Oleh: Dahlan Iskan
Setelah rapat maraton selama 17 jam yang melelahkan, akhirnya disepakati: Yunani diberi utangan tahap ketiga 50 miliar euro. Ini setelah Yunani bersedia “dipaksa” menyerahkan asetnya senilai itu sebagai jaminan. Hanya, aset tersebut diizinkan tetap di Yunani. Tidak perlu ditempatkan di Luksemburg seperti yang diinginkan Jerman.
“Kini tidak perlu lagi plan B. Yunani tetap di Zona Eropa,” komentar Kanselir Jerman Angela Merkel. “Yang kita butuhkan saat ini tidur dulu,” ujar delegasi yang kelihatan kelelahan.
Minggu lalu, nasib Yunani sempat ibarat Lebaran yang sudah dekat yang tiba-tiba ditunda. Harapan Yunani untuk mendapat pinjaman hampir Rp 1.000 triliun itu tiba-tiba mengambang. Pertemuan puncak para kepala pemerintahan Uni Eropa yang dijadwalkan menyetujui pinjaman tersebut tiba-tiba dibatalkan.
Yunani memang sudah berjanji untuk mereformasi sistem ekonomi mereka (lihat Jawa Pos Sabtu, 11/5). Tetapi, sudah tidak ada yang percaya pada janji itu. Pemerintah di Uni Eropa ditekan rakyatnya masing-masing. “Kalau sampai memberikan pinjaman lagi, pemerintah akan kami jatuhkan,” ancam politikus terpenting Finlandia.
Angela Merkel, kanselir Jerman, juga ditekan rakyatnya. Reputasi Merkel yang begitu hebat selama ini bisa jatuh kalau sampai menyetujui utang baru.
Ada pula yang menekan pemerintah dengan cara memelas. “Kami, pensiunan di sini, menerima uang pensiun yang amat kecil. Bagaimana bisa pemerintah kami memberikan utang ke Yunani untuk membayar pensiunan mereka yang nilainya gila-gilaan?” ujar politikus di Hungaria. Di Yunani, sistem pensiunnya begitu royal. Seorang pensiunan rata-rata menerima Rp20 juta per bulan.
Mengerasnya sikap rakyat Uni Eropa itu dipicu sikap pemerintah di Yunani yang menggalang rakyatnya untuk anti-Uni Eropa. Bahkan sampai melaksanakan referendum Minggu lalu. Tetapi, Yunani akhirnya kepepet. Menerima juga syarat-syarat utang tersebut. Hanya, penerimaan itu dinilai kurang ikhlas. Misalnya, masih minta persetujuan parlemen segala. Bahkan ketika dibicarakan di parlemen, muncul pula penentangan-penentangan.
Dengan dibatalkannya pertemuan puncak para kepala pemerintahan Uni Eropa itu, nasib Yunani seperti layang-layang putus. Entah akan mendarat di mana. Mungkin keluar dari Uni Eropa dan nyangkut di pohon gersang. Minggu ini sungguh mencekam di Yunani.
Apalagi Uni Eropa meningkatkan syaratnya. Untuk jaminan utang itu, Yunani harus menyerahkan aset senilai 50 miliar euro. Termasuk harus melakukan privatisasi pelabuhan terbesar dan terpentingnya. Juga, harus melepaskan frekuensi telekomunikasinya untuk diliberalkan. Jaringan listriknya juga harus diswastakan. Janji-janji yang kemarin saja tidak cukup. Masih ada lebih dari 300 bidang kehidupan yang harus dibenahi di Yunani.
Termasuk, ini yang akan sangat sulit, kekayaan gereja Orthodox Yunani.
Menurut harian Le Monde, Prancis, Sinode Suci Gereja Orthodox Yunani adalah penguasa properti terbesar kedua di negara itu. Memiliki lahan 130.000 hektare. Penguasa pertamanya adalah pemerintah. Tidak boleh lagi gereja tidak membayar pajak untuk propertinya itu. Khususnya properti yang dibisniskan.
Gereja memang memerankan politik yang sangat tinggi di Yunani. Politisi enggan menyentuh hal-hal yang akan membuat gereja kurang berkenan. Di Yunani, setiap tahun ajaran baru harus dimulai dengan pemberkatan dari gereja. Penduduknya harus menyilangkan tangan saat melewati gereja. Dan pemerintahan baru juga harus diberkati gereja. Baru perdana menteri baru yang berumur 40 tahun yang sekarang ini, Alexis Tsipras, yang menolak diberkati. Dia mengaku tidak bertuhan.
Peran politik gereja itu juga terlihat jelas pada 2010 lalu. Yakni, saat krisis Yunani kian berat. Waktu itu, Sinode Suci bersama 13 bishop seluruh Yunani mengeluarkan pernyataan keras. Tiga lembaga keuangan internasional (dikenal dengan Troika) yang memberikan utang ke Yunani dikecam keras sebagai “pendudukan asing” di Yunani.
Gereja membantah tidak bayar pajak. “Gereja kaya raya itu hanya mitos.” Begitu keterangan yang dikutip di media Yunani. “Gereja kami tidak sekaya di Italia atau Spanyol,” tambahnya.
Kekayaan gereja di Yunani, katanya, menyusut terus. “Tinggal 4 persen dibanding kekayaan gereja sebelum revolusi tahun 1821,” katanya.
“Banyak bangunan pemerintah yang didirikan di tanah gereja. Tidak membayar kompensasi sampai sekarang.”
Layang-layang putus itu akhirnya berhasil diselamatkan. Kesepakatan sudah dicapai kemarin. Bola api tersebut kini pindah lagi ke Yunani. Kesepakatan itu harus dimintakan persetujuan parlemen Yunani. Minggu ini para politikus Yunani akan bertempur: menerima syarat-syarat itu atau menolak.
Ini urusan harga diri versus isi perut. (*)