MEDAN, SUMUTPOS.CO- PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Divre Sumut membongkar puluhan rumah warga yang berdiri di pinggir rel kereta api, Jalan Asrama, Medan Helvetia, Rabu (2/9) pagi. Pembongkaran rumah warga dilakukan karena bangunan yang berdiri di atas lahan milik PT KAI tersebut illegal dan lahan tersebut akan digunakan untuk pembangunan saluran air.
Dalam penertiban tersebut, puluhan warga yang rumahnya dibongkar sempat protes dan menolak. Pasalnya, penggusuran tersebut terkesan mendadak. Selasa (1/9) malam warga menerima surat untuk pengosongan rumah, Rabu (2/9) pagi langsung dilakukan pembongkaran.
Ketegangan dan cekcok mulut pun tak terhindarkan antara warga dengan petugas pegawai PT KAI Divre Sumut yang dibantu personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Medan. Namun, cekcok itu tak berlangsung lama, karena dalam penertiban ini PT KAIn
juga meminta bantauan Kodam I Bukit Barisan (I/BB), yang menurunkan puluhan personel TNI.
Berdasarkan informasi yang dihimpun di lapangan, dalam surat pemberitahuan yang diedarkan kepada warga menyebut, pembongkaran dilakukan atas perintah Pangdam I Bukit Barisan. Dalam surat itu dijelaskan, jika pembongkaran dilakukan merujuk surat Panglima Kodam I Bukit Barisan yang ingin membuat saluran air.
Tidak dijelaskan secara rinci maksud pembuatan saluran air tersebut. Namun, di surat itu dipaparkan pembuatan saluran air akan dilakukan di sekitar perlintasan rel kereta api JPL No 7, Jalan Asrama.
Seorang warga mengaku bernama A Sinaga mengatakan, puluhan warga sepakat menolak penertiban karena surat pemberitahuan pembongkaran yang dilayangkan baru diterima Senin (1/9) malam. Sehingga, warga belum sempat memindahkan barang-barang dari rumah.
“Saya baru terima surat pengosongan rumah tadi malam (Senin), jadi tidak melakukan persiapan apapun. Makanya, saya berharap tolong jangan dulu dibongkar rumah kami, macam mana barang-barangku di dalam rumah itu?” cetusnya.
A Sinaga berharap petugas tidak menggusur seluruh rumah yang ada di pinggir rel. Menurutnya, warga sudah puluhan tahun tinggal di kawasan itu. “Kami sudah lama tinggal di sini, makanya kalau bisa jangan digusur semuanya. Kasih waktu kepada kami untuk mencari tempat tinggal baru. Mana bisa mencari rumah kontrakan hanya dalam waktu satu hari,” sebutnya.
Senada dengan A Sinaga, L Pakpahan juga mengaku keberatan dengan penggusuran itu. “Kami tidak terima dengan penertiban ini, karena ini satu-satunya tempat tinggal kami. Sebab, kami baru menerima surat pemberitahuan akan dilaksanakannya penertiban pemukiman jam 9 malam (21.00 WIB), sehingga belum ada persiapan dari untuk mengamankan barang-barang yang tidak bernilai di mata bapak-bapak yang kejam ini,” ucap L Pakpahan.
Sementara itu, Humas PT KAI Divre Sumut Rapino Situmorang mengatakan, pembongkaran dilakukan untuk mengatasi banjir. Karena, jika turun hujan di kawasan sekitarnya tergenang air dan tertentunya berdampak kepada masyarakat setempat. Selain itu, apabila banjir tentunya membahayakan konstruksi rel kereta api.
“Bangunan yang berdiri di pinggir rel itu ilegal dan tanpa izin. Karena, mereka mendirikan diatas saluran air yang sebelumnya sudah ada. Mereka menutup saluran air tersebut sehingga mengakibatkan banjir. Jadi, kita ingin mengembalikan lagi fungsi awalnya,” kata Rapino.
Menurut Rapino, tidak semua bangunan yang berada di pinggir rel dibongkar tetapi hanya yang menyalahi aturan. Artinya, ada sebagian halaman, atap rumah dan lainnya.
“Tidak ada ganti rugi terhadap bangunan yang dibongkar, karena sudah jelas berdiri diatas lahan PT KAI tanpa izin,” cetusnya.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) I Bukit Barisan Kolonel Enoh Solehudin mengatakan, pembuatan saluran air untuk kepentingan bersama. Apalagi, selama ini kawasan Jalan Asrama tepatnya di pinggir rel jadi langganan banjir.
“Saluran air yang nantinya dibuat untuk kepentingan bersama. Selama ini, kalau terjadi hujan deras di daerah tersebut kebanjiran. Apalagi, sungai Bederah juga sudah sempit. Maka dari itu, pembongkaran dilakukan untuk mengatasi banjir,” kata Enoh kepada wartawan.
Menurutnya, pembongkaran tersebut dilakukan hanya di jalur hijau dan ini merupakan bagian dari rencana pemerintah daerah setempat. Untuk itu, guna melancarkan proses pembongkaran pihaknya menurunkan 1 satuan setingkat pleton (SST) atau maksimal 50 pasukan.”Personel TNI yang diturunkan sifatnya membantu dan kebanyakan dari Koramil Sunggal. Selama proses penertiban tidak ada keributan, hanya adu mulut saja,” kata Enoh.
Camat Medan Helvetia Edi Matondang menuturkan, ada 18 rumah yang dibongkar. Nantinya, keseluruhan bangunan yang ilegal di pinggir rel tersebut akan ditertibkan secara bertahap. “Tidak semua rumah dibongkar, makanya kita mau normalisasi bangunan tersebut,” ujarnya.
Disinggung terkait warga yang menolak dan protes, Edi menyebut bahwa pembongkaran itu demi kepentingan bersama karena menyangkut ribuan orang yang tinggal di Kecamatan Medan Helvetia. (ris/adz)