Bencana kabut asap yang sudah hampir tiga bulan melanda Pekanbaru dan Riau, saat ini mulai membuat gerah masyarakat. Mereka menilai tidak ada yang peduli. Kondisi udara tak menurun malah bahkan bertambah parah. Sumatera Selatan (Sumsel) sebagai daerah yang paling banyak memproduksi titik panas (hotspot) pun digugat karena dianggap tak serius.
“Harusnya warga Pekanbaru, dan Riau protes terhadap upaya yang dilakukan oleh Sumsel dalam melakukan pemadaman, karena Sumsel saat ini biang asap Riau,” kata salah seorang warga, Hidayat warga jalan Punai, Sukajadi kepada Riau Pos (grup Sumut Pos), Minggu (4/10).
Berdasarkan data yang dirilis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, untuk wilayah pulau Sumatera, yang menjadi provinsi terbanyak memproduksi hotspot yaitu Sumatera Selatan (Sumsel) bahkan jumlahnya bertambah banyak, mencapai angka seribuan.
Untuk Provinsi Riau dinilai sudah maksimal melakukan upaya pencegahan, begitu juga untuk Pemerintah Kota Pekanbaru, bahkan Pemerintah Pekanbaru sudah menyiapkan tempat untuk evakuasi ibu dan anak menyusui.
Hidayat pun Sumsel mestinya lebih keras lagi dalam upaya penanganan pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayahnya. “Masa yang punya sumber asap santai-santai saja, kita yang di Pekanbaru dan Riau makan asapnya,” katanya.
Sama hal dengan Wira, warga Gobah, Sail. Meminta kepada Pemerintah Provinsi Riau, dan juga Pemerintah Kota Pekanbaru untuk melayangkan surat protes ke Pemerintahan Sumsel. Sama hal protes negara Malaysia, dan juga Singapura protes ke Indonesia. Pasalnya kondisi asap yang kini menjadi bencana nasional ini cepat di tanggapi oleh Pemerintah Sumsel. “Kami masyarakat kecil ini menjadi korban, Pemerintah daerah kita ini harusnya protes ke Sumsel, karena Sumsel hotspot nya parah sangat, dan dari mereka sumber asap bahaya ini,” harap Wira.
Dampak di Pekanbaru, akibat kabut asap yang saat ini status darurat pencemaran udaranya diperpanjang. Membuat aktivitas pendidikan menjadi lumpuh, kesehatan masyarakat dalam tahap waspada. Perekonomian masyarakat pun terganggu, ditambah lagi aktivitas penerbangan sebulan September kemarin kacau dan puluhan airlines memutuskan batal.
“Dengan kondisi seperti sekarang ini banyak yang terganggu bang, tak bisa diprediksi kapan membaiknya udara di Pekanbaru ini,” kata Yayan, warga Panam.
Menyoal masalah asap yang menyelimuti Pekanbaru maupun Riau saat ini, Komandan Satgas Udara, Danlanud Roesmin Nurjadin Posko Karhutla Riau, Marsma TNI Henri Alfiandi menyebutkan, bahwa upaya yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau dalam mengatasi kebakaran dan asap ini.
Disebutkannya, semua sudah dilaksanakan terkoordinir dan sistematis dan solid. “Plt Gubri sangat konsen memenej SDM yang ada dan juga organisasi yang ada untuk bersama-sama padamkan api,” kata Danlanud.
Untuk itu, disebutkan Henri juga mengimbau kepada masyarakat agar sadar akan bahaya Karhutla ini. “Dan saat ini berdasarkan data dari BMKG bahwa asap yang menimpa Riau itu dari Sumsel dan Jambi,” tuturnya.
Di sisi lain, Plt GM Bandara SSK II Hasturman Yunus mengatakan, jarak pandang yang sangat terbatas sekitar 100-200 meter, tidak bisa untuk landing pesawat. Pesawat baru bisa landing pukul 12.30 WIB sampai pukul 15.30 WIB. “Jarak pandang sempat membaik di jam segitu, setelah itu makin pekat dan tidak ada aktivitas pesawat terbang, “ jelasnya.
Secara keseluruhan disampaikan Hasturman, untuk Sabtu lalu hanya delapan penerbangan yang take off dan landing. Ada satu pesawat Lion Air terpaksa divert ke Batam dan juga pesawat yang return to base (RTB) ke Jakarta lagi, yaitu Garuda Indonesia.
“Ada sekitar 52 flight yang cancel dan masih ada menunggu empat flight lagi yang mau turun pukul 19.00 WIB ke atas,” jelas Hasturman. Artinya, ditegaskan Hasturman aktivitas penerbangan di SSK II belum bisa dikatakan membaik. (gus/rpg/rbb)