SUMUTPOS.CO- Wacana keluarga Cendana untuk kembali menguasai Golkar menimbulkan polemik. Golkar kini tak lagi memakai politik trah. Maka, ketika Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dimunculkan untuk menjadi ketua umum, beberapa kalangan menjadi risih.
“Kader di Golkar tidak dilihat dia anak siapa, itu tradisi kuno yang tidak perlu dipertahankan. Golkar setelah Orba melihat semua kader berdasarkan potensi, kualitas dan track recordnya,” ujar Juru Bicara Poros Muda Golkar, Andi Sinulingga, Kamis (23/4).
Andi menambahkan, Golkar bukanlah tempat bersemainya politik trah. Di Golkar semua kader punya peluang dan kesempatan yang sama untuk bisa memimpin partai. Penegasan ini disampaikan Andi sebagai tanggapan atas pernyataan Titiek Soeharto yang mengatakan bahwa kader-kader Golkar di daerah ingin agar Keluarga Cendana alias trah Soeharto mengambil alih Golkar untuk mengakhiri konflik di partai beringin. Bahkan, Titiek menyebut daerah ingin keluarga Cendana mengambil alih Golkar lewat Tommy Soeharto.
Andi mengingatkan Titiek, tentu Tommy boleh-boleh saja bila ingin maju memimpin Golkar. Karena, dia juga pernah maju sebagai calon ketua umum di Munas di Riau pada tahun 2009. Hanya saja, katanya, majunya Tommy tidak bisa dilihat dalam konteks trah almarhum Soeharto, melainkan harus dilihat sebagai Hutomo Mandala Putra dengan kapasitas kepemimpinan dan serangkaian rekam jejaknya.
“Golkar bukanlah warisan pak Harto untuk anak dan keluarganya. Partai Golkar adalah warisan sejarah untuk bangsa Indonesia,” tukasnya
Persi dengan Andi, Ketua Wantim Golkar versi Munas Bali Akbar Tandjung pun merasa risih dengan politik trah di Golkar. “Saya kira di Golkar dengan adanya reformasi, telah terjadi perubahan-perubahan mendasar. Soal trah sudah tak relevan dimasukkan dalam konteks Golkar. Ada cut off di orde baru ke reformasi,” kata Akbar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (23/4).
Akbar menilai paradigma di era reformasi sudah berubah. Kekuasaan di Golkar bisa dipegang oleh siapapun, tak harus dari trah Cendana. “Terbuka bagi siapapun, tidak ada hubungan dengan Pak Harto,” ucap mantan Ketua DPR ini.
Mengenai sosok Tommy, Akbar menyebut putra bungsu Soeharto itu memang pernah maju sebagai Ketum di Munas 2009 tapi kemudian mundur. Bisa saja Tommy kembali maju di munas selanjutnya.
“Jika kita lihat peristiwa itu, ya bisa saja Mas Tommy ingin maju bilamana ada kesempatan lagi,” ujarnya.
“Yang bisa saya tangkap adalah Tommy perlihatkan keprihatinan tinggi terhadap Golkar kali ini. Dia ingin masalah bisa diselesaikan secepatnya,” tambah Akbar.
Akbar memaklumi apabila Tommy menyampaikan rasa prihatin sedemikkian dalam kepada partainya. Mengingat, Presiden RI ke II Suharto yang adalah ayah kandung Tommy turut berjasa dalam membesarkan Golkar. Namun, Akbar menolak jika dikatakan keprihatinan yang ditunjukkan Tommy sebagai upaya untuk mendapatkan jabatan ketua umum Golkar.
“Tidak, tidak. Tapi, dia ajukan saran diadakan munas bersama, munas islah,” katanya.
Seperti diberitakan, pada Jumat, 10 April 2015 lalu keluarga mendiang Presiden Soeharto mengundang elite Partai Golongan Karya hasil Musyawarah Nasional Bali ke gedung Granadi di Kuningan, Jakarta Selatan. Bertindak sebagai sahibul bait adalah Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) dan Siti Hediati Hariyadi alias Titiek.
Hadir memenuhi undangan tersebut adalah Aburizal Bakrie (Ical) selaku ketua umum, Ade Komarudin (Ketua FPG DPR), Akbar Tandjung, dan Fuad Hasan Mansyur. Sambil bersantap siang, mereka membahas soal polemik yang kini melanda Partai Golkar. Dalam kesempatan itu, Tommy mengusulkan agar segera digelar musyawarah nasional luar biasa untuk mengatasi konflik di partai beringin.
Dua pekan setelah pertemuan itu, Titiek menyebut adanya dukungan dari pengurus daerah agar Tommy Soeharto maju memimpin Partai Golkar. “Daerah-daerah lama-lama bersuara, ‘Jadi, keluarga Pak Harto saja deh yang ambil oper.’ Ada suara-suara seperti itu,”ý kata dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (23/4).
