalahan kelangkaan BBM bersubsidi yang terjadi tiga minggu terakhir.

Ia menjelaskan, kemungkinan yang menyebabkan kelangkaan BBM tersebut adalah tak lagi dipasoknya BBM kepada 14 SPBU di Sumut. Hal lain yang diungkapkannya, yakni banyaknya masyarakat yang tak berhak mendapatkan BBM bersubsidi namun turut serta menikmatinya. “Saat ini kita memang berusaha menekan tingkat over kuota,” terang Gandhi, Senin (4/7).

Karenanya, pihaknya berharap kepada pemerintah untuk anggaran tahun berikutnya BBM subsidi ini dinaikkan lagi sesuai hasil penelitian di lapangan. “Namun, menurut pengamatan kami, beberapa hari terakhir kelangkaan BBM di Sumut sudah jauh berkurang,” jelasnya.

Pertamina juga tak mau terlalu membebani masyarakat yang seharusnya memiliki hak untuk menikmati BBM subsidi ini terlalu dihimpit peraturan yang ketat. “Jadi saat ini kita memperbolehkan masyarakat mengisi maksimal dua jerigen (40 liter, Red). Namun, masyarakat yang dimaksud adalah UKM atau masyarakat yang telah mendapatkan verifikasi,” tutur Gandhi.

Pada rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut Guntur Manurung menjelaskan, Pertamina harus mampu menjelaskan alasan yang paling prinsipil tentang kelangkaan BBM.

Sekretaris Komisi B DPRD Sumut Syahrial Harahap menceritakaan saat berangkat dari kampungnya menuju ke Medan mendapati banyak SPBU yang menjual BBM dengan harga Rp6.500 per liter. “Kampung saya si Sawit Seberang, saat menuju ke Medan saya mendatangi SPBU dan mereka menjual BBM dengan harga Rp6.500. Sesuai pemaparan PT Pertamina, tak masuk akal jika pasokan BBM subsidi yang didistribusikan ke SPBU melebihi kuota. Jika sesuai kuoa, tentunya mereka tak akan berani menaikkan harga,” tegasnya.

Selain itu, menurut Syahrial, PT Pertamina tak melakukan pengawasan yang baik. “PT Pertamina seperti lepas tanggung jawab setelah melepas minyak,” katanya.

Ia juga menceritakan, warga Sei Lepan yang berjarak sekitar 40 km lebih dari SPBU terdekat akan semakin kesulitan mengembangkan usaha dan terkait hal ini PT Pertamina sudah bisa dianggap tak mendukung program pemerintah tentang ketahanan pangan Nasional.

Lain lagi cerita anggota Komisi B DPRD Sumut yang satu ini, Ramli, ia menceritakan, dari Sidikalang, ia mendapati 7 SPBU yang sudah sekitar 17 hari tak dipasok BBM. “SPBU kedelapan yang saya temui mengatakan, di SPBU tersebut selalu mendapatkan pasokan BBM yang cukup. Hal ini membuktikan PT Pertamina tak menjangkau daerah terpencil. Sama halnya dengan daerah Sei Lepan tadi, dengan adanya hal ini jelas PT Pertamina tak mendukung program pemerintah tentang ketahanan pangan Nasional,” katanya.

Ada juga anggota Komisi B DPRD Sumut yang berani menyatakan pasti ada indikasi penyelewengan pendistribusian pasokan minyak dari PT Pertamina ke SPBU. “Ada indikasi kelangkaan BBM ini disebabkan PT Pertamina melakukan kong-kalikong. Misalnya dari PT Pertamina didistribusikan 20 kilo liter, yang sampai ke SPBU hanya 10 kilo liter dan sisanya dijual ke industri untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Tentunya, sebelumnya ada intimidasi dari PT Pertamina terhadap SPBU agar tak meributi hal ini,” tegas Tohonan dari Fraksi PDS.

Sekira pukul 17.00 WIB, rapat ditangguhkan karena tak menemukan jawaban konkrit dari pihak PT Pertamina. Rapat diskor, dan pada rapat lanjutan diharapkan agenda RDP dapat mendatangkan BPH Migas, Hiswana Migas, perwakilan SPBU, Kadin mewakili perushaan atau industri dan PT Pertamina. (saz/mag-15)

MEDAN-PT Pertamina diminta transparan menyikapi kelangkaan BBM bersubsidi yang berlangsung selama tiga minggu terakhir. Pertamina diminta tidak menjelma menjadi momok bagi masyarakat pengguna kendaraan di Sumatera Utara. Hal ini menjadi kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi B DPRD Sumut dengan PT Pertamina di Kantor DPRD Sumut.

Dimulai pukul 14.00 WIB, RDP diskor karena perwakilan Pertamina tidak mampu memberikan jawaban konkrit.
Sebelumnya, General Manager Fuel Retail Marketing (FRM) Region I Sumbagut PT Pertamina Gandhi Sriwidodo mempresentasikan permasalahan kelangkaan BBM bersubsidi yang terjadi tiga minggu terakhir.

Ia menjelaskan, kemungkinan yang menyebabkan kelangkaan BBM tersebut adalah tak lagi dipasoknya BBM kepada 14 SPBU di Sumut. Hal lain yang diungkapkannya, yakni banyaknya masyarakat yang tak berhak mendapatkan BBM bersubsidi namun turut serta menikmatinya. “Saat ini kita memang berusaha menekan tingkat over kuota,” terang Gandhi, Senin (4/7).

Karenanya, pihaknya berharap kepada pemerintah untuk anggaran tahun berikutnya BBM subsidi ini dinaikkan lagi sesuai hasil penelitian di lapangan. “Namun, menurut pengamatan kami, beberapa hari terakhir kelangkaan BBM di Sumut sudah jauh berkurang,” jelasnya.

Pertamina juga tak mau terlalu membebani masyarakat yang seharusnya memiliki hak untuk menikmati BBM subsidi ini terlalu dihimpit peraturan yang ketat. “Jadi saat ini kita memperbolehkan masyarakat mengisi maksimal dua jerigen (40 liter, Red). Namun, masyarakat yang dimaksud adalah UKM atau masyarakat yang telah mendapatkan verifikasi,” tutur Gandhi.

Pada rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut Guntur Manurung menjelaskan, Pertamina harus mampu menjelaskan alasan yang paling prinsipil tentang kelangkaan BBM.

Sekretaris Komisi B DPRD Sumut Syahrial Harahap menceritakaan saat berangkat dari kampungnya menuju ke Medan mendapati banyak SPBU yang menjual BBM dengan harga Rp6.500 per liter. “Kampung saya si Sawit Seberang, saat menuju ke Medan saya mendatangi SPBU dan mereka menjual BBM dengan harga Rp6.500. Sesuai pemaparan PT Pertamina, tak masuk akal jika pasokan BBM subsidi yang didistribusikan ke SPBU melebihi kuota. Jika sesuai kuoa, tentunya mereka tak akan berani menaikkan harga,” tegasnya.

Selain itu, menurut Syahrial, PT Pertamina tak melakukan pengawasan yang baik. “PT Pertamina seperti lepas tanggung jawab setelah melepas minyak,” katanya.

Ia juga menceritakan, warga Sei Lepan yang berjarak sekitar 40 km lebih dari SPBU terdekat akan semakin kesulitan mengembangkan usaha dan terkait hal ini PT Pertamina sudah bisa dianggap tak mendukung program pemerintah tentang ketahanan pangan Nasional.

Lain lagi cerita anggota Komisi B DPRD Sumut yang satu ini, Ramli, ia menceritakan, dari Sidikalang, ia mendapati 7 SPBU yang sudah sekitar 17 hari tak dipasok BBM. “SPBU kedelapan yang saya temui mengatakan, di SPBU tersebut selalu mendapatkan pasokan BBM yang cukup. Hal ini membuktikan PT Pertamina tak menjangkau daerah terpencil. Sama halnya dengan daerah Sei Lepan tadi, dengan adanya hal ini jelas PT Pertamina tak mendukung program pemerintah tentang ketahanan pangan Nasional,” katanya.

Ada juga anggota Komisi B DPRD Sumut yang berani menyatakan pasti ada indikasi penyelewengan pendistribusian pasokan minyak dari PT Pertamina ke SPBU. “Ada indikasi kelangkaan BBM ini disebabkan PT Pertamina melakukan kong-kalikong. Misalnya dari PT Pertamina didistribusikan 20 kilo liter, yang sampai ke SPBU hanya 10 kilo liter dan sisanya dijual ke industri untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Tentunya, sebelumnya ada intimidasi dari PT Pertamina terhadap SPBU agar tak meributi hal ini,” tegas Tohonan dari Fraksi PDS.

Sekira pukul 17.00 WIB, rapat ditangguhkan karena tak menemukan jawaban konkrit dari pihak PT Pertamina. Rapat diskor, dan pada rapat lanjutan diharapkan agenda RDP dapat mendatangkan BPH Migas, Hiswana Migas, perwakilan SPBU, Kadin mewakili perushaan atau industri dan PT Pertamina. (saz/mag-15)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/