Peluang itu, menurut Titiek, bisa terbuka jika Partai Golkar menggelar Munaslub tahun ini. Setelah sekian lama ‘pensiun’ dari politik, mengapa kini keluarga Cendana ingin kembali urus Golkar?
Titiek mengaku, kemunculan dia dan Tommy Soeharto saat ini adalah berangkat dari keprihatikan keluarga Cendana atas sengkarut di tubuh Partai Golkar.
“Kami dari Keluarga ini prihatin. Kok Golkar yang telah berkiprah begitu besar, begitu lama, kemudian menjadi seperti ini. Padahal sebenarnya kita ini adalah saudara dan teman lama. Sedapat mungkin ini diselesaikan secara damai,” kata ibu dari Didiet Prabowo itu.
Perdamaian itu, kata Titiek, bisa didapat melalui Munaslub yang digelar tahun ini juga. Terkait saran Mahkamah Partai agar Munas digelar 2016, menurut dia terlalu kelamaan.
“ýYang terbaik ya munas lagi, kalau menurut Munas Riau, kita 2015 ada Munas. Daripada menunggu 2016, kalau 2015 ada Munas, dua-duanya (kubu Agung dan Ical) bisa maju,” kata Titiek.
Meski begitu, Titiek enggan menjelaskan secara detail dukungan. Tapi satu yang pasti, lanjutnya, dukungan itu datang dari kedua belah kubu, baik Aburizal Bakrie (Ical) maupun Agung Laksono.
“Dari kubu mana-mana. Karena susah menyatukan dua kubu lagi,” tegasnya.
Lalu, apakah benar Tommy ingin menjadi ketum? “Hemmm, saya nggak bisa bicara atas nama dia. Kamu tanya sendiri saja,” kata Titiek.
Lantas, bagaimana jika Tommy mendapat dukungan suara dari kader daerah? Ia tersenyum kemudian menjawab hal itu akan dikembalikan kepada hak pemegang suara. “Kalau saya mana yang terbaik buat Golkar. Kalau memang konstituen menghendaki ya sudah, bisa ya didukung,” katanya.
Lalu bagaimana sikap kubu Ical terkait musdalub dan pencalonan Tommy? , Wakil Ketua Umum Golkar, kubu Aburizal Bakrie (Ical), Aziz Syamsuddin mengatakan semua kader Golkar berhak jadi caketum.
“Secara umum, seluruh kader Golkar mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi calon ketum Golkar,” kata Aziz, kemarin.
Meski begitu, Aziz enggan berkomentar tentang kader daerah yang diklaim Titiek. Dia mengaku tidak tahu apakah keluarga Cendana memang sosok yang diidam-idamkan kader daerah. “Itu saya tidak tahu, itu tidak tahu,” ujar Ketua Komisi III DPR ini.
Kader-kader daerah dianggap bisa menentukan sendiri calon yang dianggap cocok. Aziz menyerahkan penilaian terhadap sosok Tommy kepada mereka. “Yang punya suara kan DPD. Tanya DPD kan pemegang suara,” kata Aziz.
Sedangkan Kubu Golkar Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono menanggapi dingin soal ini. Ketua DPP Ace Hasan Syadzily mengatakan harus dicermati putusan Mahkamah Partai.
“Mahkamah Partai Golkar menugaskan DPP Partai Golkar di bawah kepemimpinan Agung Laksono untuk melaksanakan konsolidasi Partai Golkar dari mulai tingkat kabupaten/kota dan Provinsi,” ujar Ace, Rabu (22/4).
Ia pun menyebut konsolidasi dua kubu ini nantinya bermuara pada penyelanggaraan Musyawarah Nasional (Munas) yang dilaksanakan paling lambat Oktober 2016. Munas ini diklaimnya sebagai forum pelaksanaan yang demokratis.
“Jadi wacana tentang Munas itu sesungguh diamanatkan oleh Mahkamah Partai Golkar. Kita akan konsisten dengan itu. Jadi Munas itu bukan karena desakan Tommy Soeharto atau siapapun, tapi amanat Mahkamah Partai. Munas itu akan digelar secara demokratis dan terbuka,” katanya.
Lantas, apakah peluang Tommy Suharto terbuka menjadi ketua umum Golkar? Ia mengatakan siapapun kader Golkar yang punya syarat prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela (PDLT), berhak menjadi kandidat ketua umum.
“Prinsipnya Munas nanti akan digelar secara demokratis dan terbuka. Bagi siapapun kader yang memenuhi syarat PDLT berhak untuk menjadi kandidat Ketua Umum DPP Partai Golkar. Kita akan batasi,” ujarnya. (bbs/rbb